Untuk mendapatkan benih ikan yang monosex secara ginogenesis ada
beberapa perlakuan yang dapat dilakukan yakni antara lain:
beberapa perlakuan yang dapat dilakukan yakni antara lain:
A. Penyinaran sperma dengan sinar ultraviolet
Sebelum sperma dicampur dengan sel telur (pemijahan buatan) sperma
tersebut diberi perlakuan penyinaran dengan sinar UV. Hal ini dilakukan untuk
merusak bahan 17 mbryog sperma. Komposisi kimiawi sperma pada plasma inti
(nukleoplasma) diantaranya adalah DNA, Protamine, Non Basik Protein. Sedangkan
seminal plasma mengandung protein, potassium, sodium, 17mbryog, magnesium,
posfat, klarida. Sedangkan komposisi kimia ekor sperma adalah protein, lecithin dan
cholesterol (Gusrina, 2008).
tersebut diberi perlakuan penyinaran dengan sinar UV. Hal ini dilakukan untuk
merusak bahan 17 mbryog sperma. Komposisi kimiawi sperma pada plasma inti
(nukleoplasma) diantaranya adalah DNA, Protamine, Non Basik Protein. Sedangkan
seminal plasma mengandung protein, potassium, sodium, 17mbryog, magnesium,
posfat, klarida. Sedangkan komposisi kimia ekor sperma adalah protein, lecithin dan
cholesterol (Gusrina, 2008).
Ginogenesis |
Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang di bawah 300 nm dapat diserap
secara kuat oleh bahan biologi tertentu, terutama asam nukleat, protein, dan koenzim.
Tetapi sinar ini tidak sampai mengionisasi atom-atom dan molekulnya disamping itu
kemampuan sinar ultraviolet untuk menembus bahan sangat terbatas. Walaupun sinar
ultraviolet yang dapat masuk ke bahan biologi tersebut sedikit, tetapi 17mbryo semua
diserap. Hal ini berarti efisiensi penyerapan sinar ultraviolet olleh bahan-bahan
biologi sangat tinggi. Pada panjang gelombang hingga 260 nm sinar UV dapat
merusak fungsi pirimidin AND yang merupakan bahan genetic sperma. Walapun
sperma diradiasi namun tidak sampai merusak kemampuannya untuk bergerak dan
membuahi telur. Dengan demikian sperma ini masih mampu untuk memicu untuk
terjadinya pembuahan dan perkembangan telur.
secara kuat oleh bahan biologi tertentu, terutama asam nukleat, protein, dan koenzim.
Tetapi sinar ini tidak sampai mengionisasi atom-atom dan molekulnya disamping itu
kemampuan sinar ultraviolet untuk menembus bahan sangat terbatas. Walaupun sinar
ultraviolet yang dapat masuk ke bahan biologi tersebut sedikit, tetapi 17mbryo semua
diserap. Hal ini berarti efisiensi penyerapan sinar ultraviolet olleh bahan-bahan
biologi sangat tinggi. Pada panjang gelombang hingga 260 nm sinar UV dapat
merusak fungsi pirimidin AND yang merupakan bahan genetic sperma. Walapun
sperma diradiasi namun tidak sampai merusak kemampuannya untuk bergerak dan
membuahi telur. Dengan demikian sperma ini masih mampu untuk memicu untuk
terjadinya pembuahan dan perkembangan telur.
B. Perlakuan kejut suhu
Setelah sperma diberi perlakuan penyinaran kemudian dicampur dengan sel
telur dan dilepaskan dalam air agar terjadi pembuahan. Setelah pembuahan terjadi
kemudian telur yangterbuahi tersebut diberi kejutan lingkungan. Hal ini dapat berupa
kejut suhu atau dengan tekanan hidrostatis. Perlakuan dengan tekanan hidrostatis
memerlukan peralatan yang rumit, mahal sehingga suli untuk diterapkan telur dalam
jumlah banyak namun metode ini efektif untuk memproduksi tingkat heterozigositas
nol persen. Kejut suhu lebih praktis dalam penggunaannya sehingga bisa diterapkan pada jumlah yang banyak. Kejut suhu dimaksudkan untuk pencegahan keluarnya
polar body II telur pada saat terjadi pembelahan miosis kedua atau pencegahan
pembelahan sel setelah duplikasi kromosom pada saat terjadi pembelahan mitosis
pertama sehingga jumlah kromosom telur mengganda lagi pada awal perkembangan
zigot (Nagy et al:, 1978). Kejut suhu disini berupa kejutan panas dan kejutan dingin.
Pemberian kejutan panas lebih singkat periodenya dibandingkan dengan kejut dingin.
telur dan dilepaskan dalam air agar terjadi pembuahan. Setelah pembuahan terjadi
kemudian telur yangterbuahi tersebut diberi kejutan lingkungan. Hal ini dapat berupa
kejut suhu atau dengan tekanan hidrostatis. Perlakuan dengan tekanan hidrostatis
memerlukan peralatan yang rumit, mahal sehingga suli untuk diterapkan telur dalam
jumlah banyak namun metode ini efektif untuk memproduksi tingkat heterozigositas
nol persen. Kejut suhu lebih praktis dalam penggunaannya sehingga bisa diterapkan pada jumlah yang banyak. Kejut suhu dimaksudkan untuk pencegahan keluarnya
polar body II telur pada saat terjadi pembelahan miosis kedua atau pencegahan
pembelahan sel setelah duplikasi kromosom pada saat terjadi pembelahan mitosis
pertama sehingga jumlah kromosom telur mengganda lagi pada awal perkembangan
zigot (Nagy et al:, 1978). Kejut suhu disini berupa kejutan panas dan kejutan dingin.
Pemberian kejutan panas lebih singkat periodenya dibandingkan dengan kejut dingin.
Pada saat oogenesis (proses pembentukan sel telur hingga siap untuk ovulasi),
sel telur belumlah dalam keadaan 2N melainkan 4N. Saat pembelahan sel miosis I
terjadi,saat itu dikatakan sel telur telah matang. Saat itulah ada “loncatan” polar body
I (2N), sehingga sel telur yang awalnya 4N menjadi 2N. Pembelahan sel secara
miosis, ada pengurangan set kromosom menjadi setengah dari semula. Perbedaannya
dengan pembelahan sel mitosis (pembelahan yang ditandai dengan penggandaan atau
perbanyakan jumlah sel.
sel telur belumlah dalam keadaan 2N melainkan 4N. Saat pembelahan sel miosis I
terjadi,saat itu dikatakan sel telur telah matang. Saat itulah ada “loncatan” polar body
I (2N), sehingga sel telur yang awalnya 4N menjadi 2N. Pembelahan sel secara
miosis, ada pengurangan set kromosom menjadi setengah dari semula. Perbedaannya
dengan pembelahan sel mitosis (pembelahan yang ditandai dengan penggandaan atau
perbanyakan jumlah sel.
Satu buah sel telur yang memiliki dua set kromosom (2N) dan satu buah sel
sperma memiliki satu set kromosom (1N). Jika keduanya kita pasangkan, maka
terjadilah pembuahan. Setelah sel telur dibuahi oleh sperma, maka satu set kromosom
sperma memasangkan diri terhadap satu set kromosom pada sel telur. Dan sebagai
akibatnya, ada satu set kromosom sel telur yang tidak mendapatkan pasangan. Itulah
yang kemudian dipahami oleh beberapa peneliti, bahwa polar body II yang berisi satu
set kromosom (1N) akan “ke luar” dari 18mbryo. Satu set yang tidak memiliki
pasangan kromosom itu akan ter denaturasi. Dengan terjadinya, maka sel telur yang
sudah dibuahi tersebut, kembali pada kondisi normal (2N) dan menyiapkan diri untuk
melakukan proses berikutnya; yakni pembelahan sel mitosis.
sperma memiliki satu set kromosom (1N). Jika keduanya kita pasangkan, maka
terjadilah pembuahan. Setelah sel telur dibuahi oleh sperma, maka satu set kromosom
sperma memasangkan diri terhadap satu set kromosom pada sel telur. Dan sebagai
akibatnya, ada satu set kromosom sel telur yang tidak mendapatkan pasangan. Itulah
yang kemudian dipahami oleh beberapa peneliti, bahwa polar body II yang berisi satu
set kromosom (1N) akan “ke luar” dari 18mbryo. Satu set yang tidak memiliki
pasangan kromosom itu akan ter denaturasi. Dengan terjadinya, maka sel telur yang
sudah dibuahi tersebut, kembali pada kondisi normal (2N) dan menyiapkan diri untuk
melakukan proses berikutnya; yakni pembelahan sel mitosis.
Jika proses keluarnya polar body II kita ganggu dengan kejut suhu di atas
hingga mengalami kegagalan, maka tentu saja sel telur yang sudah dibuahi itu akan
tetap memiliki tiga set kromosom; dua set dari sel telur dan satu set dari sel sperma.
Inilah yang kemudian kita kenal sebagai triploid atau individu yang memiliki tiga set
kromosom (3N). Karena materi genetic sperma telah rusak maka yang akan
berkembang dan mengalami pembelahan hanya pada set kromosom telur dari induk betina. Oleh karena itu ginogenesis hanya akan menghasilkan anakan yang sama
dengan sifat induknya jika metode ini berhasil.
hingga mengalami kegagalan, maka tentu saja sel telur yang sudah dibuahi itu akan
tetap memiliki tiga set kromosom; dua set dari sel telur dan satu set dari sel sperma.
Inilah yang kemudian kita kenal sebagai triploid atau individu yang memiliki tiga set
kromosom (3N). Karena materi genetic sperma telah rusak maka yang akan
berkembang dan mengalami pembelahan hanya pada set kromosom telur dari induk betina. Oleh karena itu ginogenesis hanya akan menghasilkan anakan yang sama
dengan sifat induknya jika metode ini berhasil.
Ginogenesis dapat digunakan untuk pemurnian ikan menggantikan teknik
perkawinan sekerabat. Menurut Rohadi, D. S, (1996) dengan ginogenesis buatan
dapat menghasilkan ikan bergalur murni dengan sifat homozigositas. Hasil pemurnian
ikan dengan metode ginogenesis selama satu generasi sama dengan hasil tujuh sampai
delapan generasi perkawinan sekerabat sedangkan homozogositassatu generasi ikan
ginogenesis sama dengan homozigositas tiga generasi ikan hasil perkawinan
sekerabat. Keberhasilan dari metode ini ditentukan oleh umur zigot, lama waktu
kejutan dan suhu kejutan panas yang digunakan. Lamanya kejutan suhu, pemilihan
waktu yang tepat serta suhu perlakuan yang tepat adalah spesifik atau khas untuk
masing-masing jenis ikan.
perkawinan sekerabat. Menurut Rohadi, D. S, (1996) dengan ginogenesis buatan
dapat menghasilkan ikan bergalur murni dengan sifat homozigositas. Hasil pemurnian
ikan dengan metode ginogenesis selama satu generasi sama dengan hasil tujuh sampai
delapan generasi perkawinan sekerabat sedangkan homozogositassatu generasi ikan
ginogenesis sama dengan homozigositas tiga generasi ikan hasil perkawinan
sekerabat. Keberhasilan dari metode ini ditentukan oleh umur zigot, lama waktu
kejutan dan suhu kejutan panas yang digunakan. Lamanya kejutan suhu, pemilihan
waktu yang tepat serta suhu perlakuan yang tepat adalah spesifik atau khas untuk
masing-masing jenis ikan.
Sumber : Laporan Praktikum Genetika Ikan Ginogenesis Triploidisasi dan Hibridisasi
Semoga Bermanfaat…