Tamanikan.com - Jual ikan dan udang galah air tawar konsumsi terbesar di bangka belitung.

Hubung Kami: Pukul 09:00-16:00 . Wa: +6282310102004

Taman Ikan

Budidaya Ikan dan Udang Galah

TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA AIR ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) DI PERAIRAN UMUM DARATAN


TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN
TEKNOLOGI
Tujuan dari penerapan
teknologi pengendalian gulma air ecenggondok adalah untuk mengendalikan
pertumbuhan ecenggondok di perairan sehingga keberadaannya tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan sumber daya ikan dan perairan. Teknologi
pengendalian gulma air ecenggondok ini sangat bermanfaat untuk memulihkan
fungsi ekologis perairan dan sekaligus berguna sebagai teknologi pemanfaatan
ecenggondok sebagai sumber makanan ikan (bisa seluruh pohon atau daunnya
saja. Bila daunnya saja (10 % dari pohon) maka batangnya (50 % bagian pohon)
dapat digunakan untuk kerajinan kreatif dengan catatan panjang minimum 60 Cm
dan perlu adanya pelatihan serta akarnya (40 % bagian pohon) sebagai bahan
baku kompos atau biogas, memerlukan sarana dan teknologi yang harus dimiliki.
Teknologi ini dapat diterapkan secara efektif di perairan umum daratan
terutama di perairan danau dan waduk yang sudah digolongkan perairan kritis
sebagai akibat cemaran gulma air sehingga kelestarian lingkungan perairan
terjamin

PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI
Gulma air adalah tumbuhan air yang keberadaannya di
perairan secara ekologi merugikan karena
pertumbuhannya melebihi manfaatnya sehingga
keberadaannya tidak diinginkan.
Ecenggondok, Eichhornia crassipes
adalah tumbuhan air mengapung yang keberadaannya di perairan umum daratan
merupakan salah satu gulma penting.
Perairan umum daratan adalah
perairan yang dihitung dari garis pantai surut terrendah sampai daratan, baik
berupa sungai, danau, waduk, rawa dan perairan genangan lainnya.
Danau
kritis adalah danau yang sudah mengalami perubahan ekologis yang cenderung
mengakibatkan gangguan kelestarian atau keberadaannya dan hal itu dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain : gulma air, pendangkalan, dan
pencemaran.
RINCIAN DAN APLIKASI
TEKNIS/PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN:
1.
Persaratan Teknis Penerapan
Teknologi Pengendalian Gulma Ecenggondok meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pengendalian ecenggondok dilakukan
di perairan danau atau waduk dengan kepadatan gulma ecenggondok yang tinggi
(10 kg/m2)
b. Jenis teknologi pengendalian ecenggondok
yang diterapkan adalah kombinasi antara  pengendalian secara fisik dan biologis
c. Pengendalian dilakukan secara fisik dan
biologis yaitu dengan cara memanen ecenggondok yang kemudian daunnya
digunakan sebagai makanan ikan herbivor (misal : ikan koan, Ctenoparyngodon
idella
) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan batangnya (petiol)
dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (industri kreatif) serta
akarnya untuk bahan kompos atau biogas
d. Benih ikan koan yang siap untuk
mengkonsumsi daun ecenggondok berukuran panjang > 15 cm dan berat > 20
gram
e. Wadah pemeliharaan ikan koan yang
berupa karamba jaring apung/tancap ukuran minimal 2x2x2 m.
2.
Uraian lengkap dan detail SOP,
mencakup:
a  
Identifikasi
luasan perairan yang ditutupi ecenggondok untuk menghitung potensi
ecenggondok yang berupa daun sebagai sumber pakan ikan koan, petiol sebagai
bahan baku kerajinan tangan dan akar sebagai bahan baku kompos atau biogas
b  
Gulma
air ecenggondok di perairan harus dilokalisir agar tidak bergerak kesana kemari
tetapi terpusat di suatu lokasi
c  
Pengadaan
benih ikan koan ukuran panjang 15 cm dan berat 20 gram.
d  
Pengadaan
sarana pemeliharaan ikan koan yang berupa kantong jaring, rakit karamba, dan
perlengkapannya dengan ukuran minimal karamba 2x2x2 m.
e  
Ikan
koan dipelihara dengan kepadatan 100-200 ekor/karamba dan diberi makanan daun
ecenggondok sebanyak 4-7% dari berat ikan yang dipelihara.
f   
Pemberian
makan daun ecenggondok dilakukan satu kali sehari Cara penerapan teknologi
yang diurut mulai persiapan sampai aplikasi.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI :
1.  
Teknologi
pengendalian gulma ecenggondok ini adalah teknologi modifikasi yang merupakan
kombinasi dari teknologi pengendalian secara fisik dan biologis dengan
menggunakan ikan koan.
2.  
Teknologi
pengendalian gulma ecenggondok ini layak untuk dikembangkan di perairan danau
atau waduk yang tercemar ecenggondok. Teknologi pengendalian secara terpadu
ini telah mampu mengubah gulma ecenggondok menjadi biomasa ikan, bahan baku
industri kerajinan/kreatif dan sumber biogas untuk keperluan rumah tangga.
Namun pada teknologi ini, penekanan utama adalah dalam mengkonversi biomasa
daun ecenggondok menjadi biomasa ikan sehingga menjadi produk yang bernilai
ekonomi baik untuk keperluan konsumsi masyarakat maupun sekaligus
meningkatkan pendapatan pembudidaya serta pelestarian lingkungan perairan.
Pemanfaatan daun ecenggondok pada budidaya ikan koan mempunyai keunggulan
tersendiri jika dibandingkan dengan pengendalian biologis dengan cara
menebarkan ikan koan secara langsung di perairan. Jika ikan koan ditebar
langsung di perairan, maka pada tahap awal ikan koan akan makan tumbuhan air
yang disukai terlebih dahulu seperti ganggang (Hydrilla spp, Ceratophylum
sp, dsb) sehingga tumbuhan air tersebut habis dan kemudian baru beralih ke
akar ecenggondok dan terakhir ke daun ecenggondok setelah ecenggondok mati.
Padahal keberadaan tumbuhan air ganggang sangat diperlukan untuk penempelan
telur dan perlindungan benih ikan asli di perairan. Kasus penebaran ikan koan
yang langsung dilepas ke perairan danau untuk mengendalikan ecenggondok ini
telah berhasil dilakukan di Danau Kerinci namun akhirnya berdampak negatif
terhadap penurunan populasi ikan asli seperti ikan semah (Tor duorenensis)
yang sangat ekonomis.
3.  
Teknologi
pengendalian gulma ecenggondok secara fisik dan biologis merupakan teknologi
sederhana sehingga mudah diterapkan oleh masyarakat sekitar perairan yang
tercemar gulma ecenggondok. Hasil analisis proksimat ecenggondok mengandung
protein (Akar=17,7%, Batang= 4,86% dan Daun= 19,83%) (Krismono, 2007),
sehingga memenuhi syarat untuk pakan ikan. Secara ekonomis menguntungkan
karena komponen pakan yang antara 60-70% dari biaya produksi pada budidaya
ikan dalam KJA dengan mudah didapat tanpa mengeluarkan biaya untuk
membelinya. Disamping itu, biomassa daun ecenggondok akan dikonversi menjadi
biomassa ikan yang ekonomis. Penerapan teknologi pengendalian ini secara
terpadu dapat diterapkan di masyarakat dengan menciptakan kegiatan industri
kerajinan untuk memanfaatkan batang/petiol ecenggondok dan bahan bakar gas
atau kompos untuk pupuk dengan memanfaatkan akar ecenggondok sehingga
ecenggondok yang berupa gulma menjadi bahan baku yang bernilai ekonomis. Hal
ini telah dilakukan di waduk Rawapening dan di danau Limboto. Dalam pengembangan
budidaya ikan koan perlu dikembangkan kelembagaan pembenihannya sehingga
pasok benih ikan koan dapat terjamin.
Teknologi pengendalian ecenggondok
secara fisik dengan cara mengangkatnya ke luar perairan yang selama ini
sering dilakukan di beberapa perairan akan membutuhkan biaya yang tinggi dan
hanya sesaat karena tidak ada produk yang secara berkelanjutan dihasilkan dan
bernilai ekonomis.
4.  
Teknologi
pengendalian gulma yang diterapkan merupakan teknologi yang ramah lingkungan
dan akan berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan perairan.
5.  
Kebaharuan
teknologi ini dapat menentukan waktu pengendalian gulma air yang ada
berdasarkan jumlah/ukuran ikan yang dibudidayakan dan ramah lingkungan.
6.  
Indikator
keberhasilan dapat dihitung bila ada 1.000 petak Keramba jaring apung ikan
koan dengan pakan eceng gondok dalam satu periode pemeliharaan mengurangi
sekitar 120 ha luas tutupan eceng gondok. Bila pemanfaatan eceng gondok
digunakan juga untuk kerajinan dan biogas, sehingga yang digunakan untuk
pakan hanya daunnya berarti 10 % bagian dari seluruh pohon, maka dengan
jumlah KJA 1.000 petak dapat mengurangi 1.200 ha.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
1.  
Dampak
negatif yang mungkin timbul dari budidaya ikan koan dalam KJA dengan pakan
berupa daun ecenggondok adalah sangat ringan (kecil) yaitu berupa penyuburan
perairan dari sisa kotoran dan eksresi ikan koan.
2.  
Ikan
koan (Ctenoparyngodon idella) adalah jenis ikan invasif bila terlepas
ke perairan umum daratan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA
USAHA
KJA 2x2x2
m , padat tebar 200 ekor (20gr/ekor) dalam 90 hari menjadi (mortalitas 20% x
200 ekor) 160 ekor 500gr/ekor dengan pakan encenggondok. Biaya produksi untuk
KJA Rp. 200.000,-/unit dan benih 200 ekor @ Rp. 300,- = Rp. 600.000,- Jumlah
modal/unit = Rp. 800.000,-. Hasil panen 160 ekor x 500gr = 80kg @ Rp.
25.000,- = Rp. 2.000.000,-.
Keuntungan per unit = Rp.
2.000.000,- – Rp. 800.000,- = Rp. 1.200.000,-. Bila satu rumah tangga
pembudidaya memiliki 6 unit maka penghasilan = Rp. 7.200.000,- per 3 bulan =
Rp. 2.400.000,-per bulan.
FOTO DAN SPESIFIKASI


Waktu yang diperlukan untuk
pengendalian eceng gondok di danau/waduk dapat dirumuskan sebagai berikut:

T  :
Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok (hari)
L  :
Luas area tutupan eceng gondok (m2)
Be
: Biomassa eceng
gondok (kg/m2)
Ke
: Rasio eceng
gondok yang dapat dimakan ikan koan
Ge
: Laju pertumbuhan
eceng gondok (g/hari)
N  :
Jumlah ikan yang tebar ikan koan (ekor)
Ki  :
Jumlah ikan dalam kurungan (ekor)
Gz
: Laju perambanan
ikan koan terhadap eceng gondok (g/hari)
Gi
: Laju pertumbuhan
ikan koan (g/hari)
Sumber:
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2014. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Sekretariat
Balitbang KP, Jakarta.
TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA AIR ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) DI PERAIRAN UMUM DARATAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas