BUDIDAYA

Dinamika penggunaan ikan rucah sebagai pakan bagi ikan


ikan rucah (pict by jitunews.com)

Ikan rucah pada dasarnya diartikan sebagai ikan bernilai rendah. Namun
demikian definisi ini saat ini bergeser, sebab banyak ikan rucah yang diolah
menjadi produk yang bernilai. Ikan rucah, dalam bahasa inggris diistilahkan
sebagai “ikan sampah”, “hasil sampingan”, atau
trash fish sebab perolehannya bukan sebagai sisa hasil tangkapan.
Ikan rucah juga disebut sebagai “pig fish” sebab digunakan dalam peternakan
babi tradisional skala rumah tangga. Di beberapa negara, ikan rucah disukai
pembudidaya untuk dipakai sebagai pakan ikan karena harganya yang relatif lebih
murah dan selalu tersedia.

Tidak ada spesifikasi khusus ikan rucah. Tidak hanya ikan, moluska,
krustasea, dan echinoid juga termasuk dalam ikan rucah. Ikan rucah yang
digunakan sebagai pakan berasal dari ikan demersal. Ikan pelagis bisa jadi
digunakan ketika suplai berlebih. Spesies Indian mackerel (Rastrelliger
kanagurta), spotted sardine (Sardinella sp.), smoothbelly sardine (Ambligaster
leiogaster), mackerel scad (Decapterus macarelus), round scad (Decapterus sp.)
dan big eyed scad (Selar crumenopthalmus) paling umum digunakan. Ikan bernilai
tinggi juga bisa digunakan sebagai pakan rucah. Komposisi ikan rucah setiap
tangkapan bervariasi, bergantung area, musim, dan jenis alat tangkapnya. Di
Vietnam, ada lebih dari 100 spesies ikan rucah laut yang dipakai sebagai pakan
atau bahan pakan. Ikan jenis anchovy (Stolephorus
sp), lizard fish (Saurida sp), pony
fish (Leistonagthus spp) dikatakan
sering dipakai sebagai pakan rucah di negara ini.


Pembudidaya tradisional merupakan pembudidaya yang kerap menggunakan ikan
rucah sebagai pakan. Pakan rucah biasanya diberikan secara langsung pada ikan.
Jenis komoditas yang kerap diberikan ikan rucah meliputi ikan patin, ikan
kerapu, lobster, dan udang. Pada suatu studi asupan pakan yang melibatkan
pembudidaya dari beberapa spesies ikan laut di beberapa negara menunjukkan
bahwa pada dasarnya ikan dapat dipelihara dengan berbagai macam pakan. Kecuali
untuk ikan kerapu yang sulit dalam menerima pakan berupa pelet. Penggunaan
pelet memang lebih menguntungkan namun harganya yang kurang ekonomis sehingga
masih banyak pembudidaya yang bergantung pada ikan rucah.


Meskipun demikian, penggunaan ikan rucah sebagai pakan tidak selalu
menguntungkan. Ikan rucah kurang direkomendasikan sebagai pakan utama sebab
kandungan nutrisinya tidak konsisten dan berkontribusi mencemari air dan
berpotensi membawa patogen. Banyak patogen yang berpotensi bebas masuk ke dalam
tubuh ikan dari pakan rucah. Ikan rucah bisa jadi menjadi sumber pembawa
penyakit-penyakit infeksius. Parasit bisa jadi mati pada proses ini. Walaupun
ikan rucah diberi perlakuan pembekuan, patogen (bakteri dan virus) masih dapat
bertahan. Patogen yang terdeteksi terdapat dalam pakan rucah adalah kelompok Streptococcus dan iridovirus (Kim et
al., 2007), megalocytivirus iridoviridae/ Infectious
Spleen Kidney Necrosis Virus
(Lajimin et al., 2008), Vibrio harveyi (Kim, 2015). Penggunaan ikan rucah berkualitas
rendah atau yang disimpan berhari-hari juga dapat meningkatkan potensi
peningkatan jumlah bakteri di kolom air. Ikan rucah yang tidak termakan dan
mengendap di dasar jaring tentunya juga dapat meningkatkan prevalensi bakteri.


Penggunaan ikan rucah juga bertentangan dengan keberlanjutan budidaya serta
beberapa aspek penurunan kualitas lingkungan. Diketahui bahwa ikan rucah dapat melepaskan
nutrien ke dalam kolom air. Meskipun tidak sebesar pada pakan pelet, ikan rucah
akan segera hancur di dalam air, terutama jika diberikan pada spesies seperti
kerapu. Akibatnya 30-50% pakan ikan rucah akan terbuang. Hal ini 2-4 kali lebih
tinggi daripada jumlah yang hilang ketika diberikan pelet. Hancuran pakan ikan
rucah juga dapat membusuk di dasar keramba dan mencemari.


Penggunaan ikan rucah sebagai pakan adalah hal umum dalam dunia budidaya.
Penggunaannya semakin meningkat karena harganya yang jauh lebih murah
dibandingkan menggunakan pakan komersial. Namun belakangan ini harganya
meningkat akibat tingginya permintaan. Pada zaman sekarang, ikan rucah bersaing
penggunaannya sebagai pakan ikan dan juga sumber makanan manusia. Meningkatnya
teknologi menggeser penggunaan beberapa spesies yang semula sebagai ikan rucah,
dimanfaatkan sebagai makanan manusia. Misalnya saja leatherjack fish, yang
dahulu jarang dimakan, kini diolah sebagai fillet dan dikeringkan untuk
eksport.

Leather jacket fish fillet for export (by phusefoods.com)
Harga ikan rucah berbeda-beda, bergantung kadar proteinnya. Di Vietnam,
kualitas dan harga ikan rucah dibagi menjadi tiga kategori, rendah, medium, dan
tinggi. Kualitas ini ditentukan dari komposisi spesies, kualitas, dan
kesegaran. Ikan rucah berkualitas baik terlihat segar dan bercahaya. Ikan
berkualitas sedang warnanya kusam namun bentuknya masih utuh. Sedangkan ikan
berkualitas baik berbau busuk dan rusak.
 
Harga ikan rucah juga dapat fluktuatif bergantung ketersediaan. Kualitas
ikan rucah biasanya buruk sebab penyimpanannya yang tidak memadai di kapal,
terutama pada kapal yang melaut selama 1-6 minggu. Masa simpan ikan rucah
sangat pendek. Meskipun disimpan dengan pendingin, nutrisi ikan rucah akan
menurun dalam beberapa minggu.

Sebagai pakan bagi ikan, ikan rucah selain diberikan secara langsung juga
ada yang menggunakannya sebagai bahan untuk pembuatan tepung ikan. Pemberian
ikan rucah juga dapat terbagi beberapa tipe pengolahan minimalis, ada yang
memberikan secara utuh, tubuhnya saja (tanpa kepala dan ekor), tanpa isi perut,
dan kombinasi ikan rucah dan sisa pemrosesan (kepala dan ekor). Di Indonesia, ikan
rucah biasa diperoleh pembudidaya per tiga hari. Ikan yang datang dimasukkan
wadah dengan es dan disimpan hingga saatnya diberikan, biasanya setiap satu
hingga tiga hari sekali. Di daerah tertentu seperti di Riau, beberapa unit
pembesaran ikan mengolah ikan rucah menjadi ikan asin sebelum digunakan sebagai
pakan ikan. Ikan rucah yang diasinkan ini diberikan sebagai sumber protein
pakan hingga 30% dari pakan. Tingkat penerimaan ikan terhadap pakan rucah yang
diolah semacam ini bervariasi bergantung spesies dan konsentrasi garam. Ikan
patin dan ikan nila merupakan dua jenis ikan yang diberikan pakan ini. Hasan et
al (2016) yang melakukan studi ini  pada
lele sungai (Hemibagrus nemurus) menyatakan
bahwa pakan ikan rucah yang diasinkan tidak mempengaruhi kadar protein dan abu
ikan, namun meningkatkan kelembaban dan menurunkan kadar lemak. Profil asam
amino esensial yang diberi pakan ikan rucah diasinkan tidak berbeda dengan ikan
yang diberi pakan biasa.


Penggunaan ikan rucah disarankan untuk dikurangi, disamping aspek
lingkungan dan kesehatan, juga keberlangsungan spesies ikan di masa mendatang.
Namun demikian, masalah baru yang muncul adalah ketersediaan pakan buatan yang
belum terjangkau. Masalah lainnya adalah keengganan ikan memakan pakan ramuan
pada pergantian pakan ikan rucah. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan
melakukan pengalihan pakan secara bertahap.

Referensi


Aquafeed.com staff. 2010. Marine Finfish: Reducing the dependence on trash
fish as feed for marine finfish.


Edwards, P., Tuan, L.A., Allan, G.L. 2004. A survey of marine trash fish
and fish meal as aquaculture feed ingredients in Vietnam. ACIAR Working Paper
no 57


FAO. Trashfish Feeds Environmental impact. TCP/RAS/3203


Hasan, B., I. Putra, I. Suharman,
D. Iriani. 2016. Evaluation of salted trash fish as a protein source replacing
fishmeal in the diet for river catfish (Hemibagrus nemurus). AACL Bioflux 9(3)

Hossain, M.A., K.M Al-Abdul-Elah,
S. El-Dakour. 2017. Evaluation of different commercial feeds on

grow-out silver black porgy,
Sparidentex hasta (Valenciennes), for optimum growth performance, fillet
quality, and cost of production. Saudi Journal of Biological Sciences 24:71–79

Kim, J.H., D.K. Gomez, C.H.
Choresca Jr., S.C. Park. 2007. Detection of major bacterial and viral pathogens
in trash fish used to feed cultured flounder in Korea. Aquaculture 271: 105-110

Kim, D.H. 2015. Low-value Fish
used as Feed is a Source of Disease in Farmed Fish. Fish Aquat Sci 18(2),
203-209

Lajimin.S., A.A. Razak, D.J.
Denil., J. Ransangan, M.E.A. Wahid, A. Sade. 2015. First detection of
Megalocytivirus (Iridoviridae) in trash fish used for aquaculture feed in
Sabah, Malaysia. International Journal of Aquatic Science 6(1): 54-66

Sim, S.Y., Rimmer, M.A., Toledo,
J.D., Sugama, K., Rumengan, I., Williams, K.C., Phillips, M.J. 2005. Pedoman
Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang dibudidaya.
NACA, Bangkok, Thailand. 18 ha.

Most Popular

To Top