Blog

BUDIDAYA UDANG GALAH

A. PENDAHULUAN
 Udang galah (Macrobrachium rosendergii, de
Man) atau juga dikenal dengan Giant Tiger Prawn termasuk golongan
krustase dari famili Palaemonidae, merupakan jenis yang terbesar ukurannya
dibandingkan udang-udang air tawar lainnya. Udang yang diklaim merupakan udang
asli oleh India dan Indonesia ini merupakan salah satu jenis udang yang semakin
populer karena rasanya yang lezat, ukurannya cukup besar, dan mudah
dibudidayakan. Menu dari udang ini umumnya dalam bentuk utuh (komplit dengan
kepala atau head-on); berbeda dengan jenis udang lain yang sering
disajikan dalam bentuk tanpa kepala (headless). Mengapa demikian, bukan
tanpa alasan; rupanya pada bagian kepala itulah ada kandungan steroid, yang
bermanfaat meningkatkna kebugaran tubuh kita. Kepopuleran di negeri kita
diawali dengan dibukanya rumah makan khusus udang galah oleh Mang Engking di
Sleman, Yogyakarta, di lahan budidaya udangnya. Dimulainya usaha rumah makan
khusus udang galah itu pun berawal dari suatu hal yang unik terkait dengan
wisata dan itu merupakan salah satu rahmat. Kini menu udang galah sudah
berkembang di beberapa kota seperti Jakarta, Bali, Surabaya, dll.

 Udang ini juga mempunyai pasar baik lokal
maupun ekspor, meski yang terakhir ini masih terkendala kurangnya pasok. Di
negeri kita, udang galah berasal dari hasil tangkapan alam dan dari budidaya.
Udang yang di sungai-sungai di luar Jawa seperti Kalimantan, Selawesi, dan
Sumatera masih dapat diperoleh masyarakat setempat di sungai-sungai, rawa dan
danau. Di beberapa tempat udang menjadi salah satu obyek wisata pancing yang
cukup menarik. Usaha budidaya udang yang hidupnya di perairan tawar dan juga
payau ini boleh dikatakan baru populer akhir-akhir tahun ini, dan potensi
pengembangannya cukup cerah karena permintaan cukup besar dan lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya tersedia luas.
Pembudidayaan
udang ini diawali dengan produksi benih di panti-panti pembenihan (hatchery),
kemudian benih udang galah hasil panti benih dibesarkan di kolam-kolam air
tawar dengan teknologi yang sederhana.
B. MENGENAL
UDANG GALAH
Sebelum
mempelajari teknik budidayanya, marilah kita mengenal lebih jauh perihal udang
ini, baik pengenalan species, karakteristik maupun sifat-sifatnya.
Klasifikasi
udang galah (Mudjiman, 1983)
Phyllum
       : Arthropoda
Subphyllum
  : Mandibulata
Kelas
           : Crustacea
Subkelas
      : Malacostraca
Ordo
           : Decapoda
Famili
          : Palamonidae
Subfamil
      : Palamoniae
Genus
                   : Macrobrachium
Species
        : Macrobrachium rosenbergii, de
Man
C.
KARAKTERISTIK MORFOLOGIS
Secara
umum, udang galah mempunyai karakteristik morfologis sebagai berikut:
·     Tubuh
beruas–ruas sebanyak 5 ruas yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang;
kulit keras dari chitin; pelura ke dua menutupi pleura pertama dan ke tiga;
·     Badan
terbagi tiga bagian : kepala+dada (cephalothorax); badan (abdomen);
dan ekor (uropoda);
·        Cephalothorax
dibungkus karapas (carapace);
·      Tonjolan
seperti pedang pada carapace disebut rostrum dengan gigi atas
sejumlah 11-15 buah dan gigi bawah 8-14 buah.;
·      
Kaki
jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya bisa
mencapai 1,5 kali panjang badan, sedang pada udang betina pertumbuhan tidak
begitu mencolok;
D.
KARAKTERISTIK HABITAT/BIOLOGIS DAN SIFAT-SIFATNYA
Sedang
karakteristik habitat/biologis udang galah adalah:
·      Memiliki
dua habitat yaitu air payau salinitas 5-20 ppt (stadia larva-juvenil), dan air
tawar (stadia juana-dewasa) (Gambar 3);
·       
Matang
kelamin umur 5 – 6 bulan (mendekati muara sungai untuk memijah lagi;
·      
Mengalami
beberapa kali ganti kulit (molting) yang diikuti dengan perubahan struktur
morfologisnya, hingga akhirnya bermorfologis menjadi juvenil (juana);
Selain
morfologi, untuk membudidayakan ikan/udang perlu diketahui sifat-sifatnya;
beberapa sifat yang penting diketahui antara lain adalah :
·        
Euryhalin,
yaitu dpt hidup pada
kisaran salinitas yg lebar (0-20 ppt);
·        
Omnivora,
yaitu pemakan segala
(tumbuhan dan hewan);
·     Pada
stadia larva, udang galah memakan plankton hewani (zooplankton), seperti
rotifera, protozoa, cladocera, dan copepoda;
·      Stadia Post larva, juvenil, dan dewasa : memakan cacing, serangga
air, udang renik, telur ikan, ganggang, potongan tumbuh – tumbuhan air,
potongan hewan, jasad penempel, hancuran biji – bijian dan buah – buahan,
siput, dan sebagainya, juga memakan jenisnya sendiri (kanibal, khususnya ketika
molting);
·       Nokturnal, yaitu aktif makan malam hari. Jika lingkungan hidupnya
dapat dibuat relatif gelap udang akan aktif makan walaupun siang hari;
·     Larva bersifat planktonis, aktif berenang, tertarik oleh cahaya
tetapi menjauhi sinar matahari;
·        
Pada stadium pertama (I), larva cenderung berkelompok dekat
permukaan air dan semakin lanjut umurnya akan semakin menyebar dan individual
serta suka mendekati dasar. Di alam larva hidup pada salinitas 5 – 10 0/00..
Perkembangan stadia
udang galah secara garis besar disajikan pada Gambar berikut:

E. CIRI-CIRI UDANG
GALAH JANTAN DAN BETINA
Perbedaan
antara udang jantan dan udang betina adalah sebegai berikut:
Bentuk
badang udang jantan dibagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron lebih
pendek, sedang pada betina bagian perut tumbuh melebar dan pleuron agak
memanjang. Letak alat kelamin jantan pada pasangan kaki jalan ke lima, pada
betina pada pasangan kaki jalan ke tiga.
Udang
jantan:
·        
Relatif
lebih besar;
·    Pasangan
kaki jalan yang kedua relatif lebih besar dan panjang (bahkan dapat mencapai
1,5 kali panjang total tubuhnya);
·        
Bagian
perut lebih ramping;
·        
Ukuran
pleuron lebih pendek;
·        
Alat
kelamin jantan terdapat pada di antara pasangan kaki jalan kelima.
Udang
betina:
·     Tubuh
lebih kecil, badan agak melebar, demikian pula kaki renangnya, membentuk ruang
untuk mengerami telur (broodchamber);
·        
Pleuron
memanjang;
·    Pasangan
kaki jalan kedua tetap tumbuh lebih besar, tetapi tidak sebesar dan sepanjang udang
jantan;
·      Alat
kelamin terletak pada pasangan kaki ke tiga, merupakan suatu lubang yang
disebut thelicum.
Khusus untuk ukuran
kaki jalan pada udang galah yang dikenal berukuran panjang/besar, telah
dihasilkan varietas yang bercapit lebih kecil yaitu yang disebut Gi-Makro.
Capit yang lebih kecil ini mempunyai keunggulan tersendiri.
F.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa
kriteria lokasi/calon lokasi yang baik untuk hatchery adalah :
·       Lokasi
hendaknya mempunyai sumber air laut dan air tawar, karena untuk pemijahan dan
larva stadia awal udang galah membutuhkan air payau;
·        
Lingkungan
sekitar bebas dari pencemaran, agar kualitas air pasok memenuhi syarat
kebersihan dan bebas bahan pencemar.
·        
Lokasi
aman dari banjir dan bencana alam lain;
·        
Tersedia
sumber listrik;
·        
Tersedia
tenaga kerja;
·        
Kebutuhan
sarana budidaya terjamin;
·        
Aksesibilitas
baik;
·        
Keamanan
terjamin;
·        
Pemasaran
benih mudah.
Air
sumber harus memenuhi baik kuantitas maupun kualitasnya. Semakin tinggi
kualitas unsur-unsur tersebut maka akan semakin kuat mendukung keberhasilan
usaha. Kualitas air harus memenuhi syarat baik fisik, kimiawi maupun biologi.
Harus dapat menyediakan air dengan salinitas 12 ppt. Nilai-nilai parameter
kualitas air dijsaikain pada Tabel berikut:
pH
7-8,5
Suhu
(oC)
25-30
H2S
(ppm)
nil
Chlorin
nil
Nitrat
(ppm)
20
Nitrit
(ppm)
0,1
Kesadahan
total air tawar (mg/l setara CaCO3)
<100
Kekeruhan
nil
TDS
(ppm)
217
Fe
(ppm)
<0.02
PO4
(ppm)
0,15
CO2
bebas
nil
G. SARANA
PRASARANA
Fasilitas
yang Digunakan Untuk Usaha Pembenihan
Dalam
bisnis benih udang galah, ada dua macam unit produksi penghasil benih, yaitu
Panti Benih atau yang dikenal dengan Hatchery, dan yang ke dua adalah
panti benih skala pekarangan atau dikenal sebagai Backyard Hatchery. Fasilitas-fasilitas
yang dibutuhkan untuk suatu hatchery udang galah adalah sebagaimana
disajikan pada Tabel berikut.
No
Jenis Fasilitas/Peralatan
Keterangan
1.
Bangunan
tempat bak-bak pemeliharaan, gudang, alat lab, ruang kerja/administrasi, dll.
Bangunan
indoor menunjang untuk terciptanya suhu media budidaya relatif tinggi dan
stabil.
2.
Bak-bak
pemeliharaan induk
Bisa
berupa kolam tanah. Ukuran bergantung pada banyaknya induk (ukuran besar
hingga 400-500 m2)
3.
Bak
pemijahan
Kolam
tanah ukuran minimal 100 m2 dengan kedalam air sekitar 75 cm – 100 cm.
4.
Bak
penetasan
Bak
fibreglass ukuran (0,5 X 1 X 1) M 3 dengan volume 500 liter.
5.
Bak
pemeliharaan larva

Kolam tanah ukuran minimal 100 m2 dengan kedalam air sekitar 75 cm – 100 cm,
atau

Bak beton kapasitas minimal 5-10 m3.
6.
Bak
pemeliharaan yuwana

Bak fiberglass volume 500 liter– 1.000 liter, atau

Bak beton kapasita 5–10 m3.
7.
Bak
pemeliharaan tokolan 1-2

Bak beton volume 5–15 m3, atau

Kolam tanah ukuran minimal 200 m – 400 m.
8.
Bak
penetasan Artemia salina, bak untuk pengobatan, dll.

Bak fibreglass, conical, ukuran bergantung banyaknya Artemia yang akan
ditetaskan (10-500 ltr).
7.
Tandon
air laut, air tawar, dan bak pencampuran air
Bak
beton, kapasitas minimal 3x volume bak-bak larva/benih.
5.
Pompa
air laut, air tawar
Kapasitas
bergantung pada besar kecilnya unit prosuksi (kapasitas 50
ltr/detik
atau lebih besar)
6.
Peralatan
aerasi
Blower
sentral atau Hi-blow, sesuai unit produksinya.
7.
Perlengkapan
pengepakan
Botol
oksigen dan isinya, styrofoam, plastik packing, dan bahan lain.
8.
Peralatan
bantu kerja (timbangan, ember, baskom, slang sipon, dll.
9.
Peralatan
lab (kualitas air, mikroskop, timbangan obat, dll)
10.
Sumber
listrik (PLN/Genset)
Daya sesuai
kebutuhan.
11.
Kendaraan
angkutan
12.
Peralatan
adminsitrasi
13.
Mess pekerja
pos jaga, dll.
14.
Dapur, dll.
Untuk
backyard hatchery, sudah barang tentu fasiltas/peralatannya terbatas,
yaitu :
·        
bak-bak
pemeliharaan larva yang umumnya dari tembok dan hanya ditutup dengan terpal;
·        
peralatan-peralatan
bantu kerja budidaya seperti pompa, slang, aerator, perlengkapan pengepakan,
timbangan obat;
·        
peralatan
kualitas air yang sederhana, dll.
Ruang
indoor : harus dapat mempertahankan suhu ruang agar cukup tinggi (air media
pemeliharaan larva/benih +/-28-31oC). Suhu cukup tinggi/optimal tersebut akan
menunjang (1) laju pertumbuhan lebih cepat, (2) konversi pakan lebih kecil, (3)
serta resiko terserang penyakit lebih rendah. Untuk bak-bak larva/benih pada
backyard hatchery umumnya cukup dengan menutupnya dengan terpal.
Bak
pemeliharaan larva bisa dari berbagai bentuk baik persegi maupun conical. Bak
bentuk conical mempunyai keunggulan tersendiri yaitu lebih efektif dalam
pengeluaran kotoran, dengan catatan dimensi, debit aliran air dan sirkulasinya
menunjang. Untuk bak-bak yang
terbuat
dari beton dan fibreglass atau sejenisnya, permukaannya harus
benar-benar halus. Hal ini dimaksudkan agar pembersihan kotoran dan
penyuci-hamaan dapat lebih efektif, karena kotoran dan permukaan yang tidak
rata menjadi tempat hidup dan berkembangnya organisme penyakit.
Salah
satu sarana penting yang harus ada pada hatchery adalah sarana
biosekuriti, berupa bak cuci kaki (foobath), bak cuci tangan (handwash),
dan pagar keliling.
Unit
sarana budidaya yang umum ada di masyarakat adalah merupakan sistim air diam (stagnant
water system
). Dalam perkembangannya, unit budidaya sistim resirkulasi
sudah mulai diaplikasikan. Sistim ini mempunyai keunggulan yaitu dengan
luas/volume yang sama, produksinya lebih besar (tingkat produktivitasnya lebih
tinggi). Namun demikian dalam unit sistim ini perlu pengontrolan yang ketat
agar terhindar dari serangan penyakit.
Adapun
instalasi air harus didesain seefektif mungkin agar kebutuhan air terpenuhi dan
dengan biaya operasi yang minimal, serta longlife.
H.
TEKNIK PRODUKSI BENIH
1. PERSYARATAN
INDUK
Induk
yang baik menunjang dihasilkannya benih yang cukup banyak dan kualitasnya
memenuhi syarat sebagai benih sebar..
Persyaratan
kualitatif:
a)    Induk berasal dari hasil pembesaran
benih sebar yang berasal dari induk kelas induk dasar;
b)   Warna kulit biru kehijau-hijauan, kadang
ditemukan kulit agak kemerahan, warna kulit juga dipengaruhi oleh lingkungan.
c)    Kesehatan baik, yaitu :anggota atau
organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat
kelamin tidak cacat (rusak), tubuh tidak ditempeli oleh jasad patogen, tidak
bercak hitam, tidak berlumut, insang bersih.
d)   Gerakannya aktif.
Persyaratan
kuantitatif
Kriteria
kuantitatif sifat reproduksi disajikan pada Tabel berikut:
Parameter
Satuan
Kriteria
Jantan
Betina
1.
Umur
bulan
8-20
8-20
2.
Bobot tubuh
g
>50
>40
3.
Fekunditas
butir/gram
bobot tubuh
30.000-75.000
4.
Diameter telur
mm
0,6-0,7
Dianjurkan
memilih induk yang sedang mengandung telur untuk ke dua kalinya atau
berikutnya. Apabila induk diambil dari satu populasi dalam kolam pembesaran,
maka dipilih induk yang pertumbuhannya cepat dan paling besar, selanjutnya
dipelihara dalam kolam yang terpisah.
2. PENGELOLAAN
INDUK
Prinsip-prinsip
dalam pengelolaan induk:
ü 
kepadatan
2-3 ekor/m2;
ü 
sebaiknya
induk jantan dan betina dipelihara dalam kolam terpisah;
ü 
pakan
cukup gizi (protein 25-30 %, dan lemak 5%);
ü 
dosis
pemberian pakan adalah 3-5 %, frekuensi 4 kali sehari;
ü  pembersihan kotoran dalam bak induk
dilakukan setiap dua hari bersamaan dengan pergantian air (untuk kolam
tembok/beton).
Pakan
yang bergizi dan cukup menunjang perkembangan gonad/ produksi telur.
3.
MEMIJAHKAN DAN MENETASKAN TELUR
Tahapan dalam
pemijahan udang galah adalah sbb:
Memijahkan. Induk-induk yang telah matang gonad
dimasukkan ke dalam kolam pemijahan dengan padat tebar 4-5 ekor/m² dan
perbandingan antara jantan dan betina 1:3. Setelah pembuahan, telur diletakkan
pada ruang pengeraman (broodchamber) yang terdapat di antara kaki renang
induk betina hingga saatnya menetas.
Pemeriksaan
pembuahan.
Induk
yang matang telur dapat dilihat dari telur-telurnya yang berwarna abu-abu.
Induk-induk yang matang telur kemudian dipindahkan ke bak penetasan.
Jumlah
telur merupakan salah satu indikator baik atau tidaknya induk.
Menetaskan
telur.
Tahapan
pekerjaannya adalah sebagai berikut:
ü  Penyiapan media penetasan
ü  Sebelum dimasukkan ke dalam bak
penetasan, induk-induk disuci-hamakan
ü 
Induk diberi pakan dan diaerasi. Pakan yang tidak mudah mengotori
air seperti kelapa, ubi atau kentang yang dipotong-potong kecil; kalaupun
pelet, maka harus yang mempunyai stabilitas dalam air (water stability)
yang tinggi.
ü 
Telur akan menetas setelah 6-12 jam.
ü 
Induk yang telurnya belum menetas dipindahkan ke bak penetasan
lainnya, karena perbedaan umur larva yang terlalu jauh menyebabkan pertumbuhannya
akan berbeda besar, memperpanjang waktu pemeliharaan dan merangsang terjadinya
kanibalisme. Untuk lebih jelasnya.
Kualitas
nauplii perlu diperiksa. Bila tidak baik maka lebih baik nauplii dibuang,
karena tidak akan diperoleh larva yang bagus. Kriteria nauplii yang baik,
sebagai berikut (SNI: 01- 6486.2 – 2000) :
a)   
Warna : warna tubuh kehitaman, keabu-abuan, tidak pucat;
b)  
Gerakan : berenang aktif, periode bergerak lebih lama dibandingkan
dari periode diam;
c)   
Kesehatan dan kondisi tubuh : sehat terlihat bersih, tidak
berlumut, organ tubuh normal;
d)  
Keseragaman : secara visual ukuran nauplii seragam;
e)   
Respon terhadap rangsangan : bersifat fototaksis positif atau
respon terhadap cahaya;
f)    
Daya tahan tubuh : dengan mematikan aerasi beberapa saat, nauplius
yang sehat akan berenang ke permukaan air.
I. PEMELIHARAAN
LARVA HINGGA MENJADI BENIH
1) Pemeliharaan
Larva
Secara
ringkas, pentahapan pemeliharaan larva meliputi :
ü  Penyiapan kolam, dan air media
pemeliharaan,
ü  Penebaran nauplii,
ü  Pemberian/Pengelolaan pakan,
ü  pengelolaan kualitas air,
ü  Monitoring pertumbuhan,
ü  Monitoring kesehatan, dan
ü  Pemanenan.
a) Penyiapan Kolam dan Media
Pemeliharaan
Tahapan:
ü  Bak dicuci bersih;
ü  Disuci-hamakan, bisa dengan dijemur
dibawah terik Matahari atau dengan desinfektan (misalnya kaporit 50-100
mg/liter air (50-100 ppm);
ü  Dibilas dengan air sabun kemudian
dicuci bersih;
ü  Air bersih dari tandon dimasukkan ke
dalam bak dengan disaring menggunakan filterbag, hingga tinggi air 70-80
cm;
ü  Diaerasi.
b) Penebaran Larva
Setelah satu hingga dua hari di bak
penetasan, larva dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva. Padat penebaran
larva antara 100–150 ekor/liter.
c) Pengelolaan pakan
Pakan
alami
Pakan larva harus (a) berkualitas tinggi,
(b) ukuran sesuai bukaan mulut larva dan (c) mudah tecerna. Pakan alami yang
terbaik untuk larva udang galah adalah naupliii Artemia salina; selain itu juga
dapat digunakan Moina sp. atau dikenal sebagai kutu air.
Langkah awal adalah penentuan jumlah nauplii
yang dibutuhkan;
Penetasan artemia perlu
dilakukan dengan cermat agar diperoleh tingkat penetasan yang tinggi. Teknik
penetasan Artemia salina dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
 Terlebih dahulu didekapsulasi;
 Langsung ditetaskan.
Dekapsulasi adalah proses
menyiapkan Artemia salina agar melunakkan cangkang kista Artemia. Manfaatnya
adalah :
 agar dapat diperoleh tingkat
penetasan lebih tinggi;
 mengurangi resiko termakannya
cangkang (dari nauplii Artemia teknik penetasan langsung); dan
 bisa langsung diberikan untuk
larva ikan yang sudah cukup ukuran bukaan mulutnya.
Teknik penetasan langsung adalah
dengan langsung menetaskan kista Artemia dalam larutan garam yang diaerasi
kuat.
Peralatan dan bahan yang
dipergunakan untuk dekapsulasi dan penetasan adalah :
Bahan (utk 100 g kista artemia):
a. Kapur (CaO) 25 g (2×12,5 g)
b. Bleaching powder 55 g (2×27,5
g)
c. Es batu secukupnya
d. Na-thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
0,05 g (minimal)
e. Garam murni secukupnya
f. Air bersih secukupnya
ALAT :
a. Wadah kapasitas 1 ltr 2 unit
b. Perangkat aerasi 2 bh
c. Filter bag (dg plankton net)
mesh 250 um. 1 bh
d. Thermometer 1 bh
e. Pengaduk 1 bh
f. Timbangan ketelitian 0,01 g, kap
500 g 1 bh
g. Wadah utk menimbang bahan 4
bh
h. Centong 2 bh
i. Slang sipon 1 bh
j. Mikroskop 1 bh
PROSEDUR :
Prosedur penetasan Artemia yang
diawali dengan dekapsulasi disajikan Gambar di bawah ini.
Pemberian pakan dimulai pada
hari ke tiga setelah menetas, dilakukan setiap hari setelah penggantian air
atau siphon pada sore hari. Naupli Artemia salina diberikan kepada larva
setelah penggantian air (air tersisa 2/5 bagian, dibiarkan selama ± ½ jam,
untuk memberi kesempatan kepada larva untuk menangkap nauplii Artemia salina).
Aerasi dihidupkan kembali setelah selesai memberikan pakan. Pada hari-hari
ke 4-5, Artemia salina sebaiknya diberikan pada malam hari. Jumlah
nauplii disesuaikan dengan umur larva udang, sebagaimana disajikan pada Tabel berikut:
Hari ke-
Naupli Artemia salina (ekor)
Pakan Buatan, Berat Kering (mg)
3
5
0
4
10
0
5-6
15
0
7
20
0
8
25
0
9
30
0
10-11
35
0
12
40
0
Hari ke-
Naupli Artemia salina (ekor)
Pakan Buatan, Berat Kering (mg)
13-14
45
70
15-24
50
80-90
25-30
45
100-180
30-++
40
200
Sumber : AQUACOP, 1983 dalam Hadie
dan Hadie, 1993
Perlu diperhatikan bahwa kepadatan nauplii
Artemia menjadi patokan dalam pemberian pakan, karena larva
tidak mengejar-ngejar nauplii. Bila kebutuhan 5 ekor, maka pada saat mau
pemberian berikut masih harus ada 1 ekor naupli; bila tidak ada berarti kurang,
bila lebih perlu diidentifikasi masalahya. Cara praktis menentukan jumlah
adalah untuk bak volume air 10 ton, dibutuhkan 50-250 g kista Artemia untuk
dapat dihasilkan 10-50 juta nauplkii.
Pakan buatan
Pakan buatan sebagai pakan
tambahan perlu diberikan untuk melengkapi kebutuhan gizi bagi larva udang,
diberikan pada masa akhir stadia larva. Komposisi bahan pakan buatan dan
analisis proksimatnya ditampilkan pada Tabel berikut:
Bahan Pakan
Prosentase (%)
Cumi-cumi
27,6
Udang
27,6
Telur ikan
6,9
Telur Ayam
6,9
Minyak ikan
14,0
Vitamin
1,0
Garam
1,0
Alginate
15,0
Analisis Proksimat
Prosentase
Protein
54,9
Lemak
19,7
Abu
7,7
Sumber :
AQUACOP, 1977 dalam Hadie dan Hadie, 1993
Hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian pakan buatan adalah ukuran pakan dan dosisnya harus sesuai
dengan umur larva. Untuk memperoleh ukuran pakan yang sesuai, dapat menggunakan
saringan dengan ukuran tertentu. Ukuran pakan yang diberikan berdasarkan ukuran
saringan menurut umur larva disajikan pada Tabel berikut:
Umur larva (hari)
Ukuran saringan (mesh/cm)
12
13
14-15
25-30
30-pasca larva
16
16
8
8
8
d) Kualitas air
Kualitas air merupakan faktor penting
selama pembenihan berlangsung. Baik buruknya kualitas air akan sangat menentukan hasil yang akan
dicapai. Air yang digunakan harus memenuhi kriteria fisik, kimia, dan biologi.
Beberapa parameter kualitas air yang perlu dipantau antara lain oksigen
terlarut (DO), salinitas, derajat keasaman (pH), dan suhu.
1)   
Oksigen
terlarut
Kandungan oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen
) di dalam air merupakan sumber respirasi bagi larva, oleh karenanya
harus selalu tersedia di dalam media. Keperluan organisme terhadap oksigen
terlarut relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya.
Kisaran oksigen terlarut 5 ppm atau lebih merupakan kadar yang cukup baik untuk
pertumbuhan larva udang galah.
Kandungan oksigen dalam air media
budidaya dipengaruhi oleh :
·        
padat
tebar udang atau biomas udang;
·    banyak
tidaknya kotoran atau senyawa-senyawa lain yang mengkonsumsi oksigen dalam air
media budidaya;
·        
tinggi
rendahnya populasi organisme lain;
·        tingkat
aerasi serta efektivitas absorbsi oksigen ke dalam air media budidaya; serta
·        
Tingkat
pergantian air.
2)   
Salinitas
Salinitas atau kadar garam yang
terkandung dalam air merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan
dalam pembenihan. Udang galah memiliki toleransi salinitas berkisar 0-15 ppt.
Pada fase larva udang galah mampu tumbuh dengan baik pada salinitas 10-15 ppt.
Untuk kebutuhan kadar garam media pemeliharaan larva, dapat berasal dari air
laut dan dari garam dapur, atau campuran dari keduanya. Informasi terakhir
adalah bahwa kombinasi air laut dengan garam dapat meningkatkan laju pertumbuhan
larva udang galah (Khasani, 2010).
3)   
Derajat
keasaman (pH)
Nilai derajat keasaman (pH) sangat
terkait erat dengan ketersediaann CaCO3 dalam media budidaya. Selain sebagai
penyangga atau faktor pendukung kestabilan pH, senyawa tersebut merupakan
faktor yang penting pada proses pergantian kulit (moulting). pH media
pemeliharaan larva udang galah sebaiknya berkisar antara 7 – 8,5. Untuk
mengukur pH dapat digunakan pH meter atau kertas lakmus. Adanya pergantian air
secara rutin menunjang ketrersediaan unsur tersebut.
4)   
Suhu
Suhu air
dipengaruhi oleh musim, lintang (altitude), ketinggian dari permukaan laut (latitude),
pergantian siang dan malam, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta
kedalaman badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan
penurunan kelarutan gas dalam air, termasuk di dalamnya oksigen.
Suhu media perlu dipantau, karena
memberi pengaruh cukup besar bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan larva, serta
konversi pakan. Suhu optimal untuk kehidupan larva udang galah adalah 28 – 30
ºC. Suhu apat diukur dengan menggunakan termometer alkohol/ air raksa, dll.
e) Monitoring pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan larva secara
berkala sangat penting dilakukan. Maksud pekerjaan ini adalah guna mengetahui
apakah perkembangan larva normal, ataukah ada kelainan (kurang baik).
Monitoring pertumbuhan adalah dengan mengukur panjang larva (panjang total atau
total length / TL) paling tidak setiap 5 hari.
Jumlah larva yang diambil sebagai
contoh minimal 30 ekor. Hasil pengukuran kemudian dianalisis apakah ada
kecenderungan perbedaan yang mencolok. Bila kurang baik maka perlu diketahui
faktor-faktor yang kiranya berpengaruh terhadap hal tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan larva/benih udang galah pada dasarnya meliputi empat
golongan yaitu: (1) mutu telur/naupliii, (2) lingkungan/kualitas air media
pemeliharaan, (3) pakan, serta (4) ada tidaknya serangan penyakit.
Mutu telur bisa diketahui dari ukuran
serta tingkat penetasannya (hatching rate). Ukuran telur yang baik
adalah 0,6-0,7 mm, dan tingkat penetasan di atas 80%.
f) Pemanenan
Panen seleksi dilakukan pada hari ke
28-30 dengan syarat larva yang sudah menjadi pasca larva (PL) atau ukuran 1-3
cm sekitar 30-75% jumlah total larva. Panen menggunakan serokan berukuran mesh
size mesh 50 setelah air diturunkan hingga tersisa 30%.
Larva yang sudah ditampung
selanjutnya diseleksi (grading) dengan cara merendam seser dalam air.
Secara biologis udang galah yang sudah mencapai PL akan menempel pada seser
tersebut. Selanjutnya larva dimasukkan dalam wadah yang telah disiapkan.
Pemanenan total dilakukan setelah
larva menjadi pasca larva seluruhnya. Dari hasil panen kemudian dihitung
tingkat kelangsungan hidupnya (sintasan).
2)
Pentokolan
Kolam
yang dipergunakan bisa dari tembok untuk ukuran kecil (volume kolam 5-10 ton),
atau dengan kolam tanah dengan luasan 200-400 m2. Kondisi pemeliharaan secara
umum mulai dari padat tebar juvenil, penggunaan bahan-bahan seperti kapur,
pakan, obat-obatan, hingga panen, yang lazim disebut standar produksi disajikan
pada Tabel berikut:
No.
Parameter
Satuan
Juwana
Tokolan
Bak
Kolam
1.
Pupuk
organik
g/m2
200-500
2.
Penebaran

padat tebar

ukuran
Ekor/m3
gr/ekor
80.000
0,0001
1.000
AS0,002
100
0,002
3.
Pakan

tingkat pemberian

frekuensi pemberian
%/hari
Kali/hari
30
8
20
4
20
4
4.
Waktu
pemeliharaan
Hari
31-40
80
100
5.
Panen

sintasan
– ukuran
%
gr
40
0,002
70
1
75
2
Secara
ringkas, pentahapan pemeliharaan juvenil menjadi tokolan meliputi :

  • Penyiapan kolam, dan
    air media pemeliharaan,
  • Penebaran juvenil,
  • Pemberian/Pengelolaan
    pakan,
  • Pengelolaan kualitas
    air,
  • Monitoring pertumbuhan,
  • Monitoring kesehatan,
    dan
  • Pemanenan
    dan pengemasan.

Persiapan
kolam dan media budidaya
. Persiapan ini diarahkan agar tersedia air
media budiaya yang kaya dengan pakan alami dan dengan kualitas air yang sesuai
untuk benih udang dalah.Tahapan persiapan kolam dan air media budidaya meliputi
:
Pengeringan
kolam, pembalikan tanah dasar, pemberian kapur, pemupukan, pengisian air
sebatas untuk penumbuhan pakan alami, kemudian penambahan air media budidaya
hingga kedalaman 50 cm. Ketinggian air ditingkatkan secara bertahap sejalan
dengan pertumbuhan udang, hingga 100 cm.
Pengeringan
dan pengapuran dimaksudkan agar dasar kolam bebas dari organisme penyakit dan
meningkatkan pH tanah. Unsur karbonat dari kapur juga berpengaruh menstabilkan
pH air media budidaya.
Pemupukan
bisa dari jenis pupuk kandang atau pupuk kimia, ataupun kombinasi keduanya.
Keunggulan pupuk kandang adalah dapat memberikan nutrisi secara bertahap, namun
demikian harus diwaspadai potensi kandungan bibit penyakit. Untuk itu pupuk
kandang harus sudah cukup kering. Silain sisi, pupuk kimia lebih praktis dan
ketersediaannya lebih baik, namun pemakaian yang terus menerus dan kurang tepat
dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah dasar kolam.
Penebaran
juvenil
. Penebaran
juvenil diawali dengan proses aklimatisasi agar larva tidak stres dalam
lingkungan hidup yang baru. Padat tebar juvenil (ukuran 0,002 g) untuk wadah dari
bak fibreglass (dengan aerasi) adalah 1.000 ekor/m3,sedang untuk kolam (tanpa
aerasi) adalah 100 ekor/m3.
Aklimatisasi
atau penyesuaian kondisi pada lingkungan hidup yang baru, khususnya terkait
dengan suhu dan salinitas. Caranya adalah dengan memasukkan kantong berisi
juvenil ke dalam air kolam dan membiarkannya untuk beberapa waktu (10-15 menit)
hingga suhu air di dalam kantong dan di kolam sama; setelah itu bila salinitas
berbeda, masukkan air kolam secara perlahan ke dalam kantong agar penyesuaian
salinitas secara bertahap.
Pemberian
pakan
. Pakan yang dipergunakan adalah pelet dengan kandungan protein
cukup tinggi yaitu +/- 30%. Dosis pemberian adalah 20% dari berat biomas (berat
total udang), dengan frekuensi pemberian 4 kali per hari.
Pengelolaan
kualitas air
. Pengelolaan kualitas air meliputi pemantauan pergantian air, dan
pengukuran parameter kualitas air yaitu suhu, pH, dan DO. Diusahakan agar
nilai-nilai parameter kualitas air atetap dalam batas optimum, yaitu :
  • suhu : 25-30oC;
  • pH : 6,5 – 8,5;
  • Oksigen
    terlarut lebih dari 5 mg/l
Selain
iatu, ketinggian air dipertahankan antatra 50 cm–100 cm yaitu semakin besar
ukuran udang maka semakin dalam air kolam.
Pemantauan
pertumbuhan
. Pemantauan pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling. Semakin
seragam ukuran berarti semakin baik, denhgan catatan laju pertumbuhan normal.
Bila ukuran sudah sangat bervariasi, maka harus dilakukan grading dan
memisahkan udang dengan kelompok ukuran berbeda pada kolam yang berbeda. Bila
tidak dilakukan pemisahan maka resikop kenibalisme semakin tinggi.
Pemantauan
kesehatan
. Pemantauan kesehatan udang akan dijelaskan pada materi pokok
terakhir.
Pemanenan.
Umumnya udang (maupun ikan) mempunyai laju pertumbuhan nyang tidak
sama, sehingga ukuran udang dalam kolamm menjadi bervariasi. Panen benih dapat
dilakukan panen
parsial, guna mengantisipasi terjadinya kanibalisme karena perbedaan ukuran.
J. PENGEMASAN
Pengemasan (packing)
benih udang galah yang dapat dilakukan dengan sistem terbuka dan sistem
tertutup. Sistem terbuka adalah larva dimasukkan dalam bak yang diaerasi atau
dengan oksigen, sedang untuk sistim tertutup adalah pengemasan dengan
menggunakan kantong plastik jenis PE (polyetilen) berukuran 70 x 30 cm.
Perbandingan air dan oksigen adalah = 1 : 2 untuk pengangkutan kurang dari 8
jam dengan kepadatan perkantong 1.000 ekor/kantong.
Untuk
pengangkutan, kantong berisi udang tersebut dimasukkan dalam boks styrofoam dan
dimasukkan potongan es yang sudah dibungkus plastik guna menurunkan suhu ± 20 0C.
Penurunan suhu bertujuan untuk menurunkan tingkat metabolisme yang berarti juga
untuk menekan penggunaan oksigen, sehingga waktu pengangkutan dapat di perpanjang.
Suhu rendah dalam transportasi benih udang berfungsi :
  • menurunkan
    tingkat metabolisme,
  • menurunkan
    aktivitas benih,
  • menekan
    pengeluaran kotoran, dan juga
  • menekan
    konsumsi oksigen.
K. PEMBESARAN UDANG
GALAH
1. 
LOKASI PEMBESARAN UDANG GALAH
Lokasi
budidaya yang baik akan mendukung keberhasilan usaha budidaya. Beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi budidaya/pembesaran udang
galah adalah sebagai berikut:
• Jenis
tanah : lumpur berpasir;
• Air
memadai untuk pengelolaan budidaya dengan sistim air mengalir (flow-through
system
);
• Akses
dan komunikasi baik;
• Mudah
memperoleh sarana produksi (saprodi);
• Tenaga
kerja tersedia;

Keamanan terjamin.
Jenis
tanah lumpur berpasir dimaksudkan mempunyai tingkat kesuburan yang cukup tinggi
dan tidak berpengaruh jelek terhadap air media budidaya di dalamnya.
Kecukupan
air untuk terselenggaranya budidaya sistim air mengalir sangat penting artinya.
Adanya pergantian air yang terus menerus akan memberikan suplai oksigen dan
unsur hara secara terus menerus. Selain itu, pergantian air yang terus menerus
memnberikan suasana segar dan menunjang pengeluaran kotoran dan senyawa-senyawa
terlarut yang bersifat merugikan/toksik.
Lokasi
dengan akses yang baik akan menunjang efektivitas dalam suplai sarana produksi
dan memperlancara pemasaran hasil budidaya.
2.  FASILITAS
Kolam
yang dipergunakan adalah kolam tanah, dengan ukuran sebaiknya minimal 500 m2.
Sumber air harus mempunyai kualitas yang baik dan mencukupi kebutuhan untuk pengelolaan
air kolam sistim mengalir (flow-through) dan tersedia sepanjang tahun.
Kolam sebaiknya mempunyai kemalir, petak penangkapan, dan dilengkapi dengan
pipa pemasukan dan pipa pengeluaran. Ketinggian pematang paling tidak 1 m.
Kolam sebaiknya tidak bocor atau rembes, karena akan pengelolaan air akan
terganggu.
Meski
kemalir atau caren tidak wajib ada, namun demikian bagian yang lebih dalam ini
bermanfaat untuk persembunyian udang ketika cuaca panas, pengumpulan kotoran,
dan membantu dalam proses pemanenan.
Selain
kolam, sejumlah fasilitas pendukung antara lain adalah gudang pakan, bahan dan
peralatan lain sperti anco, timbangan, dll.
3. 
TEKNIK PEMBESARAN UDANG GALAH
a)   Persiapan Kolam
Beberapa
tahapan yang penting dalam mempersiapkan kolam budidaya adalah sebagai berikut:
  •  pengeringan kolam;
  •  pengolahan tanah dan perbaikan tanggul sewrta caren;
  •  Pengapuran : untuk tanah dengan pH 6,5–7 :10 – 20 g/m2;; sedang
    untuk tanah dengan pH 5 – 6 : 40 – 75 gram/m2;
  •  Pemupukan : pupuk kandang 200–500 g/m2; dan urea dan TSP 5 – 10
    g/m2 setelah isi air 3 hari;
  •  Pemasangan shelter;
  •  Pengisian air kolam, dilakukan secara bertahap guna memberikan
    waktu berkembangnya pakan alami.
Shelter berfungsi selain untuk perlindungan terhadap predasi
(pemangsaan), juga dapat berfungsi untuk perluasan substrat dasar kolam
sehingga memungkinkan peningkatan padat tebar. Dengan fungsi yang terakhir maka
jumlah produksi dapat ditingkatkan.
b)   Penebaran Benih
  • Penebaran benih dilakukan satu minggu setelah persiapan kolam
    secara lengkap;
  • Benih diperoleh dari Panti Benih (hatchery), diutamakan
    yang telah tersertifikasi;
  • Benih berkualitas baik : ukuran seragam dan gerakannya lincah.
  • Benih ditebar setelah melalui proses aklimatisasi untuk
    menghindari stres pada udang.
Benih kualitas baik dimaksud
adalah yang sesuai dengan SNI 01- 6486.2 – 2000 tentang Benih Udang Galah (Macrobranchium
rosenbergii,
de Man) kelas benih sebar.
Kriteria kuantitatif tokolan
udang galah :
1. Umur dari telur : lebih dari
(>) 50 hari;
2. Panjang : 25 – 30 mm;
3. Berat : 1400 – 2600 mg;
4. Kesehatan/bebas penyakit :
80%;
5. Keseragaman populasi : 80%;
6. Daya tahan terhadap :
·     
penurunan salinitas 30 ke 0 ppt : > 80%
·     
penurunan suhu 30 ke 10oC : > 80%
·     
perendaman formalin 500 ppm : > 80%
7. Rangsangan terhadap cahaya
dan aerasi : + (positif)
4. 
PERAWATAN/PEMELIHARAAN UDANG
Beberapa kegiatan perawatan dalam
pemeliharaan/ pembesaran udang galah meliputi pemberian/pengelolaan pakan,
pengelolaan kualitas air, monitoring pertubuhan, monitoring kesehatan, dan
panen serta pasca panen.
a)      Pengelolaan pakan
·     
Pakan pellet komersial, dengan kandungan protein minimal 30%.
·      Dosis :
tahap tokolan yaitu 10% dari berat biomasa, dan menurun pada tahap selanjutnya
hingga 3% dari berat total udang sesuai dengan umur udang yang dipelihara
sampai panen ukuran udang konsumsi yaitu size 20-30.
Kandungan
Kadar
Protein
Min 30%
Lemak
Min 5%
Serat Kasar
Maks 4%
Kadar Abu
Maks 10%
Kadar Air
Maks 12%
b)     Pengelolaan kualitas
air
Secara
garis besar, pengelolaan kualitas air meliputi :
·     
Sistim air mengalir selelu dipertahankan;
·     
Dsilakukan pemupukan ulangan bila densitas plankton kurang
optimal, yang ditandai dengan semakin cerahnya air;
·     
Kualitas air yang perlu dimonitor adalah suhu, pH, dan DO;
Suhu yang baik berkisar antara 25-30oC, pH sekitar 6,5-8,5, dan DO
antara > 5 ppm.
c)      Beberapa pedoman
cara pengukuran dan pemeriksaan
1)    
Cara menentukan umur dan stadia : dihitung dari sejak telur
menetas
2)    
Cara mengukur panjang badan total tokolan : dimulai dari rostrum
hingga uropoda dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris dalam satuan
mili meter (mm).
3)    
Cara mengukur bobot tubuh tokolan : dilakukan dengan menggunakan
timbangan analitis dalam satuan miligram (mg);
4)    
Metoda pengambilan contoh. Metoda pengambilan contoh tokolan untuk
pemeriksaan dan pengujian dilakukan secara acak dari populasi sebanyak 10 %
atau minimal 30 ekor.
5)    
Cara mengukur keseragaman benih udang : dilakukan dengan
membandingkan ukuran sampel benih. Benih udang dikategorikan berukuran seragam
bila 80 % dari populasi benih relatif sama, dan kurang dari 20 % berukuran
lebih kecil atau lebih besar dari ukuran rataan.
6)    
Cara mengukur ketahanan dan kesehatan : dilakukan dengan cara
memberikan guncangan/perubahan yang mendadak; seperti salinitas, suhu air dan
pengentasan dengan menggunakan bahan kimia, seperti formalin, malachyte
green
dan kalium pemanganat. Benur yang sehat mempunyai ketahanan tubuh
yang kuat atau tahan terhadap guncangan/perubahan tersebut.
(a)  
Cara menguji penurunan salinitas : dilakukan dengan cara
memindahkan benur dari air media pemeliharaan (30 ppt -35 ppt) ke salinitas 0
secara mendadak. Selanjutnya dilakukan pengamatan selama 15 menit. Toleransi
kematian benur kurang dari 20%.
(b)  
Cara menguji penurunan suhu: dilakukan dengan memindahkan benur
dari media pemeliharaan (suhu 28oC–32oC) ke suhu air 10 oC secara mendadak.
Pengamatan dilakukan selama 1-2 jam, kemudian hitung persentase kematiannya.
Toleransi kematian benur kurang dari 20 %.
(c)  
Cara menguji dengan perendaman formalin: dilakukan dengan cara
merendam benur ke dalam larutan formalin 500 ppm selama 15 menit, kemudian
dihitung persentase benur yang mati dan toleransi kematian benur kurang dari 20
%.
7)    Cara pemeriksaan kesehatan benih udang:
(a)  
Pengamatan secara visual dilakukan untuk memeriksa ektoparasit dan
morfologi.
(b)  
b) Pengamatan secara mikroskopis untuk menentukan adanya bakteri
dan virus pada udang dilakukan di laboratorium.
5.  CARA PANEN DAN
PENANGANAN PASCA PANEN
a) Pemanenan
Setelah udang mencapai ukuran 20-30 ekor/kg, dilakukan pemanenan.
Ada dua cara pemanenan yaitu :
  • Panen
    sebagian; dan
  • Penen total.
Panen sebagian dilakukan bila masih ada udang yang ukurannya belum
mencapai ukuran konsumsi/yang dikehendaki. Caranya adalah dengan menyurutkan
air hingga kedalaman 20-30 cm, kemudian udang dipanen menggunakan waring dengan
mata jaring 4 mm. Udang yang masih kecil (<30 ekor/kg) dikembalikan lagi
untuk dilanjutkan pemeliharaannya. Panen total dilakukan setelah udang mencapai
ukuran 20-30 ekor/kg. Dalam pemanenan sebaiknya kolam selalu dialiri air
secukupnya agar kondisi udang tetap sehat.
b) Pengemasan
Pengemasan dan pengangkutan udang hasil panen bisa dilakukan dalam
keadaan mati maupun dalam keadaan hidup. Dalam pengemasan dalam keadaan hidup,
perlu dilakukan penurunan suhu agar tingkat metabolisme menurun, dengan
demikian menurunkan tingkat aktifvitas udang dan menurunkan pengeluaran
kotoran/feses.
Pengemasan udang dalam keadaan segar dilakukan dalam wadah dan
dicampur es curah. Sebelum dikemas, udang terlebih dahulu dicuci bersih.
Penanganan/pengemasan dalam suhu dingin (prinsip rantai dingin) dan bersih
merupakan sebagian realisasi princip penjagaan mutu udang segar yang sangat
penting guna menjada mutu udang segar yang tinggi. Pencucian dimaksudkan
membersihkan kotoran dan lendir yang merupakan sumber penyakit. Demikian pula
suhu dingin untuk menghambat tingkat kemunduran mutu baik secara mikrobiologis
(berkembangnya organisme pembusuk), maupun kemis (perombakan senyawa secara
mimiawi).
L. MENJAGA KESEHATAN
UDANG GALAH
1. BIOSEKURITI
Biosekuriti
adalah sistem pencegahan penyakit dalam budidaya, meliputi sarana yang harus
tersedia dan prosedur yang harus dipatuhi baik para pekerja maupun orang lain
yang masuk ke areal budidaya. Beberapa sarana yang lazim ada untuk maksud
tersebut antara lain:
  • Pagar
    areal budidaya;
  • Foot-bath
    (fasilitas cuci kaki yaitu bak diisi larutan kaporit 50-100 ppm;
  • Hand-wash
    (fasilias cuci tangan);
  • Dll.
2. MONITORING KESEHATAN
UDANG
a. Tindakan diagnose
Monitoring
kesehatan pada budidaya yang sedang berjalan adalah termasuk dalam tindakan
Diagnosa Level 1, yang meliputi :
  • pengamatan
    langsung terhadap Lingkungan;
  • Perubahan
    tingkah laku dan gejala klinis.
Bila
diperlukan maka dapat dilanjutkan ke Diagnosa Level 2 yaitu pemeriksaan contoh
di laboratorium. Untuk dapat melaksanakan tindakan diagnosa level 1, diperlukan
pengetahuan tentang komponen yang menjadi pemicu timbulnya penyakit pada biota
budidaya, dan hal ini akan dijelaskan pada bahasan berikut.
b. Komponen Pemicu
Penyakit
Komponen pemicu
penyakit adalah: inang (host), patogen (pathogen) dan lingkungan
(environment). Penyakit akan terjadi jika terdapat interaksi diantara
inang, patogen dan lingkungan. Semakin buruk ketiga komponen tersebut maka
semakin hebat dan cepat penyakit yang diakibatkannya.
c. Teknik
Pengamatan Secara Visual
Teknik
pengamatan secara visual ditujukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
ikan/udang secara sederhana dan dapat dilakukan langsung di lapangan (on
spot
). Teknik tersebut sangat banyak membantu dalam penentuan penyakit yang
ada dan memudahkan dalam pengendalian yang akan dilakukan.
Teknik
pemeriksaan ikan secara visual mencakup beberapa komponen mendasar yang harus
dipahami oleh para praktisi perikanan termasuk antara lain:
(a)
Sejarah terjadinya penyakit
(b) Pengamatan
lingkungan sekitar tempat pemeliharaan
(c)
Pengamatan keadaan media pemeliharaan
(d)
Pengamatan di lapangan secara umum
d. Pemeriksaan gejala
klinis udang sakit di lapangan sebagai sampel
Gejala klinis ikan
yang diduga sakit harus juga dilakukan, yakni dengan mengambil sampel ikan
tersebut dengan cara mengamati gejala klinisnya seperti, adanya luka, ikan
gelisah dan menggosok-gosokkan ke substrat/dinding wadah, pucat, tidak banyak
bergerak, nafsu makan menurun, megap-megap dipermukaan, dsb.
e. Pemeriksaan
mikroskopis di lapangan
Jika memungkinkan
pemeriksaan mikroskopis juga dilakukan, dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 100 hingga 400x. Indikasi yang diharapkan adalah menduga adanya
patogen tertentu seperti protozoa, jamur, atau bahkan bakteri meski tidak dapat
secara langsung. Dapat dengan mengirim sample ke laboratorium terdekat.
M. BEBERAPA CONTOH
PENYAKIT
Penyakit
merupakan salah satu faktor pembatas keberhasilan pembenihan udang galah.
Penyakit yang biasa timbul pada udang galah adalah antara lain adalah
a)
Penyakit bakterial yang berupa Vibrio sp. dengan ditandai oleh :
·      semacam
stress,
·      fluorisensi
pada larva yang mati; dan
·      terjadi
kematian massal dalam waktu yang singkat.
Untuk
mencegah terjadinya serangan bakterial perlu adanya “Chlorinisasi” media dan
pengeringan fasilitas selama 7 hari, jika sudah terserang pengobatannya
menggunakan Furozolidone dengan dosis 10
15 ppm, dengan cara perendaman selama 3 hari.
b) Black
Spot. Timbul bintik hitam yang disebebkan oleh bakteri, dan diikuti dengan
berkembangnya jamur pada tubuhnya. Banyak menyebabkan kematian serta penurunan
mutu udang. Cara mengatasi adalah dengan pemberian obat-batan anti bakterial
yang diaplikasikan secara oral melalui pakan.
c) Udang
terserang penyakit dengan tubuh warna kehijauan, berlumut pada tubuhnya.
Lumut
warna hijau yang menempel pada udang merupakan akumulasi beberapa organisme
terutama dari jenis-jenis protozoa, yaitu Vorticela sp., Epistylis sp.,
dan Acineta sp. Aplikasi obat-obatan pembasmi alga yang
dikombinasikan dengan pembersihan dasar kolam serta perbaikan kualitas air akan
dapat mengurangi serangan penyakit ini.
Tindakan
pencegahan terhadap timbulnya penyakit.
Beberapa
hal yang perlu dilakukan agar penyakit tidak berkembang antara lain adalah
sebagai berikut:
a) 
Menerapkan biosekuriti, baik di pintu-pintu masuk maupun dalam
proses budidaya ;
b) 
Memastikan bahwa air pasok bebas pencemaran, bebas dari organisme
penyakit, termasuk yang dibawa oleh carriers (binatang lain baik ikan dll.);
c) 
Mengkarantina udang yang masuk dari luar;
d) 
Padat tebar jangan terlalu tinggi.
e) 
Menjaga lingkungan budidaya agar selalu dalam keadaan prima dan
menangani limbah budidaya demikian rupa hingga tidak mencemari lingungan
sekitarnya;
f)  
Mengadministrasikan/mendokumentasikan proses produksi dan
treatmen-treatmen yang dilakukan.
Dalam
pengelolaan kesehatan, pada dasarnya penggunaan bahan-bahan kimia dan
obat-obatan untuk tindakan pencegahan penyakit ditekan seminimal mungkin.
Jenis-jenis bahan kimia yang dilarang tidak digunakan. Air buang bekas
pengobatan atau tindakan desinfeksi dll harus ditangani agar supaya tidak
mencemari lingkungan termasuk masuknya ke dalam tanah. Adapun bahan kimia dan
obat-obatan yang direkomendasikan atau bisa ndipergunakan antara lain adalah
oksitetrasiklin, furazolidon, tetrasiklin, formalin dan kaporit.
KEPUSTAKAAN
Ali,
Fauzan. 2009. Mondongkrak Produktivitas Udang Galah Hingga 250%. Penerbit
Swadaya. Jakarta. 115 halaman.
Badan
Standarisasi Internasional. 2000. SNI Udang Galah. Jakarta.
Indonesia
Aquaculture. 2011. Teknik Pembesaran Udang Galah. Sponsored by Tequisa
Indonesia. Jakarta.
Khasani,
I. 2010. Efisiensi Pembenihan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)
Melalui Penggunaan Garam Dapur Sebagai Pengganti air Laut. Loka Riset Pemiliaan
dan Teknologi Budidaya Air Tawar. Sukamandi.
Ryan,
Enny Purbani T. 2006. Peluang Ekspor Udang Galah. AGRINA. Jakarta.
Sartini.
2010. Teknik dan analisa Finansial Pembesaran Udang Galah. Karya Ilmiah Praktek
Akhir. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.88 Halaman.
Singholka,
S. 1982. FRESHWATER PRAWN FARMING. A Manual for The Culture of Macrobrachium
rosenbergii
. FAO, Rome. 116 halaman.
Sutomo,
H. 20/11/2011. Pengembangan Benih Udang Galah Hasil Persilangan Induk alam dan
Induk Hasil Budidaya. TRIPOD.
Trobos.
2011. Udang Galah: Trik Meraup Untung Lebih. Jakarta.
Warta
Limnologi. 2006. “Kolam Ber-apartemen” Potensial Meningkatkan Produktivitas
Budidaya Udang Galah (Macreobrachium rosenbergii). No.40. Jakarta.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top