Tamanikan.com - Jual ikan dan udang galah air tawar konsumsi terbesar di bangka belitung.

Hubung Kami: Pukul 09:00-16:00 . Wa: +6282310102004

Taman Ikan

Budidaya Ikan dan Udang Galah

BUDIDAYA GEMBILI

 Pendahuluan
Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan salah satu spesies
tanaman yang mempunyai umbi dan secara botani tennasuk dalam genus Dioscorea
atau uwi-uwian. Genus ini memiliki ± 600 spesies, delapan diantaranya dapat
menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Satu diantara kedelapan spesies tersebut
adalah gembili. Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis
seperti Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Indo-Cina. Di
negara tropis basah, gembili bersama dengan ubi kayu menjadi makanan
berkarbohidrat dari berjuta penduduk (Sastrahidayat dan Soemamo, 1991).
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
   Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
        Super Divisi:
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
          Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
              Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
                 Sub
Kelas: Liliidae
                  
Ordo: Liliales
                     
Famili: Dioscoreaceae
                        
Genus: Dioscorea
                            Spesies: Dioscorea esculenta
(Lour.) Burkill
  Nilai gizi gembili
tidak jauh berbeda dibanding dengan ubi kayu segar. Gembili mempunyai nilai
kalori 95 ka V I00 g atau sekitar dua per lima bagian dari nilai kalori ubi
kayu dan sekitar seperlima bagian dari nilai kalori tepung beras (Suhardi dkk,
2002). Gembili dan ubi kayu te1ah menjadi sumber bahan pangan sekunder yang
penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika Se1atan gembili selain digunakan
sebagai bahan pangan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol (Suhardi dkk,
2002). Penduduk Indonesia memanfaatkan gembili sebagai bahan pangan pada saat
terjadi krisis
pangan pada masa penjajahan Jepang dan masa paceklik. Gembili
ditanam sebagai tanaman pekarangan, namun karena tumbuh duri di sekeliling umbi
maka tanaman ini tidak dipelihara. Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili
mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim
tertentu banyak dijual di pasar tradisiona1.
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun
penduduk sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan
umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan. Tanaman gembili tersebar di beberapa
wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu
sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur (Paay 2004) mengonsumsi
gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik
atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan
sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan
masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai
mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Tanpa gembili, suku Kanum tidak
dapat melaksanakan pernikahan. Dengan demikian, budi daya gembili bagi suku
Kanum merupakan suatu keharusan. Tingginya perhatian masyarakat suku Kanum
terhadap gembili merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengembangkan
gembili di masa mendatang.
Masyarakat suku Kanum membudidayakan berbagai kultivar
gembili, menamakan kultivar gembili berdasarkan karakter morfologi umbi. Sistem
budi daya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili
dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 m.
Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen
disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi nama keter meng. Rumah
kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.)
agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung.
Budidaya gembili dilakukan seperti halnya budidaya ubi
jalar,yakni di atas guludan. Benihnya berupa umbi yang ukurannya sedang atau
kecil. Benih ini merupakan hasil panen yang baru saja dilakukan. Biasanya
petani akan menyimpan umbi ini di tempat yang sejuk dan terhindar dari panas
matahari langsung.  Menjelang musim
penghujan, biasanya umbi gembili ini akan mulai memunculkan tunas. Pada waktu
hujan turun dan guludan sudah siap, umbipun bisa segera ditanam. Cara
penanmannya dengan menugal puncak guludan hingga membentuk lubang. Ke dalam
lubang inilah dimasukkan benih berupa umbi yang telah menampakkan tunas. Lubang
tanam kemudian ditutup dengan tanah. Dalam waktuantara 1 minggu sd. 10 hari,
tanaman gembili akan menyembul dari lubang tanam. Pada saat itulah petani telah
menyiapkan ajir berupa belahan bambu atau ranting-ranting kayu sepanjang 3
meter. Biasanya ajir ini dipasang miring ke arah samping hingga bersama ajir
pada guludan di sebelahnya, akan membentuk segitiga.
Di beberapa kawasan di Jawa, kita akan menyaksikan petak
tanaman gembili ini tumbuh subur pada musim penghujan. Tidak berkambangnya budi
daya komoditas gembili, barangkali juga disebabkan oleh panjangnya umur
tanaman. Kalaupenanaman dilakukan pada bulan November, maka gembili baru bisa
dipanen pada bulan Juni atau Juli tahun berikutnya. Hingga umur panennya sama
dengan singkong. Padahal biayabudidaya gembili lebih tinggi dari singkong
mengingat adanya persyaratan guludan, biaya benih berupa umbi (singkong hanya
potongan batang) dan biaya untuk ajir yang juga relatif tinggi. Gembili juga
tidak menghasilkan limbah yang bisa dimafaatkan oleh petani. Hingga hasil
penanaman gembili hanya berupa umbi konsumsi tadi. Biasanya panen dilakukan
pada saat tanaman gembili sudah mulai tampak menguning dan mengering. Gembolo
yang tumbuh dihutan jati atau di kebun rakyat malahan bisa baru dipanen setelah
tanamannya mengering sama sekali dan tidak tampak bekas-bekasnya.
Selama ini perbanyakan Dioscorea esculenta dilakukan secara
vegetatif dengan menggunakan umbi berbagai ukuran dan berat. Hal ini
menyebabkan adanya pertumbuhan dan hasil tanaman yang beragam. Onwueme
(1978)  menyatakan bahwa ukuran umbi
menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman ubi-ubian. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan kandungan cadangan makanan dalam umbi pada masing-masing berat umbi
yang digunakan untuk pertumbuhan tunas sebelum mampu berfotosintesis. Dengan
demikian penggunaan umbi yang sesuai untuk bibit perbanyakan tanaman penting
diperhatikan agar dapat dihindari penggunaan umbi bernilai ekonomi terlalu
besar. Penggunaan umbi berukuran besar memiliki keuntungan: umbi lebih cepat
bertunas dan tumbuh, jumlah tunas lebih banyak, vigor tanaman lebih baik
(Onwueme, 1984). Namun cara ini memerlukan jumlah umbi lebih banyak dibanding
umbi berukuran lebih kecil. Umbi yang masih mentah berkhasiat sebagai obat
tetapi bila dimakan rasanya agak gatal.
Di Afrika Barat gembili dipakai sebagai industri pati dan
alkohol.
Umbi yang kecil disebut gembili, sedangkan umbi yang besar
disebut gembolo. Daging umbinya berwarna putih sampai kekuningan. Pada umumnya
dibudidayakan sebagai usaha sambilan saja. Pada musim kemarau mengalami masa
istirahat selama 1-6 bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan
dipergunakan sebagai bibit. Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan umbinya,
juga dapat dilakukan dengan stek batang. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada
umur8-9 bulan setelah masa tanam. Perubahan pasca panen pada umbi-umbian
terutama terjadi pada perubahan komposisi kimianya. Perubahan komposisi kimia
selama penyimpanan meliputi :
  • Perubahan kandungan air dalam bahan
  • Perubahan padatan terlarut
  • Sifat pasta pada saat pemasakan.
Hama
  1. Ulat : Hama ini merupakan larva dari ngengat (kupu-kupu).
    Ngengat dapat menghasilkan telur 2.000 butir. Biasanya telurnya dibawah daun
    secara berkelompok. Ulat menyerang daun dengan memakan epidermis dan jaringan,
    hingga daun tanaman habis, setelah itu pindah kedaun lain.
  2. Kutu daun : Hama ini sering berkelompok dipermukaan daun
    bagian bawah atau atau dipucuk tanaman. Kutu menginfeksi daun, lalu menghisap
    cairannya sehingga daun berkerut atau keriting dan akhirnya layu dan dapat
    menimbulkan kematian pada tanaman.
  3. Ulat Lompat : Gejala serangan ulat ini tampak dengan adanya
    lubang lubang bekas gigitan, lama kelamaan lubang ini akan semakin luas hingga
    akan tersisa tulang daun saja.
  4. Uret : Hama ini mrupakan larva dari kumbang yang telurnya
    diletakan didalam tanah, dan telurnya yang disebut uret dan akan merusak umbi.
    Gejalanya tampak pada umbi yang berlubang-lubang tidak beraturan, kemudian
    membusuk.
 Penyakit
  1. Busuk Daun : Penyebabnya adalah jamur atau cendawan
    Phitophora infestans. Cendawan ini menyerang daun pada fase pertumbuhan.
    Serangannya dapat terjadi pada batang tanaman, tangkai daun dan umbi.
    Penyebarannya dapat terjadi melalui angin, air. Gejalanya bercak-bercak
    berwarna hijau agak basah.
  2. Busuk Umbi : Penyebabnya adalah jamur Colletotricum
    coccodes. Jamur ini berkembang biak apabila kelembapan udara tinggi. Gejalanya
    tampak pada daun yang menguning, menggulung dan layu. Pada bagian batang
    berwarna coklat tua dan sampai hitam, pada akar umbi muda menyebabkan membusuk,
    dan pada umb yang tua menyebabkan bercak berwarna kelabu.
  3. Penyakit Fisiologis : Penyakit ini terjadi karena kekurangan
    zat makanan atau akibat factor lingkungan yang tidak sesuai. Keadaan suhu yang
    tidak sesuai menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akibatnya tanaman kerdil.
    Keadaan sinar matahariyang terlalu panas atau terik dapat menyebabkan daun
    menguning atau layu, mengering dan akhirnya gugur. Sebaliknya apabila
    kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman akan tumbuh tidak normal kurus,
    kerdil, lemah, dan pucat. Pencemar an lingkungan seperti asap-asap dapat
    menimbulkan penyakit pada tanaman. Kekurangan Nitrogen, Fosfor, Kalium,
    akibatnya pertumbuhan terhambat dan secara fisiologi pun tidak sempurna
Pengendalian Hama Penyakit
Cara Preventif : Merupakan tindakan atau perlindungan
tanaman dengan cara penanaman jenis varietas yang tahan terhadap hama dan
penyakit dan penyemprotan pestisida secara berkala dan teratur.
Cara Kuaratif : Merupakan tindakan perlindungan tanaman
setelah terinfeksi atau terserang hama yang menyerang.
Cara biologis : Dengan menyebarkan atau memelihara
kelestarian hewan yang menjadi predator atau musuh alami hama ke areal pertanaman
yang terserang.
Cara mekanis : Dengan pembunuhan hama secaralangsung dengan
memangkas bagian tanaman yang menjadi sarang telur yang telah terinfeksi oleh
penyakit.
Cara kimiawi : Memberantas dengan menggunakan bahan-bahan
kimia beracun, seperti insektisida, nematisida, fungisida. 
Penangan panen yang kurang hati hati dapat menimbulkan
kerusakan, misalnya umbi terluka pada saat dibongkar dari dalam tanah, dan
penanganan panen yang tidak memperhatikan umur tanaman dan keadaan fisik
tanaman, menyebabkan umbi bermutu rendah karena dipanen terlalu muda. Hama dan
penyakit pada umbi tidak hanya menyerang pada saat dikebun tetapi masih dapat
menyerang hasil panen sampai ketangan konsuman. Penangananan pascapanen yaitu
untuk mencegah kerusakan akibat serangan hama atau penyakit, gangguan
fisiologi, dan gangguan lingkungan yang kurang menguntungkan, maka dilakukan :
Pembersihan : Pada umumnya umbi yang baru dipanen kotor
karena tertempeli tanah dan masih terdapat sisa sisa akar, batang, daun.
Sortasi : Umbi yang telah dibersihkan selnjutnya disortasi,
dipisahkan umbi yang baik dan sehat, yaitu umbi yang tidak cacat dan tidak
terserang hama dan penyakit.
Karateristik Gembili
Gembili masuk dalam spesies Dioscorea esculenta (Lour.)
Burkill. Gembili disebut juga Lesser yam, Chinese yam, Asiatic yam. Nama Lokal
gembili adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), kombili
(Ambon). Bentuk umbi gembili pada umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga
bentuk bercabang atau lobar. Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai
coklat muda, warna korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening
sampai putih keruh. Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai
10 cm dengan bentuk bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit
umbi mudah dikupas karena cukup tipis. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah air kemudian
karbohidrat. Karbohidrat pada gembili tersusun atas gula, amilosa dan
amilopektin. Komponen gula tersusun atas glukosa, fruktosa dan sukrosa sehingga
menyebabkan rasa manis. Protein pada gembili tersusun atas asam amino yang
jumlahnya rendah yaitu asam amino sulfur (metionin dan sistein), lisin, tirosin
dan triptofan, sedangkan asam amino yang lain jumlahnya besar.
Tumbuhan yang seringkali berduri. Akar-akar pada tumbuhan
liarnya berduri, pada tanaman budidaya seringkali tidak berduri. Setiap 1
tanaman terdapat 4-20 umbi; umbi tua berbentuk silinder, kadangkala berlobi,
kulit lapisan luar coklat atau abu-abu-coklat, tipis, seringkali kasar; daging
putih. Batang tegak, memanjat melingkar ke kiri, berduri di bagian dasar dan di
bagian atas tidak berduri. Daun tunggal, berseling, menjantung, seringkali
terdapat 2 duri di pangkal. Perbungaan jantan di ketiak, perbungaan betina melengkung
ke bawah, bulir menyerupai tandan., soliter. Buah (sangat jarang ditemukan)
kapsul, pipih. Biji bersayap membundar.
Daerah asal
Tempat tumbuh alami jenis ini di daerah tropis lembab dan
agak lembab. Sebaran terbaiknya pada daerah dengan curah hujan 875 – 1750 mm
per tahun, dengan suhu minimum 22.70 C.. Penyebarannya menurun pada daerah
bersuhu 35° C atau di atasnya. Penanaman sebaiknya di dataran rendah, namun di
Himalaya pada ketinggian 900 m dpl dapat berhasil dengan baik. Pembentukan umbi
ditentukan oleh kondisi optimum pada kondisi hari siang pendek, drainasi tanah
dengan pH 5.5 – 6.5. Perbanyakan dilakukan dengan umbinya. Masa dormansi
umbinya sangat pendek. Umbinya ditanam pada gundukan tanah, punggung bukit atau
pada tanah datar. Tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya umum dilakukan.
Jika penanaman secara monokultur maka jarak tanam 100 cm x 50 cm. Penyiangan
perlu dilakukan 2-3 kali dalam satu kali penanaman.
Jenis ini berasal dari Thailand dan Indo China. Tumbuhan
liarnya ditemukan di India, Burma dan New Guinea. Pada jaman prahistori jenis
ini tersebar di Asia Tenggara dari daratan Asia sampai ke Philippina, kemudian
ke bagian selatan dan tenggara berakhir di bagian barat daya. Setelah tahun
1500-an jenis ini memasuki kawasan tropis. Saat ini merupakan tanaman budidaya
penting di Asia Tenggara (terutama di New Guinea, Ocenia, Karibia dan China).
Jenis dan Varietas
Nama dari gembili menunjuk kepada bentuknya, misalnya
gembili gajah berbentuk paling besar dibanding yang lain. Gembili teropong
bentuknya bulat memanjang seperti teropong. Sedangkan gembili legi mempunyai
bentuk paling kecil, tetapi rasanya paling enak, karena paling manis. Gembili
srewot, permukaannya mempunyai rambut-rambut akar yang sangat banyak. Terakhir
gembili wulung mempunyai umbi, batang dan daun berwarna ungu.
Varietas lain dari gembili yaitu Gembolo (Dioscorea
bulbifera), suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) merupakan tanaman
umbi-umbian yang ditanam di pekarangan. Tanaman ini semakin jarang dikenal dan
hanya bisa dijumpai di desa-desa. Umbi gembolo serupa dengan umbi gembili namun
berukuran lebih besar.
Tumbuhan gembolo merambat dan rambatannya berputar ke arah
kanan (searah jarum jam jika dilihat dari atas). Tumbuhan ini juga dapat
menghasilkan umbi dari batang yang ada di permukaan. Umbi ini disebut
“umbi udara” dan dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan vegetatif.
Gembolo sekarang tersebar ke seluruh daerah tropika dan di beberapa tempat di
Afrika menjadi sumber karbohidrat penting
Spesies Dioscores aculeata terdapat mulai dari yang forma
kecil (diameter umbi 4 sd.7 cm) yang disebut gembili sampai forma besar
(diameter umbi 15 cm) yang disebut gembolo. Gembili pun masih terdiri dari
berbagai forma. Mulai dari forma umbi bulat telur sampai lonjong. Forma lonjong
berukuran lebih besar dibanding forma bulat. Diameter umbi forma bulat sekitar
3 cm, sementara forma  lonjong sampai 7
cm. Panjang batang gembili bisa mencapai 5 meter lebih. Diameter batang antara
3 sd. 7 mm, berkulit keras (kaku) dan berduri. Forma gembolo malahan juga
menghasilkan akar yang juga berduri yang disebut “gemarung”. Duri
gemarung ini sangat kuat hingga sulit sekali lapuk. Meskipun sudah
bertahun-tahun dalam tanah, duri gemarung akan tetap utuh berwarna hitam
mengkilap.  Daun gembili maupun gembolo
berbentuk jantung berwarna hijau tua dengan tulang daun tampak menonjol.
Panjang daun mulai dari 7 cm (gembili) sampai 15 cm (gembolo).
Sebagai tanaman pemanjat, gembili maupun gembolo memerlukan
panjatan. Gembolo memerlukan batang pohon sebagai panjatan, sebab batangnya
lebih panjang dengan jumlah cabang lebih banyak. Sampai saat ini, gembolo tidak
pernah dibudidayakan secara khusus. Umbi ini banyak tumbuh lias dihutan-hutan
jati atau dibudidayakan satu dua batang di kebun rakyat. Meskipun gembolo
berukuran jauh lebih besar dari gembili, namun umbi ini kurang disukai
masyarakat karena rasanya tidak selezat gembili. Kandungan pati gembolo lebih
rendah dari gembili, sementara kandungan airnya lebih tinggi. Hingga rasa
gembolo kurang begitu enak dibanding gembili. Selain itu, tangkai umbi gembili
cukup panjang, kadang-kadang sampai lebih dari 50 cm. Duri gemarungnya yang
banyak, kuat dan sangat tajam juga kurang disukai petani. Namun sebagai sumber
genetik plasma nutfah, sebenarnya gembolo layak untuk tetap dilestarikan.
Keberadaan gembolo di hutan jati merupakan alternatif pelestarian yang cukup
aman.

BUDIDAYA GEMBILI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas