Environment DNA (eDNA) didefinisikan sebagai asam nukleat agen patogen yang diekstraksi dari sampel lingkungan. Teknologi eDNA merupakan suatu tehnik deteksi menggunakan DNA yang berasal dari lingkungan. Organisme pada umumnya melepaskan asam baik DNA maupun RNA ke lingkungan. Pelepasan ini dapat melalui sekresi mukosa, cairan tubuh, jaringan, sisik, kulit, sel mikroba, sel yang ruptur. Asam nukleat yang berada di lingkungan ini dapat dideteksi keberadaannya. Environmental DNA dapat digunakan untuk mendeteksi patogen bebas yang mengapung di lingkungan perairan. eDNA dapat digunakan sebagai deteksi dini, untuk mengidentifikasi materi genetik dari air, sedimen, salju, dan udara. Disamping untuk deteksi penyakit, eDNA juga secara luas digunakan pada studi biodiversitas. Tehnik ini cukup populer karena sangat sensitif dan dapat digunakan meskipun tanpa organsime target di lokasi sampling.
Beberapa kelebihan penggunaan eDNA antara lain:
- Sampling mudah, hanya dengan mengambil air baik dari sungai, danau, teluk, permukaan, laut dalam, dan air porous di sedimen.
- Dapat memprediksi kematian ikan dan mencari pendekatan manajemen penyakit sebelum terjadi outbreak
- Dapat mengetahui jumlah patogen dan dinamika populasinya di lingkungan
- Dapat mendeteksi berbagai organisme dengan mudah tanpa mengganggu organisme dan habitatnya.
- Mengidentifikasi dan menghitung jumlah asam nukleat ekstraseluler di berbagai media secara efisien.
- Mengidentifikasi spesies bernilai tinggi atau langka sebagai alternatif metode sampling
- Tidak membutuhkan sampling yang harus mematikan ikan sehingga dapat digunakan untuk spesies langka atau bernilai tinggi atau spesies yang sulit didapatkan. Hal ini sekaligus dapat menghindari stress pada ikan dan tidak perlu menghandle ikan.
- Menurunkan biaya pengambilan dan pengujian sampel
- Membutuhkan sampel yang lebih sedikit untuk mendeteksi agen patogen bahkan meskipun sesitifitas diagnostik metode eDNA rendah.
- Sampel yang sama dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan inang dan berbagai patogen
- Dapat digunakan sebagai alternatif metode apabila sampling inang tidak mungkin dilakukan.
- Dapat digunakan untuk mendeskripsikan struktur dan sebaran plankton di perairan.
Meskipun banyak manfaat yang diperoleh dari metode eDNA, terdapat beberapa kelemahan metode ini yaitu hanya sedikit patogen yang terdeteksi karena pengenceran di lingkungan dan degradasi asam nukleat. Kebanyakan eDNA terdegradasi dalam 2 hari. Konsentrasi dari DNA/RNA target dan sensitiftas metode juga dapat bervariasi karena berbagai faktor. Sementara itu, kuantifikasi sangat penting agar hasil pengujian eDNA lebih bermakna. Misalkan untuk menentukan ambang batas untuk konsumsi manusia atau pengiriman, estimasi frekuensi dan seberapa besar spesies yang dilindungi, dampak budidaya terjadap rantai makanan, dampak komunitas bentik terhadap lingkungan.
Penggunaan eDNA untuk pembebasan penyakit masih diperdebatkan karena metode yang ada saat ini harus menggunakan sampel asal hewan. Data validasi diagnostik untuk eDNA juga masih sangat sedikit. Disamping itu juga terdapat resiko kontaminasi sumber sampel yang dapat mengakibatkan sampel terdeteksi positif. Hal inilah yang menyebabkan hasil positif dari metode eDNA tidak dapat digunakan untuk mengonfirmasi keberadaan penyakit baik pada individu sehat maupun sakit. Namun demikian, pendekatan eDNA sangat berguna terlebih bila diintegrasikan pada program surveilans.
Patogen yang terdeteksi melalui eDNA
Pada ikan, eDNA sudah diterapkan untuk mengidentifikasi bakteri, parasit, virus, dan jamur. Bakteri melepaskan DNA ke air melalui proses lisis sel dan ekstrusi. Bakteri seperti Micrococcus, Acinetobacter, Bacillus, Flavobacterium, Azotobacter, Pseudomonas, dan Acaligenes melepaskan material genetik saat tumbuh. Beberapa spesies bakteri pada ikan yang telah terdeteksi melalui eDNA antara lain Flavobacterium psyshrophilum, Yersinia ruckeri, Aeromonas sp. Pada ikan, jamur Saprolegnia parasitica pernah teridentifikasi dari sampel air saat terjadi kasus kematian. Parasit dapat dengan mudah terdeteksi melalui metode eDNA. Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus salaris, Chilodonella sp, Ichtyophthirius multifiliis, Myxobolus sp., Ceratimyxa shasta, Parvicapsula minibicornis, Tetracapsuloides byrosalmonae, Neoparamoeba perurans, Schistosoma mansoni, Lepeophtheirus salmonis merupakan parasit yang tercatat teridentifikasi dari air dengan eDNA. Deteksi virus DNA melalui eDNA lebih praktis dan mudah dilakukan dibandingkan RNA. Hal ini disebabkan oleh RNA yang kurang stabil dibandingkan DNA. Virus yang terdeteksi di perairan tawar melalui eDNA antara lain Herpesvirus, Viral hemorrhagic septicemia virus (VHSV), Infectious hematopoietic necrosis virus (IHNV), Golden shiner virus (GSV), Channel catfish virus (CCV), Red seabream virus, tilapia tilapine virus, dan salmon alphavirus, Rana virus, Cyprinus Herpes Virus (CyHV-3).
eDNA, eutrofikasi dan blooming alga
Teknologi eDNA dapat diterapkan untuk membantu memperkirakan gejala adanya blooming dengan melihay spesies alga yang paling dominan. Pada tahun 1990an, eDNA sudah digunakan untuk menelusur blooming fitoplankton dan mengevaluasi dampak faktor lingkungan terhadap komunitas bakteri. eDNA dapat digunakan sebagai indikator ekologi dengan melihat komposisi spesies untuk mengurangi eutrofikasi dan bloomng alga. Dengan demikian, terjadinya eutrofikasi dan blooming alga dapat dihindari.
eDNA dan biodiversitas
Selain untuk deteksi patogen dan alga, eDNA juga dapat digunakan untuk mengamati sebaran, pola, dan kepadatan spesies ikan. Analisis eDNA semacam ini dapat memberikan informasi status ekosistem dan upaya konservasinya. Pada studi biodiversitas, teknologi eDNA membuat penelitian menjadi lebih mudah, cepat, murah, terukur.
eDNA dan spesies invasive
eDNA dapat digunakan untuk deteksi dini spesies invasive. Spesies yang tidak diharapkan hadir di lingkungan ini dapat terdeteksi lebih awal menggunakan eDNA. Di Amerika, teknologi eDNA efektif dalam mendeteksi spesies invasive. Setelah spesies invasive teridentifikasi, langkah mitigasi untuk memperlambat atau menghentikan pertumbuhan spesies ini dapat dilakukan.
eDNA dan resistensi antibiotik
Bakteri lingkungan merepresentasikan resistensi pada suatu perairan umum. Kolom air dapat disampling untuk analisis eDNA sehingga lebih hemat waktu dan mempermudah deteksi bakteri dan gen resisten antibiotik. Studi Antimicrobial resistance (AMR) pada air permukaan membutuhkan metode molekuler yang mengevaluasi DNA bakteri terkait gen resisten antibiotik (ARG). eDNA yang diperoleh kemudian dianalisa dengan PCR atau metagenomik dapat memberikan informasi prevalensi, keanekaragaman, dan dinamika populasi resisten antibiotik.
eDNA dan penyakit zoonosis
Kemampuan eDNA untuk mendeteksi keberadaan patogen pada surveilans dapat memprediksi kecepatan dan area sebaran suatu penyakit. Lebih luas lagi, aplikasi eDNA sangat berpotensi apabila diterapkan tidak hanya untuk patogen ikan dan kerang, namun juga untuk patogen akuatik yang zoonosis seperti vibrio.
Prinsip sampling e DNA pada tambak
- Pilih beberapa titik sampling dalam tambak
- Pooling dalam 1 petak
- Untuk kolam yang dalam dapat dilakukan stratifikasi (permukaan, tengah, dalam)
- Pada sampel air, e-DNA dapat dilakukan untuk menguji sebelum air sumber masuk atau setelah pengeringan.
Metode pengujian eDNA
Secara sederhana, metode uji eDNA dilakukan dengan memfilter air, mengekstraksi DNA, mengamplifikasi, sekuensing materi genetik. Penggunaan qPCR dapat dilakukan untuk mengkuantifikasi target. Sedangkan barcoding next generation atau metabarcoding dapat mengestimasikan kepadatan relatif suatu DNA organisme dari hasil filter. Penggunaan metabarcoding untuk eDNA masih dipertanyakan apakah bisa digunakan untuk kuantifikasi spesies dan membedakan stadium dari siklus hidup spesies.
Faktor yang mempengaruhi keberadaan eDNA pada lingkungan perairan tawar
Keakuratan pengujian eDNA banyak disangsikan oleh karena degradasi asam nukleat oleh berbagai faktor. Diketahui bahwa jumlah eDNA yang dapat ditemukan bergantung pada beberapa faktor seperti suhu, salinitas, kekeruhan, dan vegetasi. Cahaya, suhu, aktifitas enzim, dan pH berdampak terhadap kerusakan eDNA. DNA yang diambil dari lapisan permukaan air hancur dalam 170 jam atau lebih lambat dibandingkan lapisan bawah. Suhu tinggi dapat memicu degradasi dengan merusak untai ganda DNA. Sedangkan radiasi UV B dapat masuk ke dalam kolom air dan menyebabkan hancurnya eDNA melalui pemecahan ikatan base-pair DNA. Dampak cahaya terhadap DNA berbeda-beda tergantung intensitas cahaya dan suhu. pH dapat mempengaruhi DNA dengan mendenaturasi untai ganda DNA pada kondisi asam. Sedangkan kondisi basa akan memicu degradasi ikatan hidrogen dan memecah basa nitrogen DNA.
Konsistensi terdeteksinya eDNA pada perairan bergantung pada kecepatan aliran, material padat, substansi terlarut, kolom air, dan palung sungai. Sedimen diketahui dapat mengabsorbsi DNA sehingga mengurangi kecepatan deteksi karena degradasi eDNA. Pada sedimen, edNA dapat terlarut kembali sehingga menimbulkan positif palsu karena spesies yang terdeteksi tidak lagi ada di lingkungan. Pada survey lapangan, metode eDNA sangat bergantung pada kondisi aliran air, komposisi sedimen dan partikel terlarut. eDNA pada perairan tawar dan laut memiiki perbedaan dimana waktu paruh eDNA pada air laut lebih cepat dibandingkan air tawar. Kecepatan degradasi juga bervariasi sesuai lingkungan darat dan musim.
Referensi
Bohara, K.; Yadav, A.K.; Joshi, P. Detection of Fish Pathogens in Freshwater Aquaculture Using eDNA Methods. Diversity 2022, 141015.https://doi.org/10.3390/d14121015
Chouhan, N., D. Dekari, B. Choudhary, A. Singh, T. Gon Choudhury2023. Environmental DNA (eDNA) technology: Fisheries and aquaculture perspectives
Gomes, G.B., K.S Hutson, J.S. Domingos, T.L. Miller, D.R. Jerry. 2024. Environmental DNA (eDNA) As Forensic Technique To Detect Pathogens In Aquaculture Systems. World Aquaculture Society
Gomes, G.B., K.S Hutson, J.S. Domingos, T.L., C. Chung, S. Hayward, Miller, D.R. Jerry Use of environmental DNA (eDNA) and water quality data to predict protozoan parasites outbreaks in fish farms. Aquaculture 479: 467–473
Noji, T., D. Wieczorek, B. Phelan, Y. Liu, L. Milke, R. Mercaldo-Allen, J. Rose, L. Sassoubre, B. Nash 2021. Applications of environmental DNA data in support of aquaculture Bull. Jap. Fish. Res. Edu. Agen. No. 50,19-24,
Peters L, Spatharis S, Dario MA, Dwyer T, Roca IJT, Kintner A, Kanstad-Hanssen Ø, Llewellyn MS, Praebel K (2018) Environmental DNA: A New Low-Cost Monitoring Tool for Pathogens in SalmonidAquaculture. Front. Microbiol. 9:3009.doi:10.3389/fmicb.2018.03009
UQ IISAP 2023
WOAH. 2022. The use of environmental DNA methods for detection of WOAH listed aquatic animal diseases.
