Ikan

Nilai – Nilai yang terkandung Pada Hukum Adat Lilifuk

Ada 7 (tujuh) nilai dalam hukum adat lilifuk, di antaranya:
Keindahan Pantai
1. Nilai Religius
Masyarakat Kuanheun percaya akan adanya kekuatan yang menguasai laut yang disebut dengan Raja Laut (Uis Tasi). Hal ini dapat ditemukan dalam mitos-mitos yang dipercayai, yakni apabila seseorang melakukan pelanggaran hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk), seperti menangkap ikan sebelum waktunya, maka orang tersebut dipercaya akan mendapat sial. Hal ini dikarenakan ada keyakinan bahwa lilifuk dijaga oleh sesuatu yang memiliki kekuatan gaib (supernatural power). 
2. Nilai Ekologi
Hukum adat lilifuk mengatur bahwa dalam melakukan penangkapan ikan di lilifuk, setiap orang wajib menggunakan alat tangkap yang tidak merusak lilifuk yang dalam ungkapan adatnya: “het ika at paek at pake bale le kana leu tasi” artinya menangkap ikan menggunakan alat yang tidak merusak laut.
Norma-norma dalam hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk)  bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sumber daya laut agar dapat hidup, tumbuh, berkembang secara optimal, serta mendapat perlindungan dari ancaman perusakan, pemusnahan, dan pencemaran dari berbagai kegiatan atau perilaku manusia yang mengabaikan kelestarian sumber daya pesisir. Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) ditujukan untuk menjaga lingkungan pesisir mereka. 
3. Nilai Komunal
Sebagai tuan tanah (pah tuaf) dari lilifuk, tidak membuat Suku Baineo memiliki lilifuk secara mutlak. Suku Baineo berkuasa terhadap pengelolaan lilifuk, namun hasil dan manfaat dari lilifuk tetap menjadi milik dari setiap warga Desa Kuanheun.
Sekalipun Suku Baineo memiliki hubungan yang kuat dengan lilifuk sebagai pemilik tanah namun hal tersebut tidak melemahkan nilai kepemilikan bersama atas manfaat lilifuk. selain itu, dalam menyelesaikan setiap pelanggaran lilifuk pun harus dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan melibatkan berbagai pihak dan masyarakat.
4. Nilai Relasi Sosial
Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) memberikan gambaran mengenai bagaimana manusia seharusnya membangun relasi sosial yang baik, harmonis, seimbang, serasi dan selaras baik antara manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya.
Hukum ini berusaha untuk menciptakan jalinan hubungan yang baik antar masyarakat melaluipemberian undangan untuk panen dan musyawarah yang dilakukan dalam menyelesaikan segala permasalahan. Tidak hanya relasi antar manusia, hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) juga berupaya untuk menciptakan relasi yang baik antar manusia dengan lingkungan dengan cara menjaga dan berusaha melestarikannya. Ada kesadaran bahwa lingkungan sebagai bagian dari hidup mereka yang bersama-sama memiliki keterikatan satu sama lain yang harus selalu dipertahankan.
5. Nilai Solidaritas dan Tanggungjawab
Upaya konservasi yang dilakukan melalui hukum adat lilifuk menunjukan adanya rasa tanggung jawab dan solidaritas dari masyarakat Kuanheun terhadap keberlangsungan hidup biota laut serta kelestarian lingkungan. Masyarakat merasa bertanggungjawab untuk menjasa kelangsungan hidup biota laut dengan menjaganya agar tidak punah dan terancam hidupnya oleh tindakan serakah manusia.
Melalui upaya penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan lilifuk, masyarakat telah memberikan perhatian terhadap kehidupan laut dengan berusaha membangun lingkungan yang baik bagi perkembangbiakan biota laut agar dapat terus lestari. Masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.
6. Nilai Kepemimpinan Sosial
Pengakuan dan penghargaan terhadap keberadaan pemimpin adat terdapat dalam hukum adat lilifuk. Pemimpin adat, seperti lembaga adat (amnais alat), kepala desa (temukung), tuan tanah (pah tuaf), dan amnasit memiliki peran sentral dalam penyelesaian masalah dan ritual-ritual adat. Masyarakat menaruh ketaatan terhadap keputusan yang dibuat oleh pemimpin adat.
Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin akan diikuti oleh masyarakat sebagai sesuatu yang benar. Peran dan tugas yang dilakukan oleh pemimpin mereka telah membangun rasa kepemimpinan di dalam masyarakat. Nilai kepemimpinan ini juga terlihat dari sikap masyarakat yang jika ingin melakukan sesuatu di wilayah tuan tanah, maka akan meminta izin kepada tuan tanah sebagai pemimpin mereka dalam ungkapan (“a etun auf tuaf” artinya “kasih tahu tuan tanah”)
7. Nilai Pendidikan
Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) menjadi sarana pembelajaran banyak hal, baik mengenai ekologi, komunal (kebersamaan), solidaritas dan tanggung jawab, relasi sosial maupun mengenai kepemimpinan sosial.
Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan dan bagaimana seharusnya manusia menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan sesama dan lingkungan.
Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Semoga Bermanfaat…

Most Popular

To Top