Tamanikan.com - Jual ikan dan udang galah air tawar konsumsi terbesar di bangka belitung.

Hubung Kami: Pukul 09:00-16:00 . Wa: +6282310102004

Taman Ikan

Budidaya Ikan dan Udang Galah

PENGOLAHAN IKAN SIDAT


A. PENDAHULUAN
Ikan
merupakan sumber protein yang lebih baik dibanding hewan ternak karena
rendahnya kandungan/kadar kolesterol dan relatif lebih murah. Sidat merupakan
salah satu jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan. Sebagian masyarakat
menyebutnya sebagai ‘Belut Bertelinga’ karena keberadaan sirip dadanya
menyerupai daun telinga. Sidat dikenal pula dengan nama lain moa, lubang, dan
uling (Jawa Barat); sedangkan di Jawa Tengah menyebutnya dengan nama pelus.
Ikan
sidat, Anguilla spp merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar
internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara
lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di
Indonesia, sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut
dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur
Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat. Tidak
seperti halnya di negara lain (Jepang, dan negara-negara Eropa), di Indonesia
sumberdaya sidat belum banyak dimanfaatkan, padahal ikan liar ini baik dalam
ukuran benih maupun ukuran konsumsi jumlahnya cukup melimpah.
Tingkat pemanfaatan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat
rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk
Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi sidat. Demikian pula pemanfaatan
sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas. Agar sumberdaya sidat yang
keberadaannya cukup melimpah ini dapat dimanfaatkan secara optimal, maka perlu
dilakukan langkah-langkah strategis yang diawali dengan mengenali daerah yang
memiliki potensi sumberdaya sidat (benih dan ukuran konsumsi) dilanjutkan
dengan upaya pemanfaatannya baik untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan
ekspor.
B. KARAKTERISTIK
SIDAT
Dalam
ilmu taksonomi hewan, menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei (Ikan bertulang belakang)
Ordo : Anguilliformes (Sidat)
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.

Berbeda
dengan belut, sidat memiliki sirip dada, sirip punggung, dan sirip dubur yang
sempurna. Sirip punggung dan sirip perut memanjang ke belakang dan menyatu
dengan sirip ekor. Sangat menonjol terlihat adanya sirip dada sepasang di kiri
dan di kanan yang terletak di belakang kepala sehingga orang menduga sirip itu
adalah „daun bertelinga‟ sehingga dinamakan pula „belut bertelinga‟.
Tubuh
sidat bersisik kecil-kecil membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil
yang masing-masing kumpulan-kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap
kumpulan-kumpulan di sampingnya. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular
memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di
dasar perairan seperti ular. Warna tubuh abu-abu gelap di punggung, di bagian
dada/perut berwarna keputihan.
Panjang
tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga
siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu.
Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi
lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara lain dari
perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal
(sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah
tulang belakang.
Sidat termasuk ikan karnivora (pemakan daging). Sama halnya dengan
belut sawah (Monoterus albus/Fluta alba), lele (Clarias batracus),
dan gabus (Ophiocephalus striatus). Di alam aslinya, sidat memangsa
ikan, kodok, udang, dan juga sesama sidat (kanibalisme). Kanibalisme akan
terjadi apabila populasi sidat dalam satu koloni sangat besar, tetapi volume
pakan kurang.
C. SIKLUS HIDUP SIDAT
Sidat
merupakan ikan, berbentuk panjang bertulang tipis ordo Anguilliformes. Karena
nelayan dahulu tidak pernah mengetahui anakan sidat, siklus hidup sidat adalah
misteri untuk jangka waktu yang sangat panjang dalam sejarah ilmiah perikanan.
Sidat tumbuh besar di perairan tawar, setelah dewasa kembali ke laut untuk
berpijah.
Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu
yang panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow
eel
berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan
bermigrasi ke laut untuk memijah.
Pada
stadium larva, sidat hidup di laut. Bentuknya seperti daun lebar, tembus
cahaya, dan dikenal dengan sebutan leptocephalus. Larva ini hidup
terapung-apung di tengah samudera. Leptocephalus hidup sebagai plankton
terbawa arus samudera mendekati daerah pantai. Pada stadium elver, sidat
banyak ditemukan di pantai atau muara sungai. Panjang tubuh 5-7 cm, tembus
cahaya. Burayak (anak ikan/impun) akan hidup di air payau sampai umur satu
tahun. Ketika itulah sidat akan berenang melawan arus menuju hulu sungai.
Setelah bertemu dengan perairan yang dalam dan luas, misalnya lubuk, bendungan,
rawa atau danau, sidat akan menetap dan tumbuh menjadi ikan buas dan liar.
Impun dewasa inilah yang selanjutnya dikenal sebagai sidat. Ketika itulah dia
akan kembali ke laut lepas untuk kawin dan berkembangbiak. Setelah berpijah,
induk akan mati. Pola hidup sidat bertolakbelakang dengan ikan salmon (Salmonidae).
Salmon justru hidup di laut, tetapi kawin dan berkembangbiak di air tawar di
pedalaman. Perilaku catadromous, tidak hanya terjadi pada sidat,
melainkan juga udang galah.
D. JENIS-JENIS SIDAT
Sidat (eels) adalah ikan
dari famili Anguillidae. Ada sekitar 16 sd. 20 spesies sidat, yang kesemuanya
merupakan genus Anguilla. Di antaranya adalah Sidat Eropa (Anguilla anguilla);
Sidat Jepang (Anguilla japonica), Sidat Amerika (Anguilla rostrata);
Sidat sirip pendek (Anguilla australis), Sidat putih (Anguilla
marmorata
), Sidat loreng (Anguilla nebulosa), Sidat loreng India (Anguilla
bengalensis bengalensis
), Sidat loreng Afrika (Anguilla bengalensis
labiata
), Sidat sirip pendek Indonesia (Anguilla bicolor bicolor),
sidat sirip pendek india (Anguilla bicolor pacifica), sidat sirip
panjang Indonesia (Anguilla malgumora), sidat sirip panjang Sulawesi (Anguilla
celebensis
), sidat sirip panjang Selandia Baru (Anguilla dieffenbachii),
sidat sirip panjang dataran tinggi (Anguilla interioris), sidat sirip
panjang Polynesia (Anguilla megastoma), sidat sirip panjang Afrika (Anguilla
mossambica
), sidat sirip pendek pasifik atau sidat pasifik selatan (Anguilla
obscura
), sidat bintik sirip panjang atau sidat sirip panjang Australia (Anguilla
reinhardtii
).
Sidat merupakan ikan catadromous.
Yakni ikan yang hidupnya di perairan air tawar di pedalaman. Baik berupa sungai
besar, danau, waduk atau rawa, tetapi berkembangbiak di laut. Indonesia paling
sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla marmorata, Anguilla
celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor
dan Anguilla bicolor pacifica.
Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di
daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland
water
) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar
(sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi.
]enis
sidat yang sering ditangkap nelayan hanya dua yaitu sidat kembang (Anguilla
mauritiana)
dan sidat anjing (Anguilla bicolon). Kedua jenis ini
berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau diantara sela-sela batu, dan yang
disukai masyarakat adalah sidat kembang. Sidat anjing kurang disukai, bahkan
ditolak untuk menyantap dagingnya karena namanya yang diembel-embel
“anjing”.
Sidat
Indonesia Anguilla bicolor bicolor, Anguilla marmorata, maupun Anguilla
celebensis
, populasinya sangat mengkhawatirkan. Sidat Sulawesi, Anguilla
celebensis
yang terdapat di danau Poso, Sulawesi Tengah, malahan sudah
sangat kritis keadaannya. Sebab sidat ini hanya endemik di pulau Sulawesi. Beda
dengan Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata yang
meskipun diberi nama Indonesia, sebaran habitatnya mulai dari Madagaskar sampai
ke Pasifik. Meskipun populasi Anguilla bicolor bicolor, dan Anguilla
marmorata
masih tidak sekritis Anguilla celebensis, namun penelitian
untuk budidaya secara intensif sudah sangat mendesak.
Budidaya ikan sidat, bukan sekadar usaha peternakan, melainkan
sebuah matarantai agroindustri yang satu sama lain saling terikat. Di Jepang,
laboratorium penelitian sidat, berusaha untuk menemukan teknik pemijahan secara
buatan. Hingga di Jepang, sidat Anguilla japonica, sudah bisa dipijahkan
secara buatan seperti halnya kita memijahkan ikan mas, lele dan udang. Dengan
dikuasainya teknik pemijahan buatan, maka industri benih sidat di Jepang
menjadi bagian dari agroindustri komoditas sidat. Dengan industri benih yang
cukup maju, maka industri pembesaran sidat konsumsi juga berkembang cukup
pesat. Para peternak sidat di Jepang, cukup menyediakan kolam, meramu pakan
sendiri atau membeli pakan jadi, dan membeli benih dan memeliharanya sampai
sidat siap jual.
E. KANDUNGAN GIZI SIDAT
Komposisi
kimia hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah penyakit
dan keturunan (jenis/gen). Sedangkan faktor luar dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Stadia fisiologis juga akan mempengaruhi
komposisi. Pada stadia juvenile, remaja, matang gonad, dan pascamemijah
komposisi kimia akan disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari hasil
perikanan.
]enis makanan yang tersedia juga mempengaruhi komposisi kimia
ikan, sebagai contoh hasil penelitian yang memberikan perlakuan pakan tambahan
dengan karbohidrat pada ikan Anguilla anguilla memperoleh komposisi
sebagai berikut: air 57,21%, protein 15,89%, lemak 25,61%, dan abu 2,12%.
Sebaliknya hasil penelitian terhadap ikan sidat (Anguilla bicolor) yang
diberi pakan protein dengan kadar bervariasi yang berkisar antara 40,25-55,21 %
menghasilkan protein 18,04-20,32%; air 67,79-70,73%; lemak 7,23-8,01 %; abu
2,69- 3,20% dan serat kasar 0,73-0,77%. Semakin tinggi kadar protein pakan yang
diberikan semakin tinggi pula kadar protein daging ikan yang terukur. Komposisi
kimia beberapa jenis ikan sidat dapat dilihat pada Tabel 1 dan komposisi asam
aminonya dapat dilihat pada Tabel 2.
Ikan sidat yang ditangkap
dari alam khususnya Anguilla bicolor termasuk ikan berlemak rendah dan sedang
dengan kadar protein yang tinggi. Penelitian Saleh (1993) menghasilkan protein
berkisar 17,5- 21,5%, air 71,5-75,9%, lemak 3,3-9,5% dan abu 1,0-1,6%.
Tabel
1. Komposisi kimia beberapa jenis ikan sidat dalam 100 gram bahan segar (%)
Komponen
Anguilla
japonica’
Anguilla
bicolor’
Anguilla
bicolor’
Protein
16,8
18,70-20,32
17,5-21,5
Lemak
12,4
7,23-8,11
3,3-9,5
Air
69,6
67,79-70,73
71,5-75,9
Abu
1,2
2,69-3,20
1,0-1,6
Serat
0,73-0,77
Sumber:
FAO (1972), Rahman (1997), Saleh (1993)
Beberapa tahun belakangan
ini ditemukan bahwa ikan sidat mengandung berbagai asam lemak tak jenuh yang
tinggi yang tak ada pada hewan lainnya, sehingga dapat merupakan makanan utama
yang memenuhi nafsu makan manusia, tanpa perlu kuatir badan akan menjadi gemuk.
Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa komposisi kimia ikan sidat baik dalam satu
jenis maupun jenis yang berbeda kadarnya juga berbeda. Hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya adalah
jenis makanan yang tersedia, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 dengan pemberian
protein yang semakin tinggi akan diikuti pula oleh kadar protein daging yang
tinggi dan kadar air yang semakin rendah. Pakan dengan kadar protein 40,25%
menghasilkan ikan dengan protein terendah dibanding pakan yang kadar protein
55,22%.
Tabel 2. Komposisi asam
amino ikan sidat (Anguilla bicolor) dengan perlakuan pakan (protein)
yang berbeda (gram/100 gram protein)
Jenis
asam amino
40,25%
45,28%
50,31%
55,22%
Esensial
Isoleusin
2,67
2,72
2,61
2,72
Leusin
4,49
4,86
4,36
4,19
Lisin
2,75
2,46
2,83
3,87
Metionin
1,71
1,58
1,59
3,87
Fenilalanin
2,39
2,44
2,35
2,26
Tirosin
3,88
3,93
3,90
3,44
Treonin
1,67
1,12
1,80
2,09
Valin
2,87
2,84
2,85
2,88
Non
esensial
Asam
aspartat
5,59
5,27
5,64
5,39
Asam
glutamat
10,11
10,35
11,32
10,79
Serin
2,15
2,57
2,45
2,71
Histidin
1,41
1,18
0,59
1,02
Glisin
4,05
5,04
4,99
0,48
Arginin
7,76
8,45
8,95
8,92
Alanin
0,75
0,90
0,89
0,81
Kadar
protein (%)
18,04
18,70
19,54
20,32
Kadar
air (%)
70,73
69,38
68,38
67,79
Kadar
lemak (%)
7,23
7,81
7,66
8,11
Kadar
abu (%)
2,69
3,04
3,20
3,05
Serat
kasar (%)
0,73
0,77
0,75
0,76
Selain
kadar protein yang menentukan komposisi kimia ikan, kadar karbohidrat juga berpengaruh.
Pemberian karbohidrat yang tinggi dapat menghasilkan ikan dengan kadar lemak
tinggi sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan. Dari hasil ini dapat
diketahui bahwa ikan sidat yang rakus dan bersifat karnivor ternyata dengan
pakan yang kaya karbohidrat juga bisa menghasilkan lemak tinggi, tetapi kadar
proteinnya relatif rendah. Lemaknya dapat mencapai 25,61 %, protein 15,89%, dan
kadar air 57,21 %.
Berdasarkan
jenis pakan yang diberikan sesungguhnya pengguna dapat memilih ikan yang
diharapkan, apakah kaya protein atau kaya lemak serta teksur yang bagaimana.
Komposisi kimia ikan ini tidak hanya ditentukan oleh pakan saja, tetapi juga
ditentukan oleh fase fisiologis dari ikan tersebut. Namun untuk ikan sidat
belum ada data akurat mengenai perbedaan komposisi yang disebabkan oleh fase
fisiologis dari ikan.
Rasa
ikan sidat harum dan enak, disebut sebagai “ginseng air”, fungsinya dalam
memperpanjang umur dan melawan kelemahan dan penuaan tak ternilai. Sidat
memiliki kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi.
Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan.
Dibanding ikan salmon, sidat mengandung DHA (Decosahexaenoic acid, zat
wajib untuk pertumbuhan anak) sebanyak 1.337 mg/100 gram sementara ikan salmon
hanya 748 mg/100 gram. Kandungan EPA (Eicosapentaenoic acid) yang
terdapat dalam ikan sidat sebesar 742 mg/100 gram sementara salmon hanya 492
mg/100 gram. Ikan sidat mempunyai kandungan asam lemak Omega 3 tinggi, yakni
sekitar 10,9 gram per 100 gram. Omega 3 ini dipercaya mampu meningkatkan fungsi
mental, memori, dan konsentrasi manusia. Zat yang banyak terdapat dalam lemak
sidat ini juga terbukti mampu mengobati depresi, gejala penyakit kejiwaan atau schizophrenia.
Mengkonsumsi ikan sidat dapat mengatur imunitas tubuh manusia, sebagai anti
oksidan, menghilangkan racun tubuh, serta memperlambat penuaan.
Ikan sidat adalah sejenis ikan yang mempunyai nilai gizi sangat
tinggi, kaya akan protein serta vitamin D dan E, serta mempunyai mucoprotein
yang kaya, disebut sebagai asam amino lemak ganggang dan asam ribonukleat. Ikan
sidat juga terbukti mengandung vitamin A dengan kadar 100 kali lebih banyak
dibandingkan ikan-ikan yang lain. Untuk 100 gram daging sidat mengandung 5000
IU vitamin E. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ikan sidat adalah rajanya ikan
untuk kandungan nutrisi yang ada didalam tubuhnya, ini berdasarkan penelitian
kedokteran modern yang menemukan bahwa kandungan vitamin dan mikronutrien dalam
ikan sidat sangat tinggi, di antaranya:
1). vitamin B1, 25 kali
lipat susu sapi
2). vitamin B2, 5 kali
lipat susu sapi
3). vitamin A, 45 kali
lipat susu sapi,
4). kandungan zinc (emas otak) 9 kali lipat susu sapi.
Teknologi
menemukan bahwa daya hidup ikan sidat yang ajaib bersumber dari tulang sum-sumnya
yang besar dan kuat. Penelitian modern menunjukkan bahwa tulang sum-sum ikan
sidat mengadung beratus-ratus jenis zat bergizi, gizi dan nilai farmakologinya
yang istimewa telah mendapat perhatian yang luas dari para pakar.
Sudah
banyak terbukti, mengkonsumsi ikan sidat secara teratur dapat mendorong
terbentuknya lemak fosfat dan perkembangan otak besar, bermanfaat untuk
meningkatkan daya ingat. Juga memperbaiki sirkulasi kapiler, mempertahankan
tekanan darah normal, mengobati pembuluh darah otak.
Banyak
orang merasakan manfaat mengkonsumsi ikan sidat untuk penyakit rabun jauh,
rabun dekat, glukoma dan penyakit mata kering disebabkan karena mata terlalu
lelah.
Minyak ikan sidat dibuat dari ekstrak sum-sum ikan sidat segar,
mengandung tiga jenis nutrient penting yaitu: asam lemak omega 3 (DHA &
EPA) , Phospholipids dan antioksidan Vitamin E.
F. PANEN
Pemanenan
sidat berupa 2 jenis yaitu :
1)
Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.
2)
Berupa hasil akhir pemeliharaan sidat yang siap dijual untuk konsumsi
(besarnya/panjangnya
sesuai dengan permintaan pasar/konsumen).
Panen
sidat dilakukan dengan penangkapan secara seksama agar tidak merusak kulit.
Penangkapan dilakukan sebagai berikut.
       
Dua sampai tiga hari sebelum penangkapan sidat tidak diberi makan.
Ketika akan ditangkap barulah sidat diberi makan. Ketika sidat berkumpul
memperebutkan pakan dapat diciduk dengan sendok berjaring.
       
Kolam dikeringkan dan sidat ditampung dalam kantung yang terbuat
dari jaring halus sepanjang 3 m yang dikaitkan pada pipa pengeluaran air. Sidat
diarahkan masuk ke jaring penampungan.
       
Pisahkan antara belut/sidat yang berukuran besar (cepat
pertumbuhannya) dengan belut/sidat yang pertumbuhannya lambat. Pemisahan ini
penting mengingat kedua jenis ikan ini bersifat kanibal. Sering dijumpai
belut/sidat yang besar memakan yang kecil.
       
Sidat dikumpulkan dalam bak penampungan berair dangkal yang
dilengkapi aerator.
G. PEMBEROKAN
Sidat
yang akan diperdagangkan diberok dulu dalam kolam pemberokan yang berair jernih
mengalir. Sebelum dikemas, sidat yang akan dikirim jauh dengan lama perjalanan
lebih dari 12 jam harus diberokan (dipuasakan). Pemberokan dilakukan untuk
“membersihkan” isi perut sidat sehingga selama diperjalanan tidak mengeluarkan
feses yang dapat menurunkan kualitas kemasan. Disamping itu, pemberokan juga
bertujuan untuk menghilangkan bau lumpur, dengan demikian ketika dikonsumsi,
dagingnya tidak lagi berbau tanah.
Lama pemberokan tergantung suhu air lokasi. Di Eropa yang airnya
bersuhu 15o C, perlakuan pemberokan cukup 3 hari. Di Indonesia yang airnya
bersuhu sekitar 25o C diperlukan waktu 7-10 hari untuk memberoknya.
Berikut
ini tahap-tahap memberok:
1. Masukkan sidat ke dalam bak fiber berisi air bersih. Bak fiber
berukuran 2 x 2 x 1,5 meter dengan ketinggian air 0,5 meter dapat diisi 20 ekor
sidat dengan berat 1,5 kg/ekor. Beri aerasi untuk menjaga kadar oksigen
terlarut.
2. Diamkan sidat selama
24-36 jam. Semakin jauh perjalanan, masa pemberokan semakin lama.
Sidat yang telah diberok selanjutnya bisa dikirimkan ke pedagang
pengumpul untuk disalurkan ke pedagang eceran. Bisa juga dikirim ke perusahaan
eksportir untuk dikirim ke luar negeri, misalnya Jepang atau Hongkong.
H. PENGIRIMAN
HIDUP
Mengirim
sidat hidup dalam jumlah banyak memerlukan perlakuan-perlakuan rumit selama
pengangkutannya. Sidat terlebih dahulu ditempatkan dalam tangki-tangki di atas
truk. Waktu mengangkutnya malam hari agar suhu udara malam dapat menekan suhu
air dalam tangki serendah-rendahnya. Begitu pula dalam mengisikan air dalam
tangki harus menunggu udara malam yang sejuk. Selama perjalanan pun air dalam
tangki harus disirkulasikan dengan pompa air dan dihembusi udara segar dengan
kompresor yang cukup kuat guna menambah zat asam dalam airnya.
Perbandingan
bobot air dan sidat adalah 1:1. Hal ini berarti bahwa satu ton air (1.000
liter) hanya bisa untuk mengangkut sidat sebanyak satu ton (1.000 kg) sidat.
Kalau per ekor sidat berukuran 40 cm rata-rata berbobot 250 gram, maka untuk
1.000 liter air hanya bisa diisi 4.000 ekor sidat hidup.
Ditempat penampungan, sidat
ditimbun dulu sementara dalam bak-bak beton yang harus diberi peneduh berupa
terpal plastik, kondisi airnya harus disirkulasikan dengan pompa air serta
dihembusi kompresor. Dengan demikian suhu air tidak menjadi terlalu panas dan
selalu mencukupi kadar oksigen terlarut. Setiap sidat yang kedapatan mati
secepatnya disingkirkan agar tidak mengotori air bak lebih lama. Di dalam
bak-bak penimbunan ini sidat bisa disimpan berminggu-minggu asal air diusahakan
tetap segar dan sidat tetap kosong perutnya.
Pengangkutan
sidat hidup juga dapat menggunakan kantung plastik yang diberi zat asam.
Pergunakan kantung plastik dua lapis. Masukkan ke dalamnya 10 kg sidat,
masukkan beberapa butir es batu agar suhu air rendah dan aktivitas sidat turun.
Masukkan zat asam, dan kantung diikat kuat. Masukkan kantung tersebut dalam dus
untuk dikemas.
Cara
pengiriman melalui pesawat udara:
Persiapan:
         
Dalam satu box Styrofoam dapat diisi sidat seberat 20 kg,
yang nanti ditambah dengan air 2 liter.
         
Plastik yang digunakan untuk pengiriman adalah jenis plastik HD
tebal. Pada ujung-ujung plastik lapis 2 tersebut diikat dengan karet untuk
mencegah kebocoran dari ujung plastik.
         
Oksigen, es batu (berat @0.5 kg sebanyak 2 buah), lakban, karet
gelang disiapkan
Penanganan
sebelum ikan sidat dikemas:
1.   
Sidat di bius dengan cara; air kolam suhunya diturunkan sehingga
berkisar 22-25 oC. dengan memasukkan es langsung ke dalam kolam berisi sidat.
2.   
Lalu siapkan plastik diisi air (dari kolam pembiusan sidat)
sekitar 2-2.5 kg air, lalu es yang 1/2kg (2 buah) dimasukkan ke dalam plastik
yang isi air tersebut.
3.   
Setelah sidat dimasukkan ke dalam plastik berisi air tersebut,
lalu plastik diisi oksigen secukupnya (sesuai dimensi box styrofoam yang
digunakan) kemudian diikat yang rapat dengan karet gelang.
4.   
Plastik yang berisi sidat tersebut lalu dimasukkan ke dalam box
styrofoam yang sudah disiapkan, dilakban, lalu siap dikirim
I. PENANGANAN
SIDAT
Pada
pemeliharaan sidat secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan
pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar sidat dapat
diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan
pemasaran yang luas.
Sebelum
diolah dan diawetkan daging sidat perlu dibersihkan dulu dari lendirnya. Lendir
di kulit ikan mengandung banyak senyawa nitrogen dan merupakan sumber hara bagi
mikro-organisme. Lendir juga mudah rusak dan menimbulkan aroma menyimpang pada
ikan, dan membuka jalan bagi penetrasi bakteri lebih jauh lagi. Untuk memudahkan
menghilangkan lendir bisa dengan cara memberi abu atau menetesinya dengan air
jeruk nipis. Selanjutnya sidat dicuci bersih setelah dikerok badannya dengan
pisau tumpul. Bagi yang ahli, belut bisa dikuliti. Konon kulit belut bisa
diawetkan dan bisa dibuat sepatu.
Setelah lendir bersih kemudian perut dibelah memanjang dan seluruh
isi dalamnya dibuang agar dagingnya tidak pahit. Perut dibersihkan sampai
tulang punggung, lalu insang dibuang dan ekornya dipotong. Kalau mau dibuat
dendeng, kepala dan ekor harus dihilangkan. Setelah itu dicuci bersih.
J. PENGAWETAN DAN PENGOLAHAN SIDAT
Sidat
yang masih hidup atau baru saja ditangkap sangat bagus untuk diawet atau diasap.
Sidat yang masih segar, dagingnya padat, matanya jernih, insangnya merah, dan
bagus warnanya.
Selain
sebagai penangkap, pengumpul, pembudi daya, dan juga pemasaran, usaha sidat
dapat dilakukan juga sebagai pengawet dan juga sebagai pengolah. Kedua jenis
usaha ini juga bisa mendatangkan keuntungan yang besar. Selain itu, resiko
sebagai pengawet atau sebagai pengolah sangat kecil karena sidatnya sengaja
dibunuh. Sidat yang sudah mati –asal tidak busuk-bisa dijadikan sebagai bahan
dalam usaha ini.
Pengawet
sidat adalah orang-orang yang melakukan usaha dalam mengawetkan sidat. Bentuk
sidat hasil pengawetan tidak berubah atau masih utuh, tetapi sidat itu bisa
bertahan lama atau tidak membusuk. Rasa daging sidat dari hasil pengawetan ini
memang berubah tetapi bukan jadi tidak lezat, justru menambah kelezatan daging
sidat itu sendiri dan ciri khas rasa daging sidat tidak hilang. Ada tiga jenis
hasil pengawetan yang umum diperdagangkan, yaitu sidat asap, dendeng sidat, dan
sidat beku. Sidat asap dan dendeng sidat bisa dijual dengan harga antara Rp
100.000,00 – RP 150.000.00/kg.
Pengolah
sidat adalah orang-orang yang melakukan usaha dalam mengolah sidat menjadi
jenis makanan lain. Bentuk sidat hasil pengolahan jelas sudah berubah dan tidak
utuh lagi. Meskipun bentuknya berubah, tetapi rasa khas daging sidat tidak
hilang. Justru rasanya semakin lezat. Ada satu jenis hasil pengolahan yang umum
diperdagangkan, yaitu abon sidat. Selain abon, sidat juga bisa dibuat sosis.
Abon sidat dan sosis sidat bisa dijual dengan harga antara Rp. 100.000,00 – Rp
150.000,00/kg.
Sidat yang terlalu besar kurang empuk dagingnya. Daging sidat
semacam ini sebaiknya dibuat dendeng saja.
K. OLAHAN IKAN SIDAT
Upaya untuk meningkatkan daya
terima masyarakat terhadap ikan sidat dan nilai tambah ikan sidat itu sendiri,
maka produk yang dijual ke konsumen seyogyanya bukan hanya dalam bentuk segar,
tetapi juga dalam bentuk olahan. Oleh karena itu, maka kajian-kajian tentang
proses pengolahan ikan sidat perlu dikembangkan terutama produk olahan yang
sangat diminati oleh konsumen lokal maupun konsumen internasional.
1. Sidat
asap
Ikan
asap adalah hasil pengawetan ikan secara tradisional yang pengerjaannya
merupakan gabungan dari penggaraman (perendaman dalam air garam) dan pengasapan
sehingga memberikan rasa khas. Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk
dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap.
Pengasapan
termasuk salah satu cara pengawetan ikan. Inti pengasapan adalah ikan ditaruh
di atas pembakaran sehingga terus-menerus terasapi. Pengasapan ada dua macam,
yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas ialah
pengasapan yang dilakukan dengan cara ikan didekatkan pada api. Adapun pengasapan
dingin
, ikan diletakkan agak jauh dengan api. Alat pengasapan dibuat
sedemikian rupa sehingga memungkinkan asap terus-menerus mengasapi ikan.
Asap
kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil
yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan
yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama
dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa padatan yang
diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel tidak begitu penting pada proses
pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari
formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil
peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam
pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan
pengeringannya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan
kandungan air dari ikan yang diasapi.
Faktor
Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
1. Bahan
Mentah (raw material)
Seperti
halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak dapat
menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah
mundur mutunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik
harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari
penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah
hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan
permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya
juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan
kondisi ikan tersebut.
2.
Perlakuan-perlakuan pendahuluan (pre-treatments)
Di
daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau
sudah disiangi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet)
atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu.
Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar
dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan
pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya
penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine
salting
). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan
ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik,
larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan
di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal
garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang
kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang
terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses
pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol.
Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan
saja tanpa menggunakan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya
setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan
wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan
oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan kulit
ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh
pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini
akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga
menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.
3. Pengeringan
Sebelum Pengasapan
Setelah
penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan
yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan
atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak
pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di
mana kelembaban nisbi rendah. Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai
kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka
tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein
ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan
setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini
merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik.
Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai
kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan
rupa yang agak suram.
Tahapan
Pengolahan
Bahan :
– Sidat
– Garam
Cara
membuat:
         
Sidat hidup disayat mulai dari leher sampai ke bawah anus dan
buang isi perutnya.
         
Sidat yang telah disiangi dicuci lalu digarami.
         
Gantung sidat dengan posisi kepala di atas berderet seperti
jemuran.
         
Masukkan sidat yang telah tergantung dalam oven yang dibawahnya
dibakar kayu yang menimbulkan asap. Pintu oven dibiarkan terbuka agar asap yang
menimbulkan aroma meresap pada daging sidat. Prosesnya sekitar 25 menit.
         
Pintu oven ditutup, bara disemprot oksigen agar suhu menjadi lebih
panas selama 5 menit dan daging sidatnya setengah kering.
         
Pindahkan sidat dalam oven listrik untuk dikeringkan sampai
tingkat kematangan tertentu.
         
Setelah dikeluarkan dari oven, sidat asap diangin-anginkan dan
untuk selanjutnya dikemas.
2. Sidat
Panggang (Unagi kabayaki)
Dalam
proses pengasapan panas ikan yang akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan
sumber asap. Proses pengasapan panas juga sering disebut proses pemanggangan
ikan. Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui asap
itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap. Pengasapan panas
menggunakan suhu yang cukup yaitu 80 -90 oC. Karena suhu yang tinggi, daging
ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara
perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi
matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama.
Masakan
yang dikenal dengan istilah unagi adalah sajian sidat panggang yang
menjadi favorit di Jepang. Bukan hanya karena rasanya yang enak, tapi juga
masakan ini dipercaya mampu membangkitkan vitalitas. Orang Jepang memakannya
biasanya pada musim panas (akhir bulan Juli) agar memberikan kekuatan dan
vitalitas hingga akhir tahun. Unagi termasuk makanan yang paling mahal di
restoran-restoran Jepang dan hanya disuguhkan bagi orang-orang penting.
Sidat tanpa tulang diolah menjadi unagi-no-kabayaki
(sidat panggang) yang diberi saus manis kabayaki (seperti teriyaki).
Masyarakat Jepang bagian timur dan bagian barat memiliki cara yang berbeda
dalam mengolah sidat. Di Jepang bagian timur, sidat dipanggang, direbus dan
kemudian dipanggang lagi sebelum dimakan, sehingga rasanya menjadi lebih lunak.
Berbeda dengan di Jepang barat, sidat langsung dipanggang dan dimakan.
Sebelum
dipanggang, ikan sidat dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau
tajam ikan sidat dibelah menjadi dua bagian, diangkat isi perut dan juga
ttulang/duri ikan sidat jadi yang tersisa adalah benar-benar dagingnya saja
tapi duri sedikitpun. Untuk bagian kepala biasanya juga dibuang.
Setelah
ikan sidat dibelah dan dibersihkan, ikan sidat siap dipanggang dengan ditambah
kecap spesial khas Jepang atau juga bisa diberi saus yang terutama dibuat dari
campuran kecap asin (5 bagian), mirin (sake manis 5 bagian), gula pasir, dan
sake. Selesai dipanggang pertama kemudian di-steam agar daging ikan
sidat ini menjadi empuk dan bumbu bisa meresap sampai kedalam daging.
Selesai di-steam ikan sidat
dipanggang lagi untuk kedua kalinya, tujuannya adalah untuk menguatkan rasa
panggangnya, sewaktu pemanggangan kedua kalinya ikan sidat terus menerus
dilumasi dengan kecap khas Jepang agar rasa tidak berubah.
3. Dendeng
Sidat
Dendeng ikan adalah jenis makanan
awetan yang dibuat dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan
bahan lain untuk memperoleh rasa yang diinginkan. Salah satu bentuk olahan yang
dapat dilakukan pada ikan sidat adalah dengan pengolahan dendeng ikan sidat.
Dendeng ikan sidat adalah bentuk olahan semi basah yang dilakukan dengan
perendaman atau pembaceman dalam larutan bumbu, yaitu gula merah, bawang putih,
bawang merah, garam, dan ketumbar selama 24 jam kemudian dilakukan proses
pengeringan dan daya awetnya cukup lama dan rasanya manis gurih.
1. Alat
dan Bahan
– Pisau – Timbangan
– Talenan – Kompor
– Baskom plastik –
Para-para/tempat penjemuran
– Panci
– Penirisan
2.
Prosedur Kerja
a.   
Bumbu-bumbu yaitu bawang merah, bawang putih, laos, ketumbar, dan
garam dihaluskan dan disisihkan, gula merah direbus dan didinginkan sampai
kental, kemudian tambahkan bumbu halus, selanjutnya sisihkan yang akan
digunakan untuk pembaceman ikan.
b.   
Ikan sidat disiangi dengan cara memotong bagian kepala, membelah
bagian punggung, membuang isi perut dan dipotong dengan ukuran ±5 cm,
selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan.
c.   
Potongan daging ikan sidat kemudian direndam dalam larutan bumbu
(dibacem). Pembaceman dilakukan dalam baskom plastik dengan bumbu yang telah
disiapkan, pembaceman dilakukan dalam baskom plastik dengan cara bumbu dituang
sedikit demi sedikit berselang-selang antara ikan dan bumbu. Pembaceman
dilakukan selama 20 jam, setelah itu ditiriskan.
d.   
Potongan daging ikan sidat yang ditiriskan kemudian ditata pada
para-para/alat penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan cara bagian yang tidak
berkulit diletakkan menghadap ke atas dan setiap 2 jam dilakukan pembalikan.
4. Abon
Sidat
Sebagaimana telah diungkapkan
sebelumnya bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengenal bentuk/rupa
ikan sidat dan mencicipi rasanya. Agar ikan sidat dapat dikenal dan dapat
diterima sebagai konsumsi oleh masyarakat maka dilakukan pengenalan
produk-produk olahannya kepada masyarakat. Disamping itu, ada kesan bahwa sidat
lebih mirip ular ketimbang ikan, menyebabkan timbulnya respon yang kurang baik
dimasyarakat. Salah satu usaha mengubah kesan seperti ular tadi adalah dengan
mengolahnya menjadi abon. Dengan dibuat produk abon, diharapkan konsumsi
masyarakat terhadap sidat dapat ditingkatkan, apalagi daging sidat memilki rasa
yang khas dan gurih. Berdasarkan SNI 01-3707-1995, abon merupakan hasil
pengolahan yang berupa pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan
bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang daya simpan
Bahan
Utama
Sidat yang berukuran
cukup besar 1 -2 kg
Bahan
Tambahan
a.   
Kelapa ukuran sedang (daging:santan = 3:1) 5 butir
b.   
Gula pasir 1,5 ons
c.   
Bawang merah 1,25 ons
d.   
Bawang putih 0,5 ons
e.   
Ketumbar (±10 sendok makan) 20 gr
f.    
Lengkuas (±3 cm) 1 potong
g.   
Cabe merah (±10 biji) 30 gr
h.   
Garam halus (± 4 sdm) 40 gr
i.    
Salam secukupnya
j.    
Minyak goreng dengan perbandingan bahan: minyak = 1 : 1
Cara
Membuat
a.   
Sidat dibunuh dengan dipukul kepala, lalu disiangi dan dicuci
b.   
Sidat direbus dalam panci hingga matang (± 20 menit)
c.   
Setelah dingin, duri dipisahkan dan dagingnya dihancurkan
d.   
Bumbu ditumis, lalu daging sidat dimasukkan dan ditambahkan santan
kental
e.   
Bahan digoreng sampai berwarna cokelat tua, lalu segera ditiriskan
f.    
Abon dipres untuk dikeluarkan kelebihan minyaknya, kemudian
didinginkan atau diangin-angikan
g.   
Abon siap dikemas
5. Sosis
Sidat
Sosis
adalah salah satu produk olahan daging yang sekarang mulai populer di
masyarakat, terutama anak-anak. Pengolahan sosis ini pada awalnya dikembangkan
oleh negara empat musim, yang bertujuan untuk mengawetkan, sehingga mereka
tidak kekurangan daging selama musim dingin.
Sosis
merupakan emusli minyak dalam air (oil in water atau o/w). Sosis
ikan merupakan daging ikan cancing yang ditambahkan minyak, bumbu dan pati
sebagai pengisi. Teknologi produksinya, campuran ini kemudian dimasukkan ke
dalam casing dan diikat, setelah itu diuapkan atau direbus.
Kandungan
Gizi Sosis
Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak
maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka
dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja,
karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya
tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan
penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari.
Pembuatan
Sosis
Pembuatan
sosis ikan hampir sama dengan pembuatan kamaboko (jenis pasta ikan
Jepang) akan tetapi terdapat perbedaan, yaitu sosis ikan dimasukkan ke dalam casing
ditambahkan lemak, dan bumbu ke dalam sosis ikan. Sedangkan kamaboko tidak
dimasukkan ke dalam casing dan tidak memiliki rasa/hambar.
Dalam
proses pembuatan sosis ikan, kepala ekor, tulang dan jeroan dibuang terlebih
dahulu kemudian di fillet dan dikuliti (jika ukuran ikan besar). Setelah itu,
daging ikan dicuci untuk membersihkan lemak, darah dan kotoran. Daging yang
telah bersih dilembutkan dengan cara digiling.
Bahan
yang telah digiling tersebut dilembutkan, pada proses tersebut dtambahkan garam
pada daging setelah mesin dinyalakan selama 1-2 menit. Tujuan proses pelembutan
dan pengadukkan adalah untuk mendapatkan emulsi yang stabil dengan adonan yang
tercampur sehingga homogen dan terbentuk pasta.
Pencampuran
tepung ke dalam adonan dilakukan terakhir untuk mengatur elastisitas akhir
daging. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan dimasukkan ke dalam casing
dan diikat kemudian direbus.
Prosedur
Pembuatan Sosis:
1.
Persiapan bahan baku
Ikan
yang digunakan adalah ikan sidat segar dengan ukuran kurang lebih 40 – 55 cm
dengan berat antara 75 -125 gram. Ikan sidat segar dimatikan dengan cara
memukul bagian kepalanya.
2.
Pembersihan ikan
Sidat
yang sudah mati dibersihkan lendir dan kotoran sekitar kulit dengan menggunakan
abu gosok. Setelah bersih dari lendir, kepala dan ekor dipotong kemudian diiris
bagian punggung dimulai dari bagian kepala menuju ekor. Pengirisan dilanjutkan
kearah bagian dalam mengikuti bentuk tulang belakang menuju bagian perut,
sesampai diperut isinya dikeluarkan. Pengirisan dilanjutkan hingga tulang
belakang mudah dikeluarkan.
Ikan yang telah terlepas dari
tulang dan kotoran perut tersebut dikuliti dengan cara terlebih dahulu
menimbulkan sebagian kecil kulit pada daging bagian ekor menggunakan pisau
tajam. Kulit yang sedikit terpisah dari daging itu kemudian ditarik dengan
menggunakan tangan, sedangkan bagian daging yang sedikit tertinggal di kulit
diambil dengan bantuan pisau. Daging ikan yang diperoleh dibersihkan dengan air
mengalir dari kotoran yang melekat dan ditiriskan.
3.
Pembuatan adonan
Penggilingan
daging ikan sidat dilakukan dengan menggunakan penggiling daging dan dihaluskan
dengan menggunakan grinder selama kurang lebih 2-3 menit. Daging halus
tersebut kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kurang dari 10 oC. Daging
halus yang telah dingin dicampur dengan tepung dan bumbu lainnya.
Pemasukan
ke dalam casing dan perebusan
Adonan
kemudian dimasukkan ke dalam casing dengan menggunakan pressure
cookies
dan direbus. Dalam proses perebusan, air yang digunakan terlebih
dahulu dimasak sampai dengan mendidih untuk menghancurkan mikroorganisme yang
ada dalam air. Air yang telah mendidih tersebut suhunya diturunkan hingga
mencapai suhu yang ditetapkan yaitu 70 – 80 oC kemudian sosis dimasukkan dan
direbus selama 30 menit. Kestabilan suhu perebusan terjaga dengan menggunakan
dandang aluminium ukuran besar, penggunaan api kecil dan apabila suhu mulai
meningkat ditambahkan air masak yang dingin.
Bahan yang digunakan tepung tapioka
10%, Garam 3%, Minyak sayur 5%, Gula 1,6%, MSG 0,1%, sodium tripoliphospat
0,2%, pala 0,1%, bawang putih 0,1% dan air es 3% dari total adonan
PENGOLAHAN IKAN SIDAT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas