dengan whirling disease pada ikan kerapu)
ini berbentuk oval berukuran 10µm dengan dua kapsul polar berbentuk pir [4]
ini menimbulkan infeksi yang berat pada rainbow trout,
brook trout, atlantic salmon, kokanee salmon, dan European grayling. Sedangkan
brown trout, coho salmon, dan lake trout cukup resisten terhadap penyakit ini
pada kondisi percobaan [1]
penyakit ini pada 12 bulan pertama kehidupannya. Benih umur 3 hari adalah usia
ikan termuda yang dapat terinfeksi. Ikan usia 4,5 bulan atau lebih tidak
menunjukkan gejala klinis akut meskipun terinfestasi dan berperan sebagai
karier asimtomatik [1]
Epizootiologi:
Penyakit ini pertama
kali dilaporkan di Eropa pada tahun 1904. Jangkauannya kemudian mencapai
Afrika, Amerika Selatan dan Utara, Asia, Selandia Baru, dan Eropa. Ikan yang
terinfeksi, air, dan lumpur yang terkontaminasi menjadi sumber dan reservoir
penyakit. Penularan melalui telur hanya terjadi jika pada saat pemijahan dan
pengemasan terpapar air atau lumpur yang terkontaminasi [1]. Secara
tradisional, penyakit ini hanya terjadi pada ikan budidaya [5]. Cacing jenis
Tubifex dialporkan dapat menjadi sumber infeksi [2]. Spora tahan hidup 10-15
tahun pada lumpur yang terkontaminasi. Infeksi dari parasit ini berdifat
subklinis hingga akut[1]. Tingkat keparahan penyakit ini bergantung pada umur
saat ikan terpapar, dapat mencapai 100% pada benih yang baru menetas atau tanpa
gejala klinis pada ikan usia 6 bulan ke atas. Pada daerah endemic, M. cerebralis menyebabkan penyakit
ringan yang terbatas pada hatcheri saja [5].
Spora dilepaskan dari ikan yang mati atau melalui ikan hidup. Spora yang
dilepaskan membutuhkan waktu 4-5 bulan di lumpur untuk menjadi infektif [1]. Spora membutuhkan hospes intermediet yakni
cacing lumpur (genus tubifex). Pada usus cacing inilah spora bermultiplikasi
secara seksual ataupun aseksual [5]. Spora yang dilepas oleh cacing yang
merupakan stadium infeksti akan melekat pada hospes definitive dan melakukan
migrasi hingga nantinya dilepaskan
kembali [1]. Ketika menempel pada ikan, spora akan berpenetrasi melalui epitel
kulit, insang, atau buccal kemudian bermigrasi ke syaraf dan sistem syaraf
pusat lalu berkembang menjadi
sporoplasma dan masuk ke dalam usus lalu bermigrasi ke dalam kartilago. Di dalam
kartilago, sporozoa berkembang menjadi tropozoit dan bermitosis menghasilkan
spora yang menginfeksi kartilago [4].
actinospores yakni spora yang
memiliki ujung bercabang tiga. Sedangkan spora yang keluar dari ikan merupakan
myxospora, spora yang berbentuk oval yang memiliki sporoplasma binukleat dan
dua kapsul polar yang masing-masing terdapat kumparan (5-6 ulir) [6]. Spora
dapat melewati saluran pencernaan predator seperti burung dan berpindah tempat
melalui lumpur dan peralatan[3]. Pembentukan spora membutuhkan waktu 52 hari
pada suhu 17oC atau 4 bulan pada suhu 7oC [1].
![]() |
Gb. Siklus hidup M. cerebralis
(picture credit to Woo and Buchmann, 2012)
|
Ikan menunjukkan gejala infeksi setelah 2-8 minggu pasca terinfeksi
dimana terdapat gejala berupa gerakan berputar seperti mengejar ekor (rapid tail-chasing) pada ikan trout [1]
atau gerakan spiral sepanjang sumbu
transversal tubuh disertai gangguan renang [2]. Pada ikan yang memiliki
ketahanan lebih, penyakit berlanjut yang dicirikan dengan perubahan bentuk
tulang punggung, termasuk perubahan bentuk abnormal pada kepala, rahang, dan
tutup insang [1]. Atau dengan kata lain, teramati scoliosis, kifosis, dan
perubahan bentuk sumbu tubuh [5]. Ekor pada ikan trout mengalami perubahan warna
menghitam (blacktail) yang disebabkan kehilangan control kromatofora pada
bagian caudal [1]. Gejala ekor menghitam hanya terjadi pada ikan usia 3-6 bulan
[5]. Benih yang terinfestasi akut tidak menunjukkan gejala klinis kecuali
kematian tinggi. Pada ikan dewasa, gejala whirling dan blacktail lebih sedikit
namun lebih banyak perubahan rangka tubuh yang permanen. Ikan dengan infestasi
ringan tidak menunjukkan gejala klinis namun berperan sebagai karier [1].
Munculnya gejala klinis tergantung berbagai faktor terutama usia saat terpapar.
Hingga ikan berukuran 7cm tidak akan ada gejala klinis, ikan berukuran 8-10cm
bersifat sebagai karier [3]. Perkembangan dan tingkat keparahan dari gejala
klinis ini bergantung pada dosis dan lama paparan, umur, ukuran, strain dari
hospes [6].
![]() |
Gb. Gejala klinis Whirlingd disease meliputi gerakan berputar, ekor menghitam, perubahan bentuk tulang punggung dan kepala, serta kematian ( Gb. dari Leach et al., 2009) |
ventral hingga ekor menghitam disertai pembengkokan tulang punggung, perubahan
bentuk tengkorak, dan pemendekan operculum [3]. Secara histologi teramati
nekrosis kartilago dan terlihat banyak spora pada bagian yang mengalami
peradangan [4]. Pada ikan juga dijumpai radang granuloma yang mendesak spinal
cord serta menekan batang otak. Tekanan inilah yang berperan dalam menimbulkan
gejala berenang yang absnormal. Ekor yang berwarna hitam disebabkan oleh adanya
tekanan pada akar ganglia yang mengontrol melanosit kulit pada area caudal.
Perubahan bentuk rangka disebabkan oleh gangguan ontogenesis yang diikuti
dengan kerusakan kartilago [6]
kartilago rangka axial. Gejala klinis berupa ekor menghitam disebabkan oleh
ketidakstabilan dan kerusakan syaraf simpatik dekat korda spinalis. Syaraf
inilah yang mengatur pigmen melanin. Predileksi parasit pada kartilagi ini
mengakibatkan ketidakseimbangan dan gerakan tail-chasing
atau berputar seperti menangkap ekornya sendiri [5]
necrosis, viral haemorrhagic septicaemia [3]
menemukan spora dan bentuk parasit pada pemeriksaan histopatologi [1]. Diagnosa
juga dapat dilakukan secara molekuler. Isolasi spora dapat dilakukan dengan
pepsin-trypsin digest (PTD) dan identifikasi presumtif myxozpora yang diikuti
diagnose secara histologi. Metode deteksi lainnya adalah sentrifugasi plankton
untuk mengonsentrasikan plankton, molekuler dengan in situ hibridisasi, dan
LAMP [6].
Pengendalian
Ikan yang sakit dijauhkan dari yang sehat. Serta menghindari importasi serta
penggunaan air yang terkontaminasi [1]. Pada ikan yang masih muda, sebaiknya
dipelihara pada kolam berplastik atau kolam permanen hingga cukup dewasa dan
tahan terhadap infeksi. Spora dapat tahan hingga bertahun-tahun sehingga sekali
terinfestasi, parasit akan tetap ada [2].
Sumber air harus bebas dari patogen. Ozonasi, klorinasi, dan/ UV atau filtrasi (sand charchoal lebih baik)
dapat digunakan untuk membunuh actinospore. Disinfeksi kolam dengan calcium
cyanide, calcium cynamide, atau klorin membuat stadium spora tidak aktif
sekaligus membunuh hospes invertebrata [6]. Sebagai informasi, spora yang
dilepaskan dari ikan tahan terhadap pembekuan dan desikasi dan tahan
bertahun-tahun pada kondisi lingkungan yang sesuai. Sedangkan stadium spora
yang dilepaskan oleh cacing hidup lebih singkat dan rentan terhadap disinfeksi
[3]. Spora ini dapat dibunuh menggunakan pembekuan -20oC, pengeringan selama 1
jam, dan klorin 130ppm selama 1 menit atau lebih,, hidrpgen peroksida >10%,
dan pemanasan suhu diatas 75oC selama 5 menit [6]
-
Hnath, J.G. Chapter 27:
Whirling Disease. 223-229pp -
Schlotfeldt, H.J. dan
Alderman, D.J. 1995. Fish Pathology What Should I do?: A Practical Guide for
The Fresh Water Fish Farmer. European Association of Fish Pathologists: UK -
Australian Government
Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. 2012, Aquatic Animal
Diseases Significant to Australia: Identification Field Guide, 4Th Edition,
DAFF, Canberra. -
Irianto, A.
2005. Patologi Ikan Teleostesi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta -
Noga,
E J. 2010. Fish disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell
Publishing -
Woo, P.T.K. dan Buchmann, K (Ed). 2012. Fish Parasits Pathobiology and
Protection. CABI : UK
