Perna viridis atau green mussels atau yang lebih dikenal dengan kerang hijau, merupakan salah satu jenis kerang yang banyak dipasarkan. Kerang hijau hidup pada daerah perairan estuari, teluk, dan daerah mangrove dengan substrat pasir berlumpur serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Kerang hijau menjadi salah satu komoditas yang ramai dibudidayakan karena caranya yang tidak terlalu sulit. Selain itu, kerang hijau mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan dan tanpa diberi pakan.
Selain pertimbangan teknis budidaya yang mudah, kerang hijau juga dikenal memiliki kandungan gizi yang tinggi, selain itu kulit kerang hijau dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan maupun pakan ternak. Kandungan gizi kerang hijau adalah: protein sebesar 21,9%, lemak 14,5%, karbohidrat 18,5%, Abu 4,3% dan air 40,8% (Affandi and Tang, 2002). Kandungan gizi ini sebanding dengan gizi daging sapi, telur maupun daging ayam. Setiap tahun permintaan akan kerang hijau selalu meningkat dan belum dapat terpenuhi karena masyarakat masih mengandalkan penangkapan dari alam.
Pembudidaya kerang hijau banyak ditemukan di pantai utara Jawa, seperti di Jakarta dan Banten, karena struktur perairan yang berpasir dan berlumpur. Bibit kerang hijau sendiri berasal dari alam sehingga para pembudidaya tidak perlu repot untuk membudidayakan kerang hijau. Mereka cukup membuat keramba dengan bambu dan tali tambang untuk dijadikan media tumbuh kerang hijau dan menunggu hingga waktu panen tiba. Kerang hijau juga dikenal dapat bertahan hidup dan berkembang biak pada tekanan lingkungan yang tinggi sehingga mudah untuk dibudidayakan. Selain itu budidaya kerang hijau juga tanpa penebaran bibit dan pemberian pakan sehingga usaha budidaya kerang hijau dapat dilakukan dengan biaya yang cukup rendah (Noor, 2014).
Klasifikasi dan Morfologi
Kerang hijau (Perna viridis) termasuk binatang lunak (Moluska) yang hidup di laut terutama pada daerah litoral, memiliki sepasang cangkang (bivalvia), berwama hijau agak kebiruan. Insangnya berlapis-lapis (Lamelii branchia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah “suspension feeder”, dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki dan benang “byssus”, hidup dengan baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1 m sampai 7 m, memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas antara 27 – 35 per mil (Power et al., 2004).
Kerang hijau |
Kerang hijau tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada benda – benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras.
Kerang hijau memiliki sebaran yang luas yaitu mulai dari laut India bagian barat hingga Pasifik Barat, dari Teluk Persia hingga Filipina, bagian utara dan timur Laut China, Taiwan hingga Indonesia (Carpenter et al., 1998). Kerang hijau merupakan salah biota laut yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan yang berarti. Dengan sifat dan kemampuan adaptasi tersebut, maka kerang hijau telah banyak digunakan dalam usaha perikanan budidaya. Dengan hanya menggunakan/menancapkan bambu/kayu ke dalam perairan yang terdapat banyak bibit kerang hijau, maka kerang tersebut dengan mudah menepel dan berkembang tanpa harus memberi makan.
Berikut klasifikasi kerang hijau (Cappenberg, 2008) :
Kerajaan (Kingdom) : Animalia
Filum (Phylum) : Moluska
Kelas (Class) : Bivalvia
Sub klas (Sub Class) : Lamellibranchiata
Bangsa (Ordo) : Anisomyria
Induk suku(Superfamily): Mytilacea
Suku (Family) : Mytilidae
Anak suku (Sub family) : Mytilinae
Marga (Genus) : Perna
Jenis (species) : Perna viridis Linnaeus 1758
Sumber : Budidaya Kerang Hijau Metode Longline
Semoga Bermanfaat…