A. PEMBENIHAN IKAN BANDENG
Benih
bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha
budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak
dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor
ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi
budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha
pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener
tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam
pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap
pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan
pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing
bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di
hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus
meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha
budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak
dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor
ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi
budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha
pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener
tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam
pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap
pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan
pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing
bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di
hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus
meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
Teknologi
produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu
Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala
Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan.
Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat
cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan
kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL).
Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih
bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha
pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi
kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak
memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan
budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung
kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya
benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun
melalui penebaran di perairan pantai (restocking).
produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu
Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala
Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan.
Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat
cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan
kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL).
Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih
bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha
pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi
kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak
memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan
budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung
kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya
benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun
melalui penebaran di perairan pantai (restocking).
Disisi lain, perkembangan
hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik tumbuh kegiatan
ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang
mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang
terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku
sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong
kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik tumbuh kegiatan
ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang
mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang
terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku
sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong
kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
1.
Persyaratan lokasi
Persyaratan lokasi
Pemilihan
tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut:
tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut:
1) Status tanah dalam kaitan dengan
peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketersediaan air dan
pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
–
Pergantian air minimal; 200 % per hari.
Pergantian air minimal; 200 % per hari.
– Suhu air, 26,5-310C.
– PH; 6,5-8,5.
– Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
– Alkalinitas 50-500ppm.
– Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari
sampai ke dasar pelataran).
sampai ke dasar pelataran).
– Air terhindar dari polusi baik
polusi bahan organik maupun an organik.
polusi bahan organik maupun an organik.
3) Sifat-sifat perairan pantai dalam
kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
4) Faktor-faktor biologis seperti
kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan
kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan
kegagalan proses produksi.
kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan
kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan
kegagalan proses produksi.
2.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana
1)
Sarana Pokok
Sarana Pokok
Fasilitas
pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva,
bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva,
bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
a.
Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak
penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga
air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya
yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan
air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan
pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air
tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton
serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim
pemipaan air tawar, air laut dan udara.
penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga
air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya
yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan
air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan
pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air
tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton
serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim
pemipaan air tawar, air laut dan udara.
b.
Bak Pemeliharaan Induk
Bak Pemeliharaan Induk
Bak
pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman
lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di
luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman
lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di
luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
c.
Bak Pemeliharan Telur
Bak Pemeliharan Telur
Bak
perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung
lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung
lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
d.
Bak Pemeliharaan Larva
Bak Pemeliharaan Larva
Bak
pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat
terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap,
berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur
sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan
beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air
pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk menyangga
atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat
terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap,
berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur
sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan
beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air
pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk menyangga
atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
e.
Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan
Rotifera.
Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan
Rotifera.
Bak
kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan
larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar
ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan
plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak
untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan
larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar
ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan
plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak
untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
Kedalamam
bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air
dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur
plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat
dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap
tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera
dan larva sebaliknya 5:5:1.
bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air
dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur
plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat
dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap
tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera
dan larva sebaliknya 5:5:1.
2)
Sarana Penunjang
Sarana Penunjang
Untuk
menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami,
ruang pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda
dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional)
harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk
menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami,
ruang pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda
dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional)
harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk
menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
a. Laboratorium pakan alami seperti
laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan
pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan
pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
a. Laboratorium kering termasuk
laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak
pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan
plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan
yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta
sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen
murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar
pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik
dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan
dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan
blower, ruang pendingin dan gudang.
laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak
pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan
plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan
yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta
sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen
murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar
pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik
dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan
dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan
blower, ruang pendingin dan gudang.
3) Sarana
Pelengkap
Pelengkap
Sarana
pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan,
alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang
pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan,
alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang
pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
3. Teknik Pemeliharan
1)
Persiapan Operasional.
Persiapan Operasional.
a. Sarana yang digunakan memenuhi
persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan
dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3
hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam
bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine
10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan
larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu
formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk
mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan
dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3
hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam
bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine
10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan
larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu
formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk
mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
b. Menyiapkan bahan makanan induk dan
larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan
persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan
persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c. Menyiapkan tenaga pembenihan yang
terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
2)
Pengadaan Induk.
Pengadaan Induk.
a. Umur induk antara 4~5 tahun yang
beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b. Pengangkutan induk jarak jauh
menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air
bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi
aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air
bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi
aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
c.
Kepadatan
induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya
dan panas.
Kepadatan
induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya
dan panas.
d.
Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
3)
Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan Induk
a.
Induk
berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak
berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
Induk
berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak
berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
b.
Pergantian
air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
Pergantian
air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
c.
Pemberian
pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 %
dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
Pemberian
pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 %
dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d.
Salinitas
30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang <
0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.
Salinitas
30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang <
0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.
4) Pemilihan
Induk
Induk
a.
Berat
induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan
tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
Berat
induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan
tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b.
Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam
20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam
20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c. Diameter telur yang diperoleh melalui
kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d. Induk jantan yang siap dipijahkan
adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan
sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan
sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
5)
Pematangan Gonad
Pematangan Gonad
a.
Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan
dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan
implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan
gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan
dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan
implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan
gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
Cara
penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng
penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng
·
Induk
bandeng diletakkan di atas bantalan busa.
Induk
bandeng diletakkan di atas bantalan busa.
·
Lendir
yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.
Lendir
yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.
·
Salah
satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk
membuat lubang untuk menanam pellet hormon.
Salah
satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk
membuat lubang untuk menanam pellet hormon.
·
Pellet
hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.
Pellet
hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.
·
Indukan
kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.
Indukan
kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.
b.
Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan
perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha
methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat
induk 3,5 sampai 7 kg).
Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan
perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha
methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat
induk 3,5 sampai 7 kg).
6)
Pemijahan Alami.
Pemijahan Alami.
a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan
kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan
“diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan
“diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b. Pergantian air minimal 150 % setiap
hari.
hari.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk
per 2-4 m3 air.
per 2-4 m3 air.
d. Pemijahan umumnya pada malam hari.
Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga
fertilisasi terjadi secara eksternal.
Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga
fertilisasi terjadi secara eksternal.
7)
Pemijahan Buatan.
Pemijahan Buatan.
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui
rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan
betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan
(implantasi).
rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan
betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan
(implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah
2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang
digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada
dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang
digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada
dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang
mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH-
a pada dosis 5.000 10.000IU per Kg berat tubuh.
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang
mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH-
a pada dosis 5.000 10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0
meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring
dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat
keluar tangki.
meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring
dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat
keluar tangki.
8)
Penanganan Telur.
Penanganan Telur.
a. Telur ikan bandeng yang dibuahi
berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi
akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi
akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
b. Selama inkubasi, telur harus diaerasi
yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan
aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara
hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal
dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan
aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara
hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal
dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
c. Masa kritis telur terjadi antara 4-8
jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan
sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat
mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini
belum bisa dilakukan.
jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan
sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat
mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini
belum bisa dilakukan.
d. Setelah telur dipanen dilakukan
desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit
untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit
untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9)
Pemeliharaan Larva.
Pemeliharaan Larva.
a. Air media pemeliharaan larva yang
bebas dari pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm
diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan
dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm
batu aerasi.
bebas dari pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm
diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan
dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm
batu aerasi.
b. Larva umur 0-2 hari kebutuhan
makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah
hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera.
Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi
nener.
makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah
hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera.
Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi
nener.
c. Pada hari ke nol telur-telur yang
tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai
hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang
panen.
tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai
hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang
panen.
d. Masa kritis dalam pemeliharaan larva
biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah
kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu
terus dipertahankan pada kisaran optimal.
biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah
kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu
terus dipertahankan pada kisaran optimal.
e. Nener yang tumbuh normal dan sehat
umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara
sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng
dewasa.
umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara
sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng
dewasa.
10)
Pemberian Makanan Alami
Pemberian Makanan Alami
a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72
jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus
plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp
sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus
plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp
sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b. Kepadatan rotifera pada awal
pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur
larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah
chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau
sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10
setelah menetas.
pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur
larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah
chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau
sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10
setelah menetas.
c. Pakan buatan (artificial feed)
diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih
dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan
tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih
dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan
tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d. Perbandingan yang baik antara pakan
alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel.
Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut
larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan
buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai
pakan larva bandeng.
alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel.
Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut
larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan
buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai
pakan larva bandeng.
11)
Budidaya Chlorella
Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella
yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam
kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah
pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus
cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C,
sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan
diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3.
Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki
pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa
benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan
sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring
60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang
tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per
milimeter.
yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam
kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah
pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus
cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C,
sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan
diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3.
Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki
pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa
benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan
sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring
60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang
tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per
milimeter.
12) Budidaya
Rotifera.
Rotifera.
Budidaya rotifera
skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen
disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest).
Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan
awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya
disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah.
Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton
diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan
mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.
skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen
disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest).
Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan
awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya
disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah.
Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton
diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan
mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.
Keberhasilan
budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang
merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer
berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml.
Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan
penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada
dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka
saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta
jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran
tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan
dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer
dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk
mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan
pemeliharaan berikutnya.
budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang
merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer
berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml.
Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan
penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada
dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka
saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta
jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran
tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan
dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer
dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk
mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan
pemeliharaan berikutnya.
4. PANEN
1) Panen dan
Distribusi Telur. Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur
yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran
1×5,5×0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg
collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan
telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net
berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Distribusi Telur. Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur
yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran
1×5,5×0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg
collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan
telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net
berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Telur yang terambil
dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit
dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit
sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas
air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau
melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk
pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik
kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi
dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan
ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau
sebelum telur menetas ( ± 12 jam). 2) Distribusi Telur. Pengangkutan telur
dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40×60 cm,
dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan
perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama
transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan.
Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C
berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah
dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan
sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi.
Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan
penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar
kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar. 3) Panen dan
Distribusi Nener. Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air,
dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat
disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis.
Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan
lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak
perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang
dapat menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam
wadah pengangkutan
dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit
dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit
sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas
air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau
melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk
pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik
kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi
dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan
ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau
sebelum telur menetas ( ± 12 jam). 2) Distribusi Telur. Pengangkutan telur
dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40×60 cm,
dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan
perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama
transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan.
Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C
berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah
dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan
sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi.
Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan
penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar
kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar. 3) Panen dan
Distribusi Nener. Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air,
dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat
disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis.
Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan
lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak
perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang
dapat menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam
wadah pengangkutan
a) Persiapan plastik
packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing b) Memasukkan oksigen ke
dalam plastik packing c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar
oksigen tidak keluar d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan e) Benih siap di
distribusikan 4) Panen dan Distribusi Induk. Panen induk harus diperhatikan
kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi,
kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk,
dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap
sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk
dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta
suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress.
Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m3,
oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3
tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas
rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat
transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk
mempercepat kondisi induk pulih kembali.
packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing b) Memasukkan oksigen ke
dalam plastik packing c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar
oksigen tidak keluar d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan e) Benih siap di
distribusikan 4) Panen dan Distribusi Induk. Panen induk harus diperhatikan
kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi,
kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk,
dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap
sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk
dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta
suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress.
Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m3,
oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3
tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas
rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat
transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk
mempercepat kondisi induk pulih kembali.
B. PENGGELONDONGAN
BANDENG
BANDENG
Hampir satu dasawarsa
serangan penyakit udang yang mematikan belum dapat terkendali secara efektif,
kegagalan sudah berkali-kali dialami petani/pengusaha tambak. Timbulnya
penyakit udang tersebut disebabkan semakin menurunnya daya dukung lahan tambak
sebagai akibat dari penerapan Sapta Usaha Pertambakan yang tidak sesuai anjuran
dan adanya berbagai bentuk manipulasi lingkungan perairan tambak yang dilakukan
petani, semua ini bermuara kepada terganggunya keseimbangan sistim perairan
(Ali Poernomo, 1992).
serangan penyakit udang yang mematikan belum dapat terkendali secara efektif,
kegagalan sudah berkali-kali dialami petani/pengusaha tambak. Timbulnya
penyakit udang tersebut disebabkan semakin menurunnya daya dukung lahan tambak
sebagai akibat dari penerapan Sapta Usaha Pertambakan yang tidak sesuai anjuran
dan adanya berbagai bentuk manipulasi lingkungan perairan tambak yang dilakukan
petani, semua ini bermuara kepada terganggunya keseimbangan sistim perairan
(Ali Poernomo, 1992).
Salah satu upaya
untuk meningkatkan kembali daya guna dan nilai guna lahan tambak diperlukan
adanya suatu solusi dengan memfungsikan tambak melalui budidaya bermacam-macam
komoditi salah satu diantaranya adalah komoditi ikan bandeng. Ikan bandeng
adalah salah satu sumber protein hewani yang harganya lumayan dan dapat
dijangkau oleh masyarakat luas, selain dikonsumsi dalam bentuk ikan segar juga
dalam bentuk olahan diantaranya: pindang dan bandeng presto (Aslianti, 1994).
untuk meningkatkan kembali daya guna dan nilai guna lahan tambak diperlukan
adanya suatu solusi dengan memfungsikan tambak melalui budidaya bermacam-macam
komoditi salah satu diantaranya adalah komoditi ikan bandeng. Ikan bandeng
adalah salah satu sumber protein hewani yang harganya lumayan dan dapat
dijangkau oleh masyarakat luas, selain dikonsumsi dalam bentuk ikan segar juga
dalam bentuk olahan diantaranya: pindang dan bandeng presto (Aslianti, 1994).
Kebutuhan lain yang
akhir-akhir ini cukup berkembang adalah sebagai umpan hidup untuk penangkapan
tuna/cakalang (Asmin Ismail, dan Ahmad Sudrajad, 1992). Kelebihan lain yang
dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu,
pH, kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi
terhadap kisaran kadar garam 0-15 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak
mempunyai sifat kanibal sehingga ikan ini mempunyai kecenderungan untuk
dibudidayakan dengan kepadatan tinggi terutama penggelondongan (Liao, 1985).
Dalam usaha budidaya benih sampai ukuran gelondongan merupakan komponen penentu
menuju keberhasilan budidaya. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah
rendahnya teknologi penggelondongan yang dimiliki petani/pengusaha, baik itu
padat tebar, pemberian pakan tambahan dan manajemen air, sehingga tingkat
pertumbuhan dan kelulusan hidup yang didapatkan dalam penggelondongan bandeng
masih sangat rendah. Untuk itu diperlukan adanya informasi yang akurat
menyangkut teknologi penggelondongan nener bandeng sebagai acuan yang dapat dimanfaatkan
oleh petani/pengusaha tambak. Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan
penggelondongan nener bandeng sampai ukuran (5-7 cm) adalah sebagai berikut :
akhir-akhir ini cukup berkembang adalah sebagai umpan hidup untuk penangkapan
tuna/cakalang (Asmin Ismail, dan Ahmad Sudrajad, 1992). Kelebihan lain yang
dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu,
pH, kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi
terhadap kisaran kadar garam 0-15 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak
mempunyai sifat kanibal sehingga ikan ini mempunyai kecenderungan untuk
dibudidayakan dengan kepadatan tinggi terutama penggelondongan (Liao, 1985).
Dalam usaha budidaya benih sampai ukuran gelondongan merupakan komponen penentu
menuju keberhasilan budidaya. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah
rendahnya teknologi penggelondongan yang dimiliki petani/pengusaha, baik itu
padat tebar, pemberian pakan tambahan dan manajemen air, sehingga tingkat
pertumbuhan dan kelulusan hidup yang didapatkan dalam penggelondongan bandeng
masih sangat rendah. Untuk itu diperlukan adanya informasi yang akurat
menyangkut teknologi penggelondongan nener bandeng sebagai acuan yang dapat dimanfaatkan
oleh petani/pengusaha tambak. Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan
penggelondongan nener bandeng sampai ukuran (5-7 cm) adalah sebagai berikut :
a.
Pemenuhan
kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang budidaya bandeng
umpan maupun bandeng konsumsi.
Pemenuhan
kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang budidaya bandeng
umpan maupun bandeng konsumsi.
b. Meningkatkan
kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
c. Menekan biaya
produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap budidaya bandeng
umpan atau bandeng konsumsi.
produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap budidaya bandeng
umpan atau bandeng konsumsi.
d. Berfungsi sebagai
komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
e. Peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
f.
Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.
Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.
1. Pemilihan Lokasi
Pada umumnya petakan
tambak penggelondongan nener bandeng sama dengan petakan tambak budidaya ikan
bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di lokasi dengan perbedaan tinggi pasang
surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal adalah 0,50 m dari permukaan air laut.
Tanah dasar yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty
loan) karena selain mampu menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga
dasar. Tanah tambak yang baru dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu
perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar
dan pencucian maupun pengapuran. Persyaratan Lokasi Penggelondongan Nener
Bandeng.
tambak penggelondongan nener bandeng sama dengan petakan tambak budidaya ikan
bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di lokasi dengan perbedaan tinggi pasang
surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal adalah 0,50 m dari permukaan air laut.
Tanah dasar yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty
loan) karena selain mampu menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga
dasar. Tanah tambak yang baru dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu
perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar
dan pencucian maupun pengapuran. Persyaratan Lokasi Penggelondongan Nener
Bandeng.
Keadaan Lingkungan
(Variabel) 1
PH 7 – 8 2 Oksigen terlarut > 3 ppm 3 Suhu air 25 – 30 0C 4 Salinitas 10 –
30 ppt 5 Sumber air Payau dan tawar 6 Kualitas air Tidak tercemar 7 Tekstur
tanah Liat berdebu
(Variabel) 1
PH 7 – 8 2 Oksigen terlarut > 3 ppm 3 Suhu air 25 – 30 0C 4 Salinitas 10 –
30 ppt 5 Sumber air Payau dan tawar 6 Kualitas air Tidak tercemar 7 Tekstur
tanah Liat berdebu
2. Konstruksi dan
Desain Tambak
Desain Tambak
Pematang tambak
terdiri dari pematang keliling (tanggul primer) dan pematang penyekat (tanggul
skunder). Pematang keliling harus cukup lebar (> 1 m) dengan lereng bagian
dalam 1-1,5 dan lereng bagian luar 1- 1,20 m. Sedangkan lebar pematang
perantara dibuat lebih kecil dengan lereng tanggul 1:1 (Poernomo 1992).
terdiri dari pematang keliling (tanggul primer) dan pematang penyekat (tanggul
skunder). Pematang keliling harus cukup lebar (> 1 m) dengan lereng bagian
dalam 1-1,5 dan lereng bagian luar 1- 1,20 m. Sedangkan lebar pematang
perantara dibuat lebih kecil dengan lereng tanggul 1:1 (Poernomo 1992).
Tinggi pematang
sebaiknya tidak kurang dari 0,5 m di atas pasang naik tertinggi dari penyusutan
sebesar 15-20% harus diperhitung pada pembuatan semua jenis pematang. Saluran
di tambak terdiri atas saluran pemasukan, saluran pembuangan dan saluran
pembagi. Di dalam tiap petakan tambak dapat dibuat parit-parit keliling (caren)
dengan lebar 2-4 m dan dalam 0,3-0,5 m dari permukaan pelataran. Pintu air satu
unit tambak terdiri atas satu pintu utama, pintu sekunder dan pintu tertier.
Pintu utama dipasang pada pematang utama keliling untuk pengaturan pemasukan
air ke dalam unit tambak. Pintu sekunder dipasang pada pematang perantara untuk
memasukkan air dari saluran pembagi ke dalam tiap petakan, ukuran pintu air
sebaiknya diatur sesuai dengan kapasitas lahan sehingga pemasukan dan
pengeluaran air dapat dilakukan dengan lebih cepat. Tiap petak dalam satu unit
tambak harus mendapatkan pengairan tersendiri, untuk mencegah penggunaan air
yang berkualitas rendah sebaiknya pengairan tidak dilakukan secara seri.
sebaiknya tidak kurang dari 0,5 m di atas pasang naik tertinggi dari penyusutan
sebesar 15-20% harus diperhitung pada pembuatan semua jenis pematang. Saluran
di tambak terdiri atas saluran pemasukan, saluran pembuangan dan saluran
pembagi. Di dalam tiap petakan tambak dapat dibuat parit-parit keliling (caren)
dengan lebar 2-4 m dan dalam 0,3-0,5 m dari permukaan pelataran. Pintu air satu
unit tambak terdiri atas satu pintu utama, pintu sekunder dan pintu tertier.
Pintu utama dipasang pada pematang utama keliling untuk pengaturan pemasukan
air ke dalam unit tambak. Pintu sekunder dipasang pada pematang perantara untuk
memasukkan air dari saluran pembagi ke dalam tiap petakan, ukuran pintu air
sebaiknya diatur sesuai dengan kapasitas lahan sehingga pemasukan dan
pengeluaran air dapat dilakukan dengan lebih cepat. Tiap petak dalam satu unit
tambak harus mendapatkan pengairan tersendiri, untuk mencegah penggunaan air
yang berkualitas rendah sebaiknya pengairan tidak dilakukan secara seri.
3. Persiapan
– Pengeringan tanah
dasar tambak
dasar tambak
Persiapan untuk
pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan perbaikan
pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian pelataran diolah dan
diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari hingga tanah dasar
retak-retak sampai sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan ini juga disertai
kegiatan aplikasi pemberantas hama yaitu dengan menggunakan Saponin sebanyak 30
kg/ha.
pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan perbaikan
pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian pelataran diolah dan
diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari hingga tanah dasar
retak-retak sampai sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan ini juga disertai
kegiatan aplikasi pemberantas hama yaitu dengan menggunakan Saponin sebanyak 30
kg/ha.
– Pemupukan awal Pemupukan merupakan
salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara tidak langsung.
Pupuk organik selain merupakan sumber hara yang lengkap bagi pakan alami juga
dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang
dapat menyediakan zat hara secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan
alami yang bisa ditumbuhkan di tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah
kelekap, yaitu kumpulan berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya
terdiri dari alga biru (Cyanophyceae) dan diatom (Bacillariophyceae).
Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila
pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis
2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan
anorganik (buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara
merata di pelataran. Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm
dan diberakan selama satu minggu. Selanjutnya dilakukan pengairan secara
bertahap, hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm, hari ketiga 30-40 cm
dan dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur.
Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih
ikan bandeng. Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang
cukup rapat untuk menghindari masuknya organisme predator.
salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara tidak langsung.
Pupuk organik selain merupakan sumber hara yang lengkap bagi pakan alami juga
dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang
dapat menyediakan zat hara secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan
alami yang bisa ditumbuhkan di tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah
kelekap, yaitu kumpulan berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya
terdiri dari alga biru (Cyanophyceae) dan diatom (Bacillariophyceae).
Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila
pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis
2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan
anorganik (buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara
merata di pelataran. Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm
dan diberakan selama satu minggu. Selanjutnya dilakukan pengairan secara
bertahap, hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm, hari ketiga 30-40 cm
dan dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur.
Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih
ikan bandeng. Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang
cukup rapat untuk menghindari masuknya organisme predator.
4. Penebaran Benih
– Ukuran
Benih (nener) ikan
bandeng yang ditebar adalah benih yang berada dalam tahap akhir masa larva,
yang secara alami dijumpai di perairan pantai dengan panjang tubuh total 10-16
mm. Apabila penebaran menggunakan benih ikan bandeng yang dihasilkan dari panti
pembenihan maka benih tersebut merupakan benih yang berumur 21-25 hari.
bandeng yang ditebar adalah benih yang berada dalam tahap akhir masa larva,
yang secara alami dijumpai di perairan pantai dengan panjang tubuh total 10-16
mm. Apabila penebaran menggunakan benih ikan bandeng yang dihasilkan dari panti
pembenihan maka benih tersebut merupakan benih yang berumur 21-25 hari.
– Padat tebar
Padat tebar yang
baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12 ekor/m2. Sebelum
penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan
(suhu dan salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali benih
ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi sedikit
dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan selang melalui salah satu sisi wadah,
sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon keluar dengan menggunakan
selang yang dilengkapi saringan sehingga dengan demikian akhirnya kondisi suhu
dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam tambak.
Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar
ke tambak.
baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12 ekor/m2. Sebelum
penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan
(suhu dan salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali benih
ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi sedikit
dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan selang melalui salah satu sisi wadah,
sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon keluar dengan menggunakan
selang yang dilengkapi saringan sehingga dengan demikian akhirnya kondisi suhu
dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam tambak.
Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar
ke tambak.
5. Pemeliharaan
– Pengelolaan air
Kegiatan rutin
setelah penebaran benih adalah pengamatan untuk mempertahankan kualitas air
yang baik dan tersedianya organisme pakan yang cukup di dalam tambak.
Pengelolaan kualitas air ditujukan untuk memberikan kondisi media hidup yang
optimal bagi pertumbuhan ikan. Selama penggelondongan harus dijaga agar
salinitas dan ketinggian air selalu stabil dan ketinggian air dipertahankan
40-50 cm. Laju penguapan dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan
salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi seperti ini memungkinkan dapat
menghambat pertumbuhan alga dasar dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan
jenis plankton lain yang tidak diinginkan sebagai pakan alami ikan bandeng.
Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak tumbuh dengan
subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis plankton lain yang
tumbuh subur seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan rotifera maka
warna air akan berubah menjadi kuning atau coklat. Akibatnya kandungan oksigen
dalam air menjadi semakin rendah dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan
bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan/ penggantian
air laut yang baru. Penggantian air dapat dilakukan secara gravitasi dengan
pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi.
setelah penebaran benih adalah pengamatan untuk mempertahankan kualitas air
yang baik dan tersedianya organisme pakan yang cukup di dalam tambak.
Pengelolaan kualitas air ditujukan untuk memberikan kondisi media hidup yang
optimal bagi pertumbuhan ikan. Selama penggelondongan harus dijaga agar
salinitas dan ketinggian air selalu stabil dan ketinggian air dipertahankan
40-50 cm. Laju penguapan dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan
salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi seperti ini memungkinkan dapat
menghambat pertumbuhan alga dasar dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan
jenis plankton lain yang tidak diinginkan sebagai pakan alami ikan bandeng.
Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak tumbuh dengan
subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis plankton lain yang
tumbuh subur seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan rotifera maka
warna air akan berubah menjadi kuning atau coklat. Akibatnya kandungan oksigen
dalam air menjadi semakin rendah dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan
bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan/ penggantian
air laut yang baru. Penggantian air dapat dilakukan secara gravitasi dengan
pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi.
6. Pemupukan susulan
Setelah penebaran
benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin berkurang sehingga
perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara kontinuinitas.
Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali, hal ini tergantung dari nilai
kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah penebaran. Pupuk susulan yang
digunakan masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan SP36 10- 15 kg/ha dan ditambah
pupuk perangsang seperti Forest, Ladan, Ursal, dan lain-lain sebanyak 1 kg/ha.
benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin berkurang sehingga
perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara kontinuinitas.
Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali, hal ini tergantung dari nilai
kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah penebaran. Pupuk susulan yang
digunakan masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan SP36 10- 15 kg/ha dan ditambah
pupuk perangsang seperti Forest, Ladan, Ursal, dan lain-lain sebanyak 1 kg/ha.
7. Pengendalian hama
dan penyakit
dan penyakit
Hama di tambak dapat
dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan organisme
penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia.
Kompetitor termasuk ikan herbivora dan beberapa jenis moluska. Organisme
penggangu terdiri dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan
hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa
jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah
pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan
organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan
liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan
tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang
ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon
dalam bentuk akar tuba (Dheris sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat
juga digunakan Saponin dalam bentuk biji (Camelia sinensis) sebanyak
25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk tembakau dengan dosis 200-500
kg/ha.
dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan organisme
penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia.
Kompetitor termasuk ikan herbivora dan beberapa jenis moluska. Organisme
penggangu terdiri dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan
hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa
jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah
pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan
organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan
liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan
tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang
ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon
dalam bentuk akar tuba (Dheris sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat
juga digunakan Saponin dalam bentuk biji (Camelia sinensis) sebanyak
25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk tembakau dengan dosis 200-500
kg/ha.
8. Lama pemeliharaan
Penggelondongan
nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10 cm setelah masa
pemeliharaan 40-60 hari. Ukuran ini merupakan yang tepat sebagai gelondongan
untuk penebaran berikutnya baik untuk tujuan bandeng umpan maupun konsumsi.
nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10 cm setelah masa
pemeliharaan 40-60 hari. Ukuran ini merupakan yang tepat sebagai gelondongan
untuk penebaran berikutnya baik untuk tujuan bandeng umpan maupun konsumsi.
9. Cara Panen
Pemanenan dilakukan
untuk tujuan pemeliharaan berikutnya, oleh karena itu hasil panen harus dalam
keadaan hidup. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari.
Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru
ke dalam tambak.
untuk tujuan pemeliharaan berikutnya, oleh karena itu hasil panen harus dalam
keadaan hidup. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari.
Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru
ke dalam tambak.
Hal ini menyebabkan
ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air.
Dengan menggunakan jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu
air, kemudian secara perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga
ikan-ikan terkurung di dekat pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan
terlebih dahulu untuk mengurangi air tambak sehingga air tersisa di dalam caren
sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahan-lahan dan lingkaran diperkecil sehingga
ikan dapat berkumpul dekat pintu. Ikan-ikan yang sudah terkurung perlu dibera
selama 1-2 hari sebelum dipanen untuk dipindahkan. Penangkapan ikan harus
dilakukan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan
dan kehilangan sisik akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan
perlu dipak terlebih dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut
dengan kepadatan 25-50 ekor/liter sesuai ukuran ikan diberi oksigen dengan
perbandingan air dan oksigen 1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak jauh pengangkutan.
ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air.
Dengan menggunakan jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu
air, kemudian secara perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga
ikan-ikan terkurung di dekat pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan
terlebih dahulu untuk mengurangi air tambak sehingga air tersisa di dalam caren
sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahan-lahan dan lingkaran diperkecil sehingga
ikan dapat berkumpul dekat pintu. Ikan-ikan yang sudah terkurung perlu dibera
selama 1-2 hari sebelum dipanen untuk dipindahkan. Penangkapan ikan harus
dilakukan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan
dan kehilangan sisik akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan
perlu dipak terlebih dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut
dengan kepadatan 25-50 ekor/liter sesuai ukuran ikan diberi oksigen dengan
perbandingan air dan oksigen 1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak jauh pengangkutan.
C. PEMBESARAN
BANDENG
BANDENG
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi
merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan dalam
menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan
tenaga tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan
lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak
dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga
kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya
yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau
serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh
pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah
memenuhi syarat-syarat berikut ini , yaitu :
merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan dalam
menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan
tenaga tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan
lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak
dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga
kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya
yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau
serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh
pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah
memenuhi syarat-syarat berikut ini , yaitu :
a. Segi Sosial
Ekonomi
Ekonomi
1)
Dekat
dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya sehinga
dapat menghemat ongkos produksi.
Dekat
dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya sehinga
dapat menghemat ongkos produksi.
2)
Dekat
dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
Dekat
dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3) Daerah pengembangan
budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4) Keamanan terjamin,
bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau gangguan dari
hewan-hewan pengganggu.
bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau gangguan dari
hewan-hewan pengganggu.
5) Perkembangan kota
dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas
dari limbah industri.
dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas
dari limbah industri.
6) Mudah mendapatkan
tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan diharapakan yang
menguasai teknik perikanan.
tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan diharapakan yang
menguasai teknik perikanan.
b. Segi
Teknik
Teknik
1) Sumber Air
Sumber air dalam
kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang
vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan
sebagai wadah penyuplaian air hujan.
kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang
vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan
sebagai wadah penyuplaian air hujan.
2) Penyediaan
Nener
Nener
Benih bandeng dalam
setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal inilah yang membuat
para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk mempermudah
penjualannya ke konsumen. Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut
Ismail et al.,(1998), yaitu : a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm b. Larva
: telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari. c. Nener : benih dengan
ukuran 1 – 1,5 cm. d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm. e. Segilang :
benih dengan ukuran 4 – 5 cm. f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm. g. Fingerling
: benih dengan ukuran 12 – 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau
yuwana.
setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal inilah yang membuat
para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk mempermudah
penjualannya ke konsumen. Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut
Ismail et al.,(1998), yaitu : a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm b. Larva
: telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari. c. Nener : benih dengan
ukuran 1 – 1,5 cm. d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm. e. Segilang :
benih dengan ukuran 4 – 5 cm. f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm. g. Fingerling
: benih dengan ukuran 12 – 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau
yuwana.
Nener yang akan
digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan (1991), merupakan
nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut : a. Mempunyai
kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau
sebaliknya. b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban
atau tidak teratur menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat. c. Cepat
mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang
lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
pengangkutan yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.
digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan (1991), merupakan
nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut : a. Mempunyai
kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau
sebaliknya. b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban
atau tidak teratur menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat. c. Cepat
mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang
lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
pengangkutan yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.
3) Persiapan Pembesaran
Pembagian Petak
Tambak
Tambak
Bandeng dalam
pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut dibagi dalam
beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut dibagi dalam
beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan
(nursery pond)
(nursery pond)
Luas petakan untuk
pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan berdinding beton. Petak
ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari (Hadie dan
Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan
makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses
penumbuhan pakan alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah
merupakan kunci keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila
tanah sudah terlihat retak-retak atau saat kita berjalan di atas tanah
tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap cukup.
Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm
yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea
sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20 g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup
pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada
petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari,
nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan
siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran).
pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan berdinding beton. Petak
ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari (Hadie dan
Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan
makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses
penumbuhan pakan alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah
merupakan kunci keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila
tanah sudah terlihat retak-retak atau saat kita berjalan di atas tanah
tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap cukup.
Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm
yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea
sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20 g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup
pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada
petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari,
nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan
siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran).
b. Petak
Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak
pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih dalam. Luas
petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak
penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah
sebagai tempat membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh
menjadi gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan
30 hari. Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak
pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan buatan yang
sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam
penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses
pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut
kolam menggunakan waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam
hapa lalu dihitung jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan
menggunakan kantong plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya adalah
penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui
proses aklimatisasi.
pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih dalam. Luas
petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak
penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah
sebagai tempat membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh
menjadi gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan
30 hari. Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak
pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan buatan yang
sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam
penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses
pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut
kolam menggunakan waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam
hapa lalu dihitung jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan
menggunakan kantong plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya adalah
penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui
proses aklimatisasi.
c. Petak Pembesaran
(rearing pond)
(rearing pond)
Luas petakan yang
digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang
tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob
(1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk
empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang
merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada saat menggerakkan alat panen
(Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan
fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak
pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran
konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini
pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di
petak penggelondongan.
digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang
tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob
(1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk
empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang
merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada saat menggerakkan alat panen
(Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan
fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak
pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran
konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini
pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di
petak penggelondongan.
Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan
kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit
penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu :
pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan
pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap.
kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit
penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu :
pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan
pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap.
Air diisi secara
bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa
diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak.
Sehingga saat nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang
biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih 14
hari.
bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa
diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak.
Sehingga saat nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang
biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih 14
hari.
Penebaran Benih
Penebaran
gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari
agar ikan tidak mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air
tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10
ppt. Hal yang harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan
vitalitasnya. Penebaran gelondongan ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan,
1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran gelondongan pada saat
ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000
ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik
dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam
plastik mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan
dengan memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong
plastik dengan sendirinya . Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang
harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus disesuaikan
dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran jumlah
gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada
petak pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan
pendapat William et al., (1987) dalam Mayunar (2002), bahwa
dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko kematian dan
memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi
terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.
gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari
agar ikan tidak mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air
tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10
ppt. Hal yang harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan
vitalitasnya. Penebaran gelondongan ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan,
1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran gelondongan pada saat
ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000
ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik
dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam
plastik mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan
dengan memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong
plastik dengan sendirinya . Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang
harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus disesuaikan
dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran jumlah
gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada
petak pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan
pendapat William et al., (1987) dalam Mayunar (2002), bahwa
dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko kematian dan
memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi
terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.
Pakan
Pakan berfungsi
sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui
proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan
aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh
sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai
pakan yang diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu :
sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui
proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan
aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh
sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai
pakan yang diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu :
a). Penambahan
Suplemen
Suplemen
Makanan tambahan
(suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut Fuller (1987) dalam
Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh
menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora
mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam
pakan ikan sebagai mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan
menyehatkan fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat
meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan
yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih,
nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et
al., (2004), adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau
menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan
yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang
dimiliki mikroba untuk memecah ikatan tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak
dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun ada kualitas dan
kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini menjadi
molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan
oleh saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai
pembanding antara bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng
yang tidak diberi suplemen (tanpa perlakuan). Suplemen yang diberikan mulai
dilakukan sejak penebaran nener hingga menjelang panen, dengan cara
mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang digunakan berbentuk
cairan dan sebelum diberikan pakan dihitung terlebih dahulu jumlahnya. Dosis
pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat
pemberian pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini
sangat disarankan pada kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.
(suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut Fuller (1987) dalam
Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh
menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora
mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam
pakan ikan sebagai mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan
menyehatkan fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat
meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan
yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih,
nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et
al., (2004), adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau
menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan
yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang
dimiliki mikroba untuk memecah ikatan tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak
dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun ada kualitas dan
kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini menjadi
molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan
oleh saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai
pembanding antara bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng
yang tidak diberi suplemen (tanpa perlakuan). Suplemen yang diberikan mulai
dilakukan sejak penebaran nener hingga menjelang panen, dengan cara
mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang digunakan berbentuk
cairan dan sebelum diberikan pakan dihitung terlebih dahulu jumlahnya. Dosis
pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat
pemberian pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini
sangat disarankan pada kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.
b). Jenis Pakan
a. Pakan Buatan.
Pakan buatan yang
diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. ukuran diameter pelletnya 3,3 mm.
Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar
air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15
%. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang
merangsang nafsu makan dan tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang
disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999). Pemberian pakan pellet
disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya.
Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan
dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan
energi ini akan mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya
pertumbuhan. Sedangkan pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses
metabolisme akan dikeluarkan melaui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia,
urine, dan bahan buangan lainnya. Pemberian pakan yang tidak tepat baik dari
kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan
mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak
tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang,
pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu
terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal
diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. ukuran diameter pelletnya 3,3 mm.
Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar
air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15
%. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang
merangsang nafsu makan dan tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang
disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999). Pemberian pakan pellet
disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya.
Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan
dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan
energi ini akan mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya
pertumbuhan. Sedangkan pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses
metabolisme akan dikeluarkan melaui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia,
urine, dan bahan buangan lainnya. Pemberian pakan yang tidak tepat baik dari
kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan
mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak
tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang,
pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu
terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal
c). Frekuensi Pakan
Pakan buatan dalam
budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama bagi
bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi
ikan selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme
harian sehingga berakibat terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian
pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu
berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari biomassa ikan, penentuan
jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan setiap
satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu
pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas
pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan
oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan bandeng lebih banyak
makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan membutuhkan waktu 27 – 50
menit untuk melewati usus pada stadium gelondongan 60 g.
budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama bagi
bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi
ikan selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme
harian sehingga berakibat terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian
pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu
berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari biomassa ikan, penentuan
jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan setiap
satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu
pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas
pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan
oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan bandeng lebih banyak
makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan membutuhkan waktu 27 – 50
menit untuk melewati usus pada stadium gelondongan 60 g.
d). Konversi Pakan
Salah satu faktor
yang menunjukkan tumbuhnya bandeng adalah efektivitas dan efisiensi pakan yang
digunakan. Konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) merupakan
perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan.
Rasio konversi pakan menunjukkan kecenderungan bahwa makin besar ukuran ikan
yang ditebar, makin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan dan kaitannya
pula dengan lamanya periode pemeliharaan. Perbedaan percepatan pertumbuhan yang
ditunjukkan dari dua perlakuan yang dilakukan terlihat dari nilai konversi
pakannya. Selain itu, konversi pakan sangat berhubungan dengan jumlah dan
kualitas pakan yang diberikan. Makin baik kualitas pakan yang digunakan, makin
efisien penggunaan pakannya berarti konversi pakan yang dihasilkan makin kecil.
Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada bandeng
dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89 dengan jumlah
total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada bandeng tanpa
perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84 kg dengan nilai
konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung kecilnya nilai
konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan dikarenakan
bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya lebih mampu
menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya menjadi lebih efisien
walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Effendi (2004), dalam pernyataannya bahwa semakin besar ukuran ikan maka
feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin
besar. Jumlah penggunaan pakan pada kedua perlakuan ini setiap minggunya
mengalami peningkatan sesuai dengan hasil perhitungan sampling bandeng, yaitu
dari hasil penghitungan biomassa dikali feeding rate. Selama masa
pemeliharaan bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan
yang digunakan berkisar antara 3 – 5 %. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua
minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam satu hari, yaitu
pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase pakan ini
kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir
pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam
satu hari, yaitu pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian
pakan ini sesuai dengan pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran
jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa terbukti paling menguntungkan jika
frekuensi pemberian pakannya benar.
yang menunjukkan tumbuhnya bandeng adalah efektivitas dan efisiensi pakan yang
digunakan. Konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) merupakan
perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan.
Rasio konversi pakan menunjukkan kecenderungan bahwa makin besar ukuran ikan
yang ditebar, makin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan dan kaitannya
pula dengan lamanya periode pemeliharaan. Perbedaan percepatan pertumbuhan yang
ditunjukkan dari dua perlakuan yang dilakukan terlihat dari nilai konversi
pakannya. Selain itu, konversi pakan sangat berhubungan dengan jumlah dan
kualitas pakan yang diberikan. Makin baik kualitas pakan yang digunakan, makin
efisien penggunaan pakannya berarti konversi pakan yang dihasilkan makin kecil.
Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada bandeng
dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89 dengan jumlah
total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada bandeng tanpa
perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84 kg dengan nilai
konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung kecilnya nilai
konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan dikarenakan
bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya lebih mampu
menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya menjadi lebih efisien
walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Effendi (2004), dalam pernyataannya bahwa semakin besar ukuran ikan maka
feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin
besar. Jumlah penggunaan pakan pada kedua perlakuan ini setiap minggunya
mengalami peningkatan sesuai dengan hasil perhitungan sampling bandeng, yaitu
dari hasil penghitungan biomassa dikali feeding rate. Selama masa
pemeliharaan bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan
yang digunakan berkisar antara 3 – 5 %. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua
minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam satu hari, yaitu
pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase pakan ini
kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir
pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam
satu hari, yaitu pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian
pakan ini sesuai dengan pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran
jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa terbukti paling menguntungkan jika
frekuensi pemberian pakannya benar.
4. Monitoring
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan
pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama
pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya.
Monitoring laju pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu
pemeliharaan sampling dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng
ini dilakukan dengan cara menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan
yang tertangkap ke dalam jala diambil kemudian dihitung berat dan panjangnya.
pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama
pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya.
Monitoring laju pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu
pemeliharaan sampling dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng
ini dilakukan dengan cara menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan
yang tertangkap ke dalam jala diambil kemudian dihitung berat dan panjangnya.
a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan
pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG),
didapatkan laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari pada bandeng dengan perlakuan.
Hal ini berbeda dengan bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya
lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari. Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju
pertumbuhan yang lebih besar karena adanya penambahan suplemen pada pakan ikan
(pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam meningkatkan fungsi pencernaan
ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan ikan pun bertambah
dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini didapatkan
dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil
sampling pertumbuhan bandeng. Ukuran berat penebaran, padat penebaran, luas
tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan
mampu mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa
perlakuan beratnya hanya mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG),
didapatkan laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari pada bandeng dengan perlakuan.
Hal ini berbeda dengan bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya
lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari. Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju
pertumbuhan yang lebih besar karena adanya penambahan suplemen pada pakan ikan
(pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam meningkatkan fungsi pencernaan
ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan ikan pun bertambah
dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini didapatkan
dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil
sampling pertumbuhan bandeng. Ukuran berat penebaran, padat penebaran, luas
tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan
mampu mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa
perlakuan beratnya hanya mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Hasil perhitungan
laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara bandeng
dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai
persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju
pertumbuhan harian bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih
kecil, yaitu 2,02 % / hari.
laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara bandeng
dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai
persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju
pertumbuhan harian bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih
kecil, yaitu 2,02 % / hari.
b. Kelangsungan
Hidup
Hidup
Kelangsungan hidup
atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan
bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi,
1979) dan hasilnya adalah sebagai berikut :
atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan
bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi,
1979) dan hasilnya adalah sebagai berikut :
– Bandeng dengan
perlakuan |
– Bandeng tanpa
perlakuan |
||
SR
|
9.990 ekor
= ————–x
100 % |
SR
|
9.980 ekor
= —————x
100 % |
|
10.000 ekor
|
|
10.000 ekor
|
|
= 99,9 %
|
|
= 99,8 %
|
Tingkat kelangsungan
hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 % daripada
bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 % daripada
bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
5. Pengelolaan
Kualitas Air
Kualitas Air
Salah satu faktor
penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai
media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu
dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan
pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya.
Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan
yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel penting yang
berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada
:
penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai
media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu
dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan
pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya.
Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan
yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel penting yang
berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada
:
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen
dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat
kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala
teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan
salinitas.
dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat
kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala
teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan
salinitas.
a. Derajat Keasaman
(pH)
(pH)
Pengamatan pH selama
pemeliharaan berkisar antara 6,8 – 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada
pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan
bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002),
pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan
kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai
tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di
atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada
ikan.
pemeliharaan berkisar antara 6,8 – 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada
pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan
bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002),
pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan
kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai
tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di
atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada
ikan.
b. Salinitas
Hidup pada kisaran
salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan
bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 ppt. Daya
toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail
dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk
tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung
di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt
tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline.
salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan
bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 ppt. Daya
toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail
dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk
tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung
di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt
tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline.
b). Parameter Fisika
a. Suhu Salah satu
parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah
suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam
pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan
badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan
meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini
didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa
suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena
ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah
suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam
pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan
badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan
meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini
didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa
suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena
ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
c). Aplikasi
Probiotik
Probiotik
Salah satu langkah
alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini
menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi
biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat.
Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap
manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen. Penggunaan probiotik ini
dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses
fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang
terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan
mikrobia (Booster), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan
menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat,
sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang
menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum,
menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi
mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. probiotik
mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang
berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus).
Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan
dilakukan setiap satu minggu sekali.
alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini
menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi
biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat.
Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap
manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen. Penggunaan probiotik ini
dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses
fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang
terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan
mikrobia (Booster), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan
menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat,
sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang
menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum,
menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi
mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. probiotik
mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang
berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus).
Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan
dilakukan setiap satu minggu sekali.
6. Penanganan Hama
dan Penyakit
dan Penyakit
Salah satu penyebab
kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan bandeng
menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan
penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap
harus dilakukan apabila telah terlihat tanda-tanda penyakit pada ikan agar
tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Timbulnya penyakit pada bandeng
dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton dan ganggang
pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya
masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et
al., (1998). Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan
bandeng karena selain dapat menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak
ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan ketam (Branchiura)
adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama perusak ini
memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil
secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998)
terdapat pula hama pemangsa yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus
granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung
pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan dengan
pemasangan plastik yang diberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang
dibentangkan di atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat
dilakukan untuk mengatasinya.
kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan bandeng
menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan
penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap
harus dilakukan apabila telah terlihat tanda-tanda penyakit pada ikan agar
tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Timbulnya penyakit pada bandeng
dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton dan ganggang
pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya
masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et
al., (1998). Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan
bandeng karena selain dapat menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak
ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan ketam (Branchiura)
adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama perusak ini
memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil
secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998)
terdapat pula hama pemangsa yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus
granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung
pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan dengan
pemasangan plastik yang diberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang
dibentangkan di atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat
dilakukan untuk mengatasinya.
7. Panen
Secara umum
pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan
setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya,
pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai
dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian
untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif
juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan
kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang. Benih yang
ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya
menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan
lingkungan tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate)
yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal.
pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan
setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya,
pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai
dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian
untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif
juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan
kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang. Benih yang
ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya
menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan
lingkungan tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate)
yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal.
KEPUSTAKAAN
Ahmad, T dan M. J.
R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding Seminar
Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka
Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding Seminar
Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka
Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
_________., E.
Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Atmomarsono, M dan
V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat
Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.
V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat
Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.
Buttner, J. K., R.
W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry
in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center.
University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts.
W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry
in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center.
University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts.
Cholik, F., A.G.
Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan
Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman
Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan
Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman
Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Direktorat Jenderal
Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng.
Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng.
Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
________________________.
1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
________________________.
1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Djamin, Z. 1990. Perencanaan
dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Effendi, M.I. 1979. Metode
Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray. Bogor.
Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray. Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar
Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Feliatra., I.
Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik
dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan
Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.
Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik
dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan
Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.
Hadie, W dan J.
Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.
Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.
Irianto, A. 2003. Probiotik
Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idel, A dan S.
Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press.
Surabaya.
Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press.
Surabaya.
Ismail, A.,
Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng
Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan
Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan
Pantai. Bali.
Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng
Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan
Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan
Pantai. Bali.
Kasmir dan Jakfar.
2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Martosudarmo, B., E.
Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos
chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos
chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Mayunar. 2002. Budidaya
Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat
Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jepara.
Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat
Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya
Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnamawati. 2002. Peranan
Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian
Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian
Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Business
Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Schmittou, H. R.
1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries
Research and Development Center.
1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries
Research and Development Center.
Susanto, Heru. 2003.
Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.
Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeharto, I. 1997.
Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Wardana, I dan E.
Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan dengan Tipe Lahan
yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan dengan Tipe Lahan
yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.