Nama lain: enteritis kataralis [1]
Hospes :
Virus ini terdeteksi pada 50 spesies akuatik [4]. Ikan laut maupun air tawar peka terhadap IPNV [6]. Penyakit IPN pertama kali tercatat tahun 1941 pada brook trout (Salvelinus fontinallis) di Amerika Utara. Ikan rainbow trout (O. mykiss) juga rentan terhadap penyakit ini, cutthroat trout kurang rentan, brown trout (Salmo trutta) tidak rentan [1]. Salmon atlantik dan beberapa spesies salmon pasifik (Oncorhynchus spp.) serta ikan zebra dan yellow tail juga dilaporkan terdapat kasus IPN. Virus ini dapat menyerang ikan laut dan kerang namun tidak menimbulkan penyakit [3].
Etiologi/ penyebab:
aquabirnavirus, birnaviridae ds RNA, tidak beramplop, diameter 60nm. Terdapat banyak strain atau serotipe dengan patogenesitas bervariasi [1]. Kebanyakan strain masuk dalam serogrup A yang terbagi menjadi 9 serotipe. Virus ini akan inaktif pada suhu 70oC sealam 2 jam atau 80oC selama 10 menit dan pH (asam) 11,9 selama 5 menit atau 12,2 selama 10 menit. IPNV memiliki dua segemen linier A dan B. Segmen A terdiri dari 3092bp dengan 2 ORF, sedangkan segmen B terdiri dari 2784bp dengan ORF tunggal [5]. Di Eropa, dikenal 5 subtipe IPNV yaitu IPNV Sp, Ab, HE, TE (moluska), dan TV (moluska dan karper) [4].
Stadium rentan :
Penyakit ini cukup menimbulkan permasalahan pada salmon muda air tawar namun berkembang menjadi masalah pada salmon atlantik post smolt di air laut [1]. Benih merupakan stadium kritis infeksi ini. Outbreak jarang terjadi 20 minggu pemeliharaan. Benih tidak menunjukkan gejala klinis tapi bisa jadi membawa virus (sebagai karier) [4]. Kematian ikan pada usia >6 bulan sangat jarang terjadi [9].
Epizootiologi
Penyakit ini menyebar di utara dan selatan Amerika, Eropa, Rusia, Cina, negara asia lainnya, Afrika selatan. Penularan terjadi secara horizontal dan vertikal. Biasanya penyakit muncul di bulan-bulan awal post molt berpindah ke air laut. Penyebaran ke berbagai area terjadi melalui telur salmon [1]. Penularan horizontal diperoleh melalui uptake virus di insang dan ingesti. Virus juga dapat menyebar dari urin, cairan reproduksi, feses, peralatan yang terkontaminasi, dan karier seperti burung, mamalia, parasite darah, moluska. Virus menunjukkan kemampuan bertahan di kondisi perairan terbuka dan mampu bertahan dari kondisi lingkungan. Individu yang dapat bertahan, pada stadium awal hingga akhir juvenil dapat berperan sebagai karier. Kematian kumulatif bervariasi dari 10-90% tergantung pada strain virus, hospes, dan lingkungan [2,3,6]. Penularan vertical terjadi melalui telur yang telah difertilisasi [3]. Gejala klinis IPN dapat bersifat lintas generasi dimana antar infeksi kadang berselang beberapa tahun. IPNV dapat bertahan hingga 8 bulan atau lebih di air dan tetap bersifat infeksius [4].
Faktor pendukung
Ikan menjadi rentan penyakit ini saat suhu air <12oC [1]. Outbreak biasanya terjadi ketika ikan mengalami stress, misalnya saat ikan mulai makan sendiri, kepadatan tinggi, fluktuasi kualitas air suhu dan salinitas [6].
Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit IPN tidaklah spesifik. Gejala dapat muncul 3-5 hari (benih), 8-10 hari (tokolan) setelah terpapar oleh virus dengan puncaknya pada hari ke 12-18 [9]. Ikan berenang tidak teratur, lesu, anorexia, emasiasi, menghitam, eksopthalmia, petechiae pada permukaan ventral, petechiae internal, lambung kosong atau terisi dengan eksudat putih atau kuning, peradangan kataralis. Enteritis kataralis dan nekrosis pancreas paling umum terlihat. Kematian secara mendadak dan cepat terjadi pada tokolan [1]. Abdomen mengalami distensi dan terjadi gerakan berenang seperti spiral [2]. Ikan yang sembuh dari gejala klinis dapat menjadi karier jangka panjang [7]. Meskipun dapat sembuh, ikan yang berhasil bertahan akan mengalami gangguan pertumbuhan karena adanya fibrosis pankreas [9].
Perubahan patologi
Organ yang terdampak oleh virus ini antara lain hati, limpa, pankreas, ginjal, usus, insang, dan otot dengan pancreas dan hati sebagai target utama [5]. Hemoragi terjadi pada area pilorus. Hati, limpa, ginjal sangat pucat dan empedu terakumulasi di kantung empedu [4]. Pengamatan makroskopis ditemukan warna menghitam pada tubuh, pop eye, dan warna putih pada feses [2]. Secara histopatologi terdapat enteritis fokal, sloughing mukosa, dan enteritis kataralis. Pada sel-sel acinar mengalami nekrosis baik fokal maupun difus [1]. Badan inklusi intrasitoplasmik basofilik dapat teramati pada acinar pancreas. Pada stadium terminal hati dapat mengalami nekrosis [9]. Karakteristik utama penyakit ini adalah usus yang meregang dan terisi cairan kuning susu gelatin seperti lendir. Di bagian anus terlihat warna putih memanjang mengggantung seperti mucus [4]. Berdasarkan penelitian, IPNV yang tumbuh melebihi 1 x 107/TCID 50/ml berkaitan dengan kerusakan jaringan di organ target. Jumlah virus di bawah jumlah tersebut tidak menimbulkan perubahan patologi [5].
Diagnosa banding
VHS, IHN, SAV [6], infectious salmon anemia, Aeromonas salmonicida, dan Yersinia ruckeri [7], HVS [9].
Metode Diagnosa
Diagnosa dilakukan dengan histopatologi, IFAT, IHC, PCR, isolasi virus [1]. Isolasi dapat dilakukan mengunakan ginjal posterior atau seka pilorica [7]. Pemeriksaan mikroskopis didapati adanya area nekrosis pada pankreas, esofagus, dan lambung. Hemoragi petekie tidaklah umum ditemukan. Standar emas deteksi IPN adalah dengan kultur sel. [3].
Pencegahan dan Pengendalian
Hingga saat ini belum penanganan yang efektif untuk IPN. Pengendalian dilakukan dengan meminimalisir stress saat perpindahan ke air laut. Pemberian vaksinasi, manajemen baik, disinfeksi telur, skrining induk, membersihkan dan disinfeksi area terinfeksi, menggunakan pakan tidak terkontaminasi, dan air yang terlindungi dengan baik [1]. Sejumlah vaksin telah dikembangkan dan cukup mampu menurunkan dampak lethal dari virus ini di Norwegia [8]. Pada saat outbreak harus dilakukan pengontrolan kepadatan dan menurunkan suhu air [2]. Klorin dengan dosis 4-40mg/L selama 2-30 menit, formalin 2-3% selama 5 menit, ozon 70-90mg/L selama 10 menit, fenol 5% selama 5 menit dapat digunakan untuk mendisinfeksi peralatan agar tidak terkontaminasi oleh virus ini. Sedangkan iodofor 2,5-3,5ppm selama 5-60 menit dapat digunakan untuk mendisifenksi telur selain untuk peralatan [5]. Peralatan budidaya dapat didisinfeksi menggunakan UV 100-330mJ/cm3 dan telur dapat disinfeksi dengan iodofor meskipun belum tentu dapat mengeleminasi virus karena IPNV terbawa di dalam telur, bukan di permukaan. Sebelum penebaran benih sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap IPNV [7].
Referensi
- Raidal, S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin Ellard, Frances Stephens. 2004. Aquatic Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch Print: Australia
- Reantaso M G., B., Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.
- Eiras, J.C., H. Segner,T. Wahli,B.G. Kappoor (ed). 2008. Fish Diseases Volume 2. Science Publishers:
- Schlotffeldt, H.J. Alderman, D.J. , F Baudin-Laurencin., E.M Bernoth., D.W. Bruno., W. Daelman, E. Lorenzen, K.Thorut. 1995. WHAT Should I Do: A Practical Guide for the Fresh Water Fish Farmer. European Association of Fish Pathologist
- Kibenge, F.S.B. dan Godoy, M.G. (Ed). 2016. Aquaculture Virology. Elsevier: UK
- Department of Agriculture. 2019. Aquatic Animal Diseases Significant to Australia: Identification Field Guide, 5th Edition, Australian Government Department of Agriculture, Canberra. CC BY 4.0.
- Haldfield, C. Dan Clayton, L.A (Ed). 2021. Clinical Guide to Fish Medicine John Wiley & Sons: USA
- Yin, L.K (Ed). 2004. Current Trends in the Study of Bacterial and Viral Fish and Shrimp Diseases. World Scientific Publishing : Singapore
- Noga, E J. 2010. Fish disease: diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell Publishing