Nama
lain: penyakit gembil [1], Myxosporeasis
lain: penyakit gembil [1], Myxosporeasis
Etiologi/
penyebab
penyebab
Myxosporea,
filum myxozoa dari kelompok Myxobolus, Myxosoma, Thelohanellus, dan Henneguya.
Parasit ini berbentuk seperti buah pir atau biji semangka yang berada dalam kista
dengan ribuan spora. Myxobolus dan Myxosoma memiliki 1-4 polar kapsul dan
sporoplasma. Saat spora belum matang, dua inti sporoplasma melebut menjadi satu
sebelum atau setelah sporoplasma lepas. Organsime baru memiliki vakuola yang
disebut vakuola iodinophilus. Myxosoma dan Myxobolus dapat dibedakan dengan
vakuola ini dimana Myxosoma tidak memilikinya[1].
filum myxozoa dari kelompok Myxobolus, Myxosoma, Thelohanellus, dan Henneguya.
Parasit ini berbentuk seperti buah pir atau biji semangka yang berada dalam kista
dengan ribuan spora. Myxobolus dan Myxosoma memiliki 1-4 polar kapsul dan
sporoplasma. Saat spora belum matang, dua inti sporoplasma melebut menjadi satu
sebelum atau setelah sporoplasma lepas. Organsime baru memiliki vakuola yang
disebut vakuola iodinophilus. Myxosoma dan Myxobolus dapat dibedakan dengan
vakuola ini dimana Myxosoma tidak memilikinya[1].
Hospes
Cyprinid,
labyrinth, dan salmoidae. Di Indonesia menyerang pada mas, tawes, sepat,
gurami, tabakan [1]
labyrinth, dan salmoidae. Di Indonesia menyerang pada mas, tawes, sepat,
gurami, tabakan [1]
Epizootiolog
Untuk
Myxobolus.sp masuk ke Indonesia pada tahun 1952 [6]. Myxosporeasis dapat
menyebabkan kematian hingga 80% [2]. Di Indonesia, kematian pada ikan karper
mencapai 60-90% dari populasi ikan yang terinfeksi. Tingkat keparahan infestasi
parasit ini bergantung pada lokasi dimana kista berada [6].
Myxobolus.sp masuk ke Indonesia pada tahun 1952 [6]. Myxosporeasis dapat
menyebabkan kematian hingga 80% [2]. Di Indonesia, kematian pada ikan karper
mencapai 60-90% dari populasi ikan yang terinfeksi. Tingkat keparahan infestasi
parasit ini bergantung pada lokasi dimana kista berada [6].
Siklus
Hidup
Hidup
Siklus hidup tidak langsung dengan melibatkan
cacing oligochaeta [4] dan sejumlah
vertebrata (ikan dan amfibi) [6]. Lebih lanjut lihat pada artikel whirling disease.
cacing oligochaeta [4] dan sejumlah
vertebrata (ikan dan amfibi) [6]. Lebih lanjut lihat pada artikel whirling disease.
Gejala
Klinis
Klinis
Terlihat
benjolan putih seperti tumor, berwarna kemerahan [2] bulat-lonjong seperti
butiran padi pada insang. Infeksi berat membuat tutup insang tidak menutup
sempurna, sirip bengkok, warna gelap. Tubuh membengkak di sisi kanan dan kiri,
struktur tulang tidak normal [1]. Ikan yang terinfestasi pada insang akan
mengalami kesulitan bernafas, kehilangan keseimbangan, dan berenang dengan
spiral [6]. Ikan yang terinfeksi T.
bryosalmonae mengalami letargi dan menghitam. Insang akan pucat akibat
anemia. Sedangkan infeksi Hoferellus relative normal [7] . Gejala klinis akibat
myxosporidiasis tidak selalu sama, bergantung agen patogennya.
benjolan putih seperti tumor, berwarna kemerahan [2] bulat-lonjong seperti
butiran padi pada insang. Infeksi berat membuat tutup insang tidak menutup
sempurna, sirip bengkok, warna gelap. Tubuh membengkak di sisi kanan dan kiri,
struktur tulang tidak normal [1]. Ikan yang terinfestasi pada insang akan
mengalami kesulitan bernafas, kehilangan keseimbangan, dan berenang dengan
spiral [6]. Ikan yang terinfeksi T.
bryosalmonae mengalami letargi dan menghitam. Insang akan pucat akibat
anemia. Sedangkan infeksi Hoferellus relative normal [7] . Gejala klinis akibat
myxosporidiasis tidak selalu sama, bergantung agen patogennya.
Agen patogen
|
Nama penyakit
|
Hospes
|
Referensi
|
Hoferrelus
spp |
Kidney enlargement disease
|
Ikan mas koki, crucian
carp, carp |
Hoole et al, 2001
|
Sphaerospora
renicola |
sphaerosporosis
|
carp
|
Hoole et al, 2001
|
Myxobolus koi
|
Gill myxosporeosis
|
Ikan mas
|
Hoole et al, 2001
|
Myxobolus ellipsoides
|
Spinal deformities
|
Juvenile chub, leuciscus spp
|
Hoole et al, 2001
|
Henneguya ictaluri
|
Proliferative gill disease
(PGD)/ hamburger gill disease |
Channel catfish
|
Woo et al, 2012
|
Tetracapsiloides
bryosalmonae |
Proliferative kidney
disease (PKD) |
Rainbow trout, samlom,
|
|
Perubahan
patologi
patologi
Pada
ikan kelompok cyprinid, myxosporidia dikaitkan sebagai organisme yang
menyebabkan perubahan patologi pada kulit, sirip, insang, dan organ dalam [3].
Pada insang, infestasi yang besar Myxobolus.sp
menyebabkan nekrosis dan tidak berfungsinya pernafasan. Pada usus akan
menyebabkan myolisis dinding usus [6]. Tetracapsuloides
bryosalmonae menyebabkan nefritis interstitial kronis, menyebar pada
pembulurh darah dan menyebabkan vasculitis necrosis[7]. Sphaerospora menyebabkan infeksi pada tubulus ginjal dan
mengakibatkan atrofi serta nekrosis. Tubulus juga akan tergantikan oleh
granuloma. Hoferellus menyebabkan kebengkakan pada ikan mas koki. [7].
ikan kelompok cyprinid, myxosporidia dikaitkan sebagai organisme yang
menyebabkan perubahan patologi pada kulit, sirip, insang, dan organ dalam [3].
Pada insang, infestasi yang besar Myxobolus.sp
menyebabkan nekrosis dan tidak berfungsinya pernafasan. Pada usus akan
menyebabkan myolisis dinding usus [6]. Tetracapsuloides
bryosalmonae menyebabkan nefritis interstitial kronis, menyebar pada
pembulurh darah dan menyebabkan vasculitis necrosis[7]. Sphaerospora menyebabkan infeksi pada tubulus ginjal dan
mengakibatkan atrofi serta nekrosis. Tubulus juga akan tergantikan oleh
granuloma. Hoferellus menyebabkan kebengkakan pada ikan mas koki. [7].
Diagnosa banding
–
Metode
Diagnosa
Diagnosa
Pengamatan klinis [1], wet squash dari
vesical urinary, ureter, tubulus ginjal dapat menemukan organisme ini [5] serta
histopatologi [6].
vesical urinary, ureter, tubulus ginjal dapat menemukan organisme ini [5] serta
histopatologi [6].
Pencegahan
dan Pengendalian
dan Pengendalian
Kolam
sebaiknya dipersiapkan dengan baik (pengeringan dan disinfeksi) untuk memutus
rantai hidup parasit. Ikan yang terinfeksi diambil dan dimusnahkan. Air yang
digunakan untuk budidaya sebaiknya diendapkan dan diberi filter sebelum masuk
ke kolam [1]. DIsinfeksi dapat menggunakan kapur 25kg/ha [2]
sebaiknya dipersiapkan dengan baik (pengeringan dan disinfeksi) untuk memutus
rantai hidup parasit. Ikan yang terinfeksi diambil dan dimusnahkan. Air yang
digunakan untuk budidaya sebaiknya diendapkan dan diberi filter sebelum masuk
ke kolam [1]. DIsinfeksi dapat menggunakan kapur 25kg/ha [2]
Beberapa
obat telah diujicoba kemampuannya mengendalikan infeksi myxosporidia. Fumagilin
(dicycloheylamine) telah digunakan untuk Myxobolus
cerebralis namun hasilnya bervariasi. Obat ini efektif untuk menangani Thelohanellus hoyorkai pada ikan koi
namun tidak efektif untuk Myxobolus
cyprinid dan Thelohanellus nikolskii. Meskipun hasilnya berbeda-beda, menurut
Buchman et al., 1993), paling penting adalah aplikasinya sebelum sporogoni yang
lebih efektif. Pasca sporogony, spora terenkapsulasi sehingga pengobatan tidak
efektif. Furazolidone, amprolium, nicarbazine, oxytetracyline dapat mengobati M. cerebralis namun hasilnya
berbeda-beda. Antikoksidia, Amprolium dan Salinomycine efektif namun tidak
untuk H. ictaluri.
obat telah diujicoba kemampuannya mengendalikan infeksi myxosporidia. Fumagilin
(dicycloheylamine) telah digunakan untuk Myxobolus
cerebralis namun hasilnya bervariasi. Obat ini efektif untuk menangani Thelohanellus hoyorkai pada ikan koi
namun tidak efektif untuk Myxobolus
cyprinid dan Thelohanellus nikolskii. Meskipun hasilnya berbeda-beda, menurut
Buchman et al., 1993), paling penting adalah aplikasinya sebelum sporogoni yang
lebih efektif. Pasca sporogony, spora terenkapsulasi sehingga pengobatan tidak
efektif. Furazolidone, amprolium, nicarbazine, oxytetracyline dapat mengobati M. cerebralis namun hasilnya
berbeda-beda. Antikoksidia, Amprolium dan Salinomycine efektif namun tidak
untuk H. ictaluri.
Formalin, chloramines-T, sodium chloride (NaCl), potassium permanganate
(KMNO4), copper sulfate (Cu504), hydrogen peroxide (H202), Rotenone® (C23H2205,
5% solution, Prentiss, Inc., Sandersville, Georgia, USA) and Bayluscide®
(niclosamide, 70% wettable powder; Bayer Chemical Co., Kansas City, Missouri,
USA) telah diuji kemampuannya mengeliminasi oligochaeta. Namun sayangnya, dosis
untuk membasmi melebihi batas yang diperbolehkan dan disarankan digunakan pasca
outbreak, bukan saat budidaya. Beberapa bahan juga toksik untuk ikan.
Polikultur dengan ikan mas, juga disarankan untuk menurunkan populasi
oligochaeta, namun ketika ikan menjadi besar, ukuran cacing tidak lagi cocok
sebagai sumber makanan. Spesies lain yang juga dicobakan sebagai pemakan bentos
adalah fathead minnow dan smallmouth buffalo meskipun keberhasilannya belum
sepenuhnya terbukti [4]
(KMNO4), copper sulfate (Cu504), hydrogen peroxide (H202), Rotenone® (C23H2205,
5% solution, Prentiss, Inc., Sandersville, Georgia, USA) and Bayluscide®
(niclosamide, 70% wettable powder; Bayer Chemical Co., Kansas City, Missouri,
USA) telah diuji kemampuannya mengeliminasi oligochaeta. Namun sayangnya, dosis
untuk membasmi melebihi batas yang diperbolehkan dan disarankan digunakan pasca
outbreak, bukan saat budidaya. Beberapa bahan juga toksik untuk ikan.
Polikultur dengan ikan mas, juga disarankan untuk menurunkan populasi
oligochaeta, namun ketika ikan menjadi besar, ukuran cacing tidak lagi cocok
sebagai sumber makanan. Spesies lain yang juga dicobakan sebagai pemakan bentos
adalah fathead minnow dan smallmouth buffalo meskipun keberhasilannya belum
sepenuhnya terbukti [4]
Sumber
pendukung
pendukung
-
Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
-
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Haman & Penyakit Ikan. Pernerbit Kanisius: Yogyakarta
-
Hoole, D., D. Bucke, P.Burgess., I Wellby. 2001. Diseases of Carp and Other Cyprinid Fishes Blackwell Science:
-
Woo, P.T.K. dan Buchmann, K (Ed). 2012. Fish Parasites Pathobiology and Protection. CABI : UK
-
Roberts, R.J (Ed). Fish Pathology 4th Ed. Wiley-Blackwell: UK
-
Prihatini, N.C. dan Alfiyah. 2017. Myxosporeasis pada Ikan Koi (Cyprinus carpio). Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan 8(1):6-10
-
Baker, D.G. (Ed). Flynn’s Parasites Of
Laboratory Animals Second Edition. Blackwell Publishing: Iowa