bisnis perikanan

Prospek Bisnis Ikan Laut Tangkap

Menurut hasil verifikasi Badan Informasi Geospasial (BIG) pada tahun 2013, Indonesia mempunyai 13.466 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di dunia (setelah Kanada). Dengan panjang 99.093 kilometer. Garis pantai itu sangat mungkin bertambah lagi bila BIG memetakan lingkungan pantai Indonesia dengan skala lebih besar, yakni 1:25.000 untuk Jawa Bali dan 1:50.000 untuk Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang sebelumnya hanya menggunakan skala 1:250.000. Dengan data tersebut, maka wajar saja bila potensi sektor perikanan Indonesia sangat besar.
Selain untuk konsumsi, dengan potensi melimpah, dunia kelautan dan perikanan bisa menjadi ruang usaha yang sangat luas dan mendatangkan pendapatan bagi masyarakat di samping sektor-sektor lainnya. Terlebih lagi bila teknologi yang digunakan dari hulu sampai hilir sudah dimodernisasi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa peluang dan prospek usaha bidang ikan laut tangkap masih sangat besar dan menjanjikan. Prospek yang cerah tersebut juga tercermin dari pertumbuhan bisnis perikanan tangkap yang terus berkembang. Produksi hasil laut tersebut ikut mendorong produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan yang mencapai Rp 291,8 triliun pada tahun 2013.
Seiring kemajuan teknologi dan globalisasi, terjadi pergeseran modus dan model bisnis perikanan tangkap di Indonesia. Sepuluh tahun lalu, usaha penangkapan ikan di laut masih didominasi oleh para nelayan mandiri yang menggunakan perahu tradisional tanpa motor. Namun, sejak tahun 2007, jumlah perahu tanpa motor terus berkurang hingga akhirnya hanya tinggal 175.510 unit pada akhir tahun 2013. Kondisi ini terjadi karena menangkap ikan menggunakan perahu tanpa motor tidak lagi efektif. Daerah penangkapan ikan juga semakin jauh ke tengah laut, sehingga tidak mudah dijangkau oleh perahu tanpa motor.
Melihat kondisi ini, investor dan pemilik modal pun masuk ke bisnis perikanan tangkap. Mereka mendirikan perusahaan dan membangun armada penangkapan ikan dengan kapal yang lebih modern yakni kapal motor tempel dan kapal motor berdaya hingga ratusan gross ton. Alhasil sejak tahun 2007, jumlah perusahaan penangkapan terus bertambah dari 33 perusahaan menjadi 84 perusahaan pada tahun 2013. Jumlah kapal motor pun terus meningkat dari 154.846 unit pada tahun 2008 menjadi 226.573 pada tahun 2013.
Para nelayan yang sebelumnya mandiri akhirnya bergabung menjadi karyawan perusahaan penangkapan ikan. Mereka tidak lagi menangkap ikan menggunakan perahu tradisional melainkan dengan kapal modern. Pergeseran pola penangkapan ikan tersebut juga berimbas pada alur penjualan ikan.
Saat nelayan mandiri masih dominan, hasil tangkapan ikan umumnya dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Namun, pola itu kini semakin jarang dilakukan. Perusahaan penangkapan ikan lebih senang menjual langsung hasil tangkapannya ke pabrik pengolahan ikan yang menjadi mitranya. Bahkan, banyak juga perusahaan yang usahanya terintegrasi dari mulai penangkapan hingga pengolahan. Jadi, hasil tangkapan dari laut, diolah dan dipasarkan sendiri.
Dampaknya, jumlah hasil laut yang dijual ke TPI anjlok drastis dari 730.286 ton pada tahun 2010 menjadi 452.581 ton pada tahun 2013. Yang menggembirakan, meskipun tidak lagi mandiri, namun jumlah nelayan atau rumah tangga perikanan tangkap cenderung meningkat. Meningkatnya produksi dan bertambahnya suntikan modal membuat perusahaan penangkapan ikan terus merekrut tenaga kerja. Pada akhir tahun 2013, jumlah rumah tangga perikanan tangkap mencapai 671.625 keluarga, meningkat dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 577.656 keluarga.
Dalam pelaksanaan ekspor komoditi perikanan, Indonesia mendapat beberapa tantangan antara lain persaingan dari banyak negara lain yang mengeskpor udang dan ikan laut. Produk ikan untuk pasar ekspor harus memenuhi standar kualitas ekspor, dan para eksportir ikan harus mampu memenuhi pesanan dari pembeli di luar negeri, yaitu mampu mengekspor dengan kuantitas dan kualitas produk ikan yang diminta oleh para pembeli luar negeri.
Sisa produksi ikan dikonsumsi di dalam negeri maupun dipakai sebagai ikan umpan atau diolah lagi menjadi tepung ikan, kerupuk, serta produk makanan lainnya. Meskipun jumlah produksi ikan per kapita sekitar 24 kg per tahun berdasarkan data Dirjen Perikanan, jumlah konsumsi ikan per kapita di Indonesia menurut data dari BPS, hanya sekitar 14 kg per tahun.
Berdasarkan perkiraan secara keseluruhan potensi lestari sumber daya perikanan laut Indonesia berjumlah 6,6 juta ton/tahun, terdiri dari 4,5 juta ton di perairan Indonesia dan 2,1 juta ton di perairan ZEE. Perkiraan potensi tersebut berasal dari beberapa jenis ikan laut, yaitu ikan Pelagis kecil 3,5 ton, ikan perairan karang 0,048 juta ton per tahun. Perairan laut Indonesia memiliki banyak sekali jenis ikan (sekitar 3.000 jenis). Banyaknya jenis ikan tersebut tidak berarti diikuti kelimpahan populasi untuk setiap jenisnya, walaupun diakui beberapa jenis di antaranya seperti ikan Lemuru, ikan Layang, ikan Cakalang, serta berbagai jenis ikan lainnya mempunyai populasi cukup besar.
Pada dasarnya, sumber daya ikan laut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
  1. Ikan Pelagis kecil terdiri dari jenis ikan antara lain ikan Layang, ikan Kembung, ikan Selar, Sardin dll.
  2. Ikan Pelagis besar terdiri dari jenis ikan antara lain ikan Tongkol, ikan Tuna, Cakalang dan lain-lain.
  3. Ikan Demersal terdiri dari jenis ikan antara lain ikan Kakap merah, Bawal, Kerapu, Manyung, Peperek, dan lain-lain.
Sumber : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Semoga Bermanfaat…

Most Popular

To Top