BUDIDAYA

Covid-19 dan Dampaknya terhadap Dunia Perikanan

Covid-19
merupakan penyakit yang sejak akhir tahun 2019 hingga saat dimana tulisan ini
dibuat, masih menjadi perbincangan dan wabah di segala penjuru dunia. Perlu
diketahui bahwa penyakit Covid-19 ini disebabkan oleh virus yang bernama SARS
–Cov-2 yang termasuk dalam famili coronaviridae dan genus betacoronavirus. SARS-Cov-2
ini menyerang pada sistem pernafasan terutama paru-paru. Virus ini masuk ke
dalam tubuh manusia melalui reseptor protein angiotensin-converting enzyme 2
(ACE2). Dibandingkan dengan ikan, kecuali untuk lungfish, ikan bernafas menggunakan insang. Kesamaan genetik asam
amino pada ikan terhadap reseptor ACE2 ini sangat rendah. Oleh karenanya, dapat
dikatakan bahwa ikan tidak rentan dan tidak ada kemungkinan bagi virus ini
untuk menginfeksi pada ikan. Namun hal yang tidak dapat diabaikan adalah pengaruh pandemi

Covid-19 ini pada rantai suplai makanan berbasis ikan. Baik
dari penangkapan, akuakultur, pemrosesan, transportasi, distribusi, penjualan,
perdagangan, semuanya terdampak baik secara langsung maupun tidak oleh pandemi
ini. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif maupun positif. Pada
tulisan ini dipaparkan mengenai keseluruhan aspek perikanan yang terdampak oleh
pandemi Covid-19. Dampak mungkin berdinamika, sama atau dapat berbeda dan
berubah, bergantung pada kondisi, situasi, dan perkembangan dari wabah ini.

Gb, Dampak Covid-19 dalam rantai suplai perikanan (pict credit to de Souza, 2020)
Seafood
Diketahui
bahwa tidak ada kejadian yang mengindikasikan infeksi SARS-CoV-2 pada bahan
pangan akuatik (ikan, udang, kerang). Namun demikian, permukaan bahan pangan
dapat terkontaminasi bila ditangani oleh individu yang terinfeksi dan aktif
menyebarkan virus. Adanya kemungkinan terkontaminasi virus Covid-19 ini tidak
langsung dapat dikatakan bahwa virus ini menular melalui bahan pangan. Untuk
dapat menginfeksi manusia, virus membutuhkan titer atau kadar yang mencukupi.
Selain itu, setiap virus memiliki ketahanan yang berbeda-beda di ruang terbuka,
bergantung dimana virus tersebut melekat. Meskipun Covid-19 ini tidak
menginfeksi pada seafood, namun
berbagai sektor terdampak oleh pandemi ini. 
Terlebih lagi, belum ada data lamanya waktu virus dapat bertahan di
permukaan seafood. Akan tetapi,
dengan penanganan dan sanitasi yang baik, kemungkinan kontaminasi dari virus
ini dapat ditiadakan. Sedangkan untuk seafood
sendiri, aman untuk dikonsumsi, selama disiapkan secara higiene dan aman, serta
proses memasak yang matang.

Budidaya

Pandemi
Covid-19 ini berdampak terhadap budidaya dimana terjadi perubahan permintaan
konsumen, akses pasar serta munculnya permasalahan logistik akibat pembatasan
transportasi. Sehingga secara tidak langsung berdampak terhadap mata
pencaharian, keamanan pangan dan nutrisi pada mereka yang menggantungkan hewan
akuatik sebagai sumber pangan dan pendapatan. Kapasitas produksi budidaya juga
terpengaruh akibat sulitnya mendapat induk, benih dan pakan, serta kesulitan
mendapatkan pekerja akibat adanya karantina wilayah/ lockdown. Di negara seperti India dan Ekuador, minimnya pekerja
disebabkan oleh banyaknya bekerja yang absen masuk kerja akibat ketakutan untuk
melakukan perjalanan ke lokasi kerja dengan transportasi umum. Hasil panen
menjadi sulit terjual dan pembudidaya terpaksa mempertahankan pemeliharaan
meskipun beresiko terhadap membengkaknya biaya untuk pemeliharaan.

Terhadap negara China, dimana pandemi ini awalnya
dilaporkan, produksi ikan air tawar mengalami hambatan dalam penjualan di awal
tahun 2020. Transportasi dan logistik saat ini mulai dibuka namun sayangnya
masa tebar menjadi tertunda dan harga ikan pun melambung. Kondisi semacam ini
ditemukan di berbagai negara di Asia. Berbeda halnya dengan di Mesir, dimana
pada sektor budidaya, produksi dan penjualan ikan laut menurun. Sedangkan harga
ikan nila sedikit meningkat karena permintaan yang cenderung stabil.

                Pada negara produsen udang
seperti Vietnam, produksi benih perlahan mulai pulih dan terjadi peningkatan penggunaan
sistem budidaya intensif. Sedangkan di India, mengalami kendala pada stok induk
dan operasional pekerja yang turun hingga 40%. Di awal pandemi di India, banyak
pembudidaya melakukan panen cepat yang berdampak pada turunnya harga.

Ikan hias

Dari aspek produsen ikan hias, Covid-19 mempengaruhi
pemasaran dimana berbagai kontrak jual beli ditunda atau dibatalkan. Pasar
ekspor impor menuju negara China terguncang akibat ditutupnya perdagangan ke
negara tersebut (sumber: http://trobosaqua.com/). Dari sini, dampak yang dapat
dilihat dari pandemi ini terhadap usaha ikan hias adalah cepat atau lambat staf
yang bekerja di bidang ini akan dirumahkan sebagai akibat turunnya penjualan.

Dipandang darisegi pasar
domestik, teramati hal yang berbanding terbalik dimana permintaan dan minat pasar terhadap ikan hias meningkat pesat
meskipun sempat mengalami penurunan. Tidak terganggunya pasar ikan hias
domestik ini dapat dimungkinkan oleh aktifitas masyarakat yang lebih banyak
berada di rumah. Memelihara ikan hias menjadi alternatif untuk membuang rasa bosan selama
pembatasan aktifitas luar rumah. Tidak hanya ikan cupang, beberapa jenis ikan
hias lain seperti neon tetra, arwana, louhan, dan channa menjadi tren di masyarakat
(sumber: https://lifestyle.okezone.com
). Meningkatnya permintaan terhadap ikan hias juga berdampak terhadap
peningkatan permintaan akuarium bahkan aquascape (sumber: https://www.liputan6.com ; https://pontas.id).
Ada juga yang menjadikan  ikan hias sebagai suatu langkah yang cukup
prospektif di masa ini. Terlebih lagi banyak karyawan yang dirumahkan dan tidak
dapat kembali bekerja. Bagi mereka, bisnis ikan hias dipandang mampu menjadi
sebuah solusi (sumber: https://finance.detik.com)

Meskipun minat terhadap ikan hias di pasar lokal cukup baik, hal yang paling disayangkan dari masa pandemi ini adalah
banyak kontes ikan hias yang tidak terlaksana. Sementara adanya kontes sangat
menjanjikan sebab pasar jual-beli peminat ikan hias banyak terjadi di kontes
ini. Hal inilah yang diungkapkan oleh Andi, seorang senior pembudidaya cupang di
Tegal pada acara pelatihan online Budidaya Cupang di Rumah Saja.

Rumput laut

Dikutip
dari pernyataan Donny W Nagasan (Ketua ASTRULI/ Asosiasi Industri Rumput Laut
Indonesia) pada Seminar Nasional Virtual “Pangan, Bioteknologi dan Budidaya
Alga di Era COVID-19” , kondisi pandemi covid-19 ini tidak berdampak secara
signifikan terhadap  konsumsi alga
sebagai hidrokoloid. Sementara untuk bactograde ada indikasi peningkatan harga
dan kemungkinan penggunaan di pandemi ini.  Perusahaan karaginofit dan Agarofit mengalami
penurunan penggunaan kapasitas mesin akibat turunnya pasar ekspor, pengurangan
volume kerja, penurunan permintaan pasar domestik, terhentinya proses produksi.
Akibatnya terjadi penurunan harga akibat suplai berlebih.  Hal ini juga terjadi pada produk makanan asal
rumput laut. Namun demikian, agar-agar dan pectin masih sangat diminati sebagai
bahan alam dan sehat. Negara-negara barat juga mengalami peningkatan untuk
konsumsi ‘natural’ alga yang dirasa lebih menyehatkan untuk di masa pandemi
ini.

Perdagangan dan Pemasaran

Terganggunya
pasar produksi budidaya mengakibatkan pembudidaya tidak dapat menjual hasil
panennya atau mereka harus menunda masa panen, sementara ikan tetap harus
diberi pakan. Akibatnya, biaya produksi, pengeluaran, dan resiko meningkat.
Kendala lain dihadapi pada komoditas yang dieksport karena ditutupnya pasar
internasional sehingga produksi yang semula diekspor dialihkan untuk produsen
lokal. Namun demikian, di beberapa negara, pasar lokal masih minim atau bahkan
tidak ada. Belum lagi untuk ikan-ikan laut bernilai jual tinggi (premium) yang
biasa dipasarkan ke Yunani, Turki, dan Mesir tidak mungkin untuk dipanen.
Penggeseran penjualan ke pasar ritel juga tidak mudah karena harga yang terlalu
mahal atau jenis ikan yang kurang familiar bagi konsumen pasar domestik. Akibatnya,
produksi yang ada melebihi kapasitas kebutuhan. Hal ini juga menjadi sebuah
permasalahan.

Pembatasan perdagangan internasional tak hanya berdampak
pada eksportir saja, namun juga berdampak terhadap perdagangan benih dan induk
yang secara tidak langsung dapat menurunkan produksi budidaya. Produk lain
seperti kerang mengalami kendala dalam pemasaran akibat penutupan sejumlah
hotel, restoran, dan pariwisata. Akhirnya pemasaranpun dialihkan ke pasar
lokal. Diantara dampak negatif dari pandemi ini, industri perikanan skala kecil
dapat meraup keuntungan sebab berkurangnya persaingan dari importir. Sementara
itu produk-produk olahan perikanan turut mendapatkan keuntungan akibat  adanya panic
buying
dimana produk beku terjual lebih cepat. Sayangnya, pembatasan akses
pasar dan logistik menimbulkan permasalahan dimana produk akan tertahan lebih
lama sehingga kualitas produk perlahan menurun.

 Ibu-ibu yang bekerja
di pasca penangkapan juga memiliki resiko dalam pandemi Covid-19 ini. Ibu-ibu
yang berjualan beresiko terpapar sebab di area pasar tradisional ada begitu
banyak orang tanpa pembatasan fisik yang memadai serta fasilitas dan sanitasi
yang higienis. Oleh karenanya diperlukan suatu inovasi metode penjualan ikan
yang hidup ataupun yang segar. Penjualan secara online baik dari industri ritel
atau perdagangan elektronik sejenis menjadi metode yang paling efisien dan
banyak digunakan dalam masa wabah ini.

Dari sisi harga, pembatasan kapasitas penerbangan akan
meningkatkan harga terutama untuk komoditas ikan segar seperti salmon, kakap, seabream, dan ikan nila. Untuk negara
Kanada, harga ikan salmon masih sesuai dengan kontrak. Jumlah yang diekspor
juga masih ditangani dengan baik. Sedangkan, ekspor dari negara Norwegia sempat
mengalami penurunan, namun beranjak meningkat. Bahkan ekspor sudah mulai
berjalan ke Cina, negara uni eropa bahkan Italia. Harga ikan salmon dalam
standar EURO ini termasuk rendah akibat turunnya nilai tukar dengan mata uang
di Norwegia. Di pasar Amerika, kuarter pertama 2020, harga ikan jatuh, dan
diikuti harga filet yang mulai turun di akhir kuarter.

Untuk udang, stok di pasar dunia berlebih sebelum adanya
covid-19. Harganya  pun cukup rendah
sejak tahun lalu. Di negara pengimpor udang seperti Amerika, pasokan udang di
awal tahun masih terkontrol sebab udang yang seharusnya dikirim ke China
dialihkan ke Amerika. Sedangkan di negara pengekspor seperti Ekuador, Vietnam,
India, harga udang mengalami penurunan. Meskipun demikian, nilai ekspor
beranjak naik sebab mulai masuknya permintaan dari negara seperti China. Tak
jauh berbeda, harga udang di Indonesia juga mengalami keguncangan, tidak hanya
di pasar ekspor, namun juga di pasar lokal. Penebaran yang di lakukan di awal
tahun mengalami kebingungan tujuan untuk ekspor ketika pasar Amerika di
tutup. 

Konsumsi ikan

Selama wabah Covid-19 ini, sejumlah negara melaporkan
adanya penurunan konsumsi bahan pangan asal akuatik. Hal ini disebabkan oleh
kesalahpahaman mengenai resiko penularan virus. Namun, peningkatan konsumsi
juga mungkin terjadi pada komunitas tertentu, akibat pembatasan transportasi
atau perdagangan sehingga hasil tangkapan ataupun hasil panen akhirnya
digunakan sebagai sumber alternatif protein hewani. Misalnya seperti di Mesir,
dimana ikan nila lebih banyak dikonsumsi dibandingkan ayam.

Sebenarnya covid-19 ini tidak terlalu berdampak terhadap
konsumsi seafood. Akan tetapi, peran
pemerintah untuk mendorong konsumsi di masa ini sangat dibutuhkan. Beberapa
negara bahkan mengeluarkan kampanye untuk meningkatkan konsumsi ikan. Misalnya
di Turki dengan kampanye nya “Life at
home, Fish at Table”
(sumber: turkishagrinews.com/)
atau di Amerika dengan  program “Seafood for Heroes” guna mendukung
tenaga kesehatan dan garda terdepan dalam krisis covid-19 ini (sumber : www.seafoodforheroes.com).
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) jauh sebelum pandemi covid-19 ini telah mendorong konsumsi ikan
dengan gerakan nasional GEMARIKAN (Gemar
Memasyarakatkan Makan Ikan)
(sumber: kkp.go.id/). Di masa pandemi
covid-19, ini dimunculkan Gerakan Nasi
Ikan
yang disosialisasikan oleh seluruh Unit Pelayanan Teknis KKP yang
bertujuan membantu masyarakat, meningkatkan imunitas dan mendorong masyarakat
agar gemar makan ikan (sumber: kkp.go.id/).
Di beberapa negara lain, meskipun tidak menggunakan kampanye atau gerakan
tertentu, banyak industri perikanan skala kecil bahkan pembudidaya lokal yang
turut berkontribusi terhadap ketahanan pangan di masa pandemi ini dengan
berbagi makanan.

                Pola-pola konsumsi pun mengalami
perubahan. Seafood  yang harganya cukup tinggi akan semakin sulit
terbeli sebab pendapatan konsumen di masa ini juga cukup berat. Konsumen Asia ditantang
untuk mulai belajar untuk melakukan pembelian ikan secara daring dan menyadari
bahwa pembelian dengan cara tersebut cukup baik dan efektif dibandingkan
membeli di pasar tradisional. Konsumen di negara barat pun makin banyak belajar
menyiapkan seafood di rumah. Hal ini
berdampak positif terhadap konsumsi. Bahkan beberapa restoran sudah mulai buka
kembali.

Gb. Gerakan donasi seafood untuk para garda terdepan covid-19 di Amerika
(pict credit to https://www.seafoodforheroes.com/)

Gb. Gerakan Nasi Ikan sebagai gerakan berbagi di masa pandemi covid-19
(pict. credit to kkp.go.id)
Industri Perikanan Tangkap

Pada industri perikanan tangkap, pandemi Covid-19 berdampak
terhadap penurunan usaha penangkapan di beberapa negara di Asia, Afrika dan
Eropa. Keterbatasan alat dan bahan penangkapan, pembatasan ruang gerak karena
adanya pengukuran sanitasi, pemangkasan tenaga kerja, faktor-faktor seperti
ketersediaan peralatan untuk memastikan kesehatan, kelayakan kru untuk
beraktifitas serta seluruh mekanisme pendukung mempengaruhi tingkat
penangkapan. Kru yang bekerja di kapal penangkapan skala besar, yang biasanya
beristirahat di akhir pekan akhirnya tidak dapat kembali ke rumah karena
keterbatasan penerbangan dan karantina. Pun demikian yang melaut jarak jauh
(antar negara) tidak diperkenankan untuk masuk ke negara yang disinggahi.
Akibatnya, mereka harus menghabiskan waktu lebih lama di laut. Hal ini
berpotensi meningkatkan kecemasan, stress, dan resiko kecelakaan kapal. Penurunan
pada sektor penangkapan juga dapat disebabkan oleh turunnya permintaan dari
industri makanan, seperti yang terjadi di Mesir. Namun, belakangan ini, di
beberapa wilayah sudah mulai terjadi perbaikan, menyesuaikan dengan kondisi
saat ini. Penyesuaian dilakukan dengan merubah target ikan dan strategi
penjualan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar.

Manajemen dan Kebijakan

Adanya pandemi Covid-19 ini menyebabkan terhambatnya proses
survei asesmen perikanan, program pengamatan perikanan, rapat manajemen dan
ilmiah, serta penundaan implementasi pemantauan dan penegakan hal-hal tersebut.
Berkurangnya pemantauan dan penegakan hukum mengakibatkan longgarnya pemantauan
operasi perikanan sehingga terjadi kemungkinan peningkatan resiko terhadap
kejadian IUU (illegal, unreported and unregulated) Fishing. Namun demikian, di
beberapat tempat, tekanan terhadap penangkapan ikan semacam ini berkurang
karena adanya armada yang berizin dan legal. Hal ini mempengaruhi jumlah stok
ikan di pasaran dan secara tidak langsung berefek terhadap sektor skala kecil. Di
Indonesia sendiri, selama pandemi covid-19 ini, aksi penangkapan ikan secara
ilegal masih dilakukan. Beberapa kapal ilegal berhasil ditangkap. Pengawasan di
masa pandemi ini tidak boleh berhenti meskipun dari pendanaan jauh berkurang sebab
pemerintah berfokus pada pengendalian covid-19 ini. (sumber: https://news.mongabay.com)

Di luar itu, keselamatan pekerja sektor perikanan juga
menjadi sebuah perhatian. Kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan aspek
sosial termasuk keamanan dan aspek kesehatan masyarakat. Sejumlah kebijakan
terkait keamanan dan keselamatan pekerja diperhitungkan. Protokol kesehatan pun
diterapkan di berbagai sektor misalnya di sektor pengemasan dimana dilakukan
pengecekan suhu, skrining kesehatan, meningkatkan sanitasi, melakukan
pembatasan sosial, dan meniadakan kunjungan. Ke depannya, inovasi juga akan
merambah ke mekanisasi sehingga pemrosesan berlangsung secara otomatis
sekaligus meningkatkan keselamatan dan keamanana pekerja. Dan diharapkan jauh
ke depan, permintaan protein dapat meningkat diiringi dengan sektor perikanan
yang dapat berdampingan dengan makanan yang diproduksi secara sehat dan
higienis.



Comments:

Dampak
dari pandemi covid-19 di bidang perikanan cukuplah luas. Diperlukan suatu
dukungan dari pemerintah, lembaga, pihak swasta, dan masyarakat untuk secara
bersama-sama mendorong dampak pandemi ini ke arah yang lebih positif. Meskipun
berangsur-angsur berbagai sektor mulai beradaptasi terhadap kondisi ini, namun
sejumlah kajian, inovasi, dan kebijakan sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi
dan mengarahkan dampak positif dan menurunkan dampak negatif dari pandemi
covid-19 ini, baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang. 

 

 

Referensi

Bennett,
N.J.,  E.M. Finkbeiner, N.C. Ban, D.
Belhabib, S.D. Jupiter, J.N. Kittinger, S. Mangubhai, J. Scholtens, D. Gill., P
Christie. 2020. The COVID-19 Pandemic, Small-Scale Fisheries and Coastal
Fishing Communities. DOI: 10.1080/08920753.2020.1766937

Bondad-Reantaso,
M.G., MacKinnon, B., Hao, B., Huang, J., Tang-Nelson, K., Surachetpong, W.,
Alday-Sanz, V., Salman, M., Brun, E., Karunasagar, I., Hanson, L., Sumption,
K., Barange, M., Lovatelli, A., Sunarto, A., Fejzic, N., Subasinghe, R.,
Mathiesen, Á.M. & Shariff, M. 2020. Viewpoint: SARS-CoV-2 (the cause of
COVID-19 in humans) is not known to infect aquatic food animals nor contaminate
their products. Asian Fisheries Science, 33: 74–78 [online]. https://doi.org/10.33997/j.afs.2020.33.1.009

Chamberlain,
G. 2020. Impact of Covid-19 on Aquaculture. USSEC Global Trade Program COVID-19
and the Implications to Global Aquaculture

FAO.
2020. How is COVID-19 affecting the fisheries and aquaculture food systems?

FAO.
2020. The impact of COVID-19 on fisheries and aquaculture – a global assessment
from the perspective of regional fishery bodies. Initial assessment, May 2020.
No. 1. Rome. 35 pp

FAO.
2020. Summary of the impacts of the COVID-19 pandemic on the fsheries and
aquaculture sector: Addendum to the State of World Fisheries and Acquaculture
2020. Rome. https://doi.org/10.4060/ca9349en

Nikolik,
G. 2020. Salmon & Shrimp Aquaculture Industry Update. USSEC Global Trade
Program COVID-19 and the Implications to Global Aquaculture

Virginia
Cooperative Extension Fact Sheet VCE-AAEC-218. 2020. Impacts of COVID-19 on
U.S. ornamental fish farms: 
Quarter
1 Results

Most Popular

To Top